👀 Cukup Tau - Limabelas

1.7K 196 3
                                    

"Ren," panggilku saat kami baru saja turun dari bus.

Iren membalik dan bergumam, "hm." sambil mengernyit menatapku.

Aku berjalan semakin mendekat ke arah Iren dan berhenti di hadapannya. "Lo mau pindah?" tanyaku menyakinkan. "Kalau gitu ... tinggal aja di apartemen gue. Bareng gue."

Iren terlihat mengernyit samar kemudian tersenyum. "Lo gak keberatan? Gue takut lo gak nyaman," tanyanya dan aku langsung menggeleng.

"Asalkan masih bisa menjaga privasi kita, aman. Gue it's okay," sahutku dan tersenyum. Mencoba menyakinkan Iren jika aku memang tidak keberatan jika dia tinggal di apartemenku.

Tidak lama Iren mengangguk. "Gue diskusikan lagi dulu sama ortu. Semoga boleh."

Aku yang mendengar itu mengangguk dan tersenyum.

Iren pamit duluan dan meninggalkanku yang sibuk membenarkan letak tas ranselku.

Baru saja aku ingin melangkah tiba-tiba saja Pak Dera berdiri di samping membuatku menoleh menatapnya.

"Pulang naik apa?" tanyanya yang membuatku mengernyit. Ada apa ini Pak Dera bertanya demikian.

"Naik ... angkot," jawabku ragu. Pasalnya aku juga tidak tahu akan pulang naik apa. Karna terkadang jarang sekali angkot yang lewat di daerah kantor kami.

"Ya sudah. Bareng saya saja," ujarnya yang entah mengajak atau bagaimana. Aku menjadi ngelag mendengarnya.

"Bareng Bapak gimana ya?" tanyaku bingung karna aku tahu, biasanya Pak Dera berangkat dan pulang kantor naik motor, itu pun motor minti. Yang hanya bisa diniaki oleh dua orang itu pun pasti saling menempel.

 Yang hanya bisa diniaki oleh dua orang itu pun pasti saling menempel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tapi pak," ucapanku menggantung takut hanya untuk sekedar menolak. Bukan, bukan tidak mau. Hanya saja aku berpikir lagi jika harus menaiki motornya.

Apakah muat? Apakah kami tidak ribet dengan barang bawaan yang dibawa.

Pak Dera terlihat tersenyum tipis dan mengangguk. "Tenang saja. Avin bisa kok bawa kita berdua."

"Hah?"

Sebentar, sebentar. Tadi nama motornya Pak Dera siapa? Avin? Apa aku tidak salah dengar.

"Jadi gimana? Mau saya antar kan?" tanyanya lagi dengan sebelah alis yang terangkat.

Aku mengangguk, meskipun ragu tapi tidak ada salahnya untuk mencoba. Siapa tahu dengan ini aku semakin dekat dengan Pak Dera. Ya begitu lah.

Kami berjalan menuju parkiran motor kantor, mendekati motor minti milik Pak Dera yang terparkir manis dengan satu helm kodok berwarna hitam.

Kami berjalan menuju parkiran motor kantor, mendekati motor minti milik Pak Dera yang terparkir manis dengan satu helm kodok berwarna hitam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cukup Tau [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang