43_Masa lalu_

25.3K 3.5K 328
                                    

Playlist, Bunga Terakhir - Afgan

Jangan lupa vote and spam komennya di setiap paragrafnya vren ✨

Sekedar mengingatkan bahwasanya Besok SENIN!!!!

Jangan lupa rekomendasiin cerita ini ke teman Anda agar mereka juga ikut merasakan sensasinya✨

Happy Reading

Membaca Rintik Hujan itu seperti shalat tarawih, bukan siapa yang datang paling awal, tapi siapa yang sanggup bertahan sampai akhir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Membaca Rintik Hujan itu seperti shalat tarawih, bukan siapa yang datang paling awal, tapi siapa yang sanggup bertahan sampai akhir.





Alan menundukkan kepalanya. Menahan air mata yang berkali-kali telah lolos begitu saja.

Dadanya terasa begitu sesak. Menunggu dengan harapan cemas. Berdoa kepada sang pencipta dan menunggu keajaibannya.

"Kamu terlalu naif Ana."

"Menyembunyikan semuanya, seolah kamu mampu melewati semua ini. Berdiam diri seperti orang bodoh."

Alan mendongak menatap pintu ruang ICU yang masih tertutup rapat.

Seketika Alan mengingat perkataan Ana tempo hari.

"Sekokoh-kokoh nya pohon, kalo di terpa angin terus menerus, pohon itu juga bakal tumbang!"

"Sama kaya adik lo bang! Dia tumbang dengan angin kencang yang terus-menerus menerpa nya."

Ia terkekeh kecil. Jadi ini yang di maksudnya. Adiknya tumbang saat ia sudah tidak mampu menahan semua rasa sakitnya.

Adiknya tumbang dan memilih memperlihatkan semua rasa sakitnya.

"Bodoh!" Lirihnya.

Ia mendongak saat mendengar suara pintu yang dibuka. Terlihat dokter Gibran muncul dengan beberapa dokter residen di belakangnya.

"Gimana keadaan adik saya dok? Dia baik-baik saja kan dok?"

Gibran menatap Alan dengan intens, lalu melirik Tania sekilas.

"Tidak ada yang tidak baik-baik saja bagi pasien penderita leukimia. Mereka sekarat." Ujar Gibran sukses membuat tubuh Alan menegang.

"Sebelumnya, tidak ada keluarga yang mengetahui penyakit Ana, tapi sepertinya dia sudah lelah menyembunyikan rasa sakitnya sendirian."

Alan menatap Gibran bingung. "Ma-maksud dokter?"

Gibran tersenyum kecil, lalu menepuk pundak Alan beberapa kali. "Tolong jaga adik kamu di sisa waktunya, saya permisi."

Gibran melirik Tania sekilas sebelum meninggalkan mereka berdua.

Matanya beralih menatap putranya yang terlihat begitu hancur. Hatinya begitu sakit melihat kondisi anak-anaknya.

Rintik HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang