Hyunjin menatap ke arah dimana Jaemin berdiri, pemuda itu membelakangi dirinya namun bukan nya masuk ke dalam ruangan itu Hyunjin justru lebih memilih tetap berdiri di amban pintu memperhatikan sahabat nya itu. Memang Hyunjin akui jika sahabat nya cukup mempunyai nasib yang sangat tidak beruntung.
Di dalam kehidupan muda nya, sudah banyak tertimpa masalah yang seharusnya anak kecil seperti dia dulu tidak merasakan nya. Hyunjin tau semua nya, apa yang orang lain tidak tau tentang Jaemin.
Bagaimana asal asal Hyunjin berteman dengan manusia seperti Jaemin? Semua pasti akan bertanya tanya, bagaimana bisa Hyunjin betah berteman dengan Jaemin yang definisi manusia berhati iblis. Tentu saja ada sebuah sejarah dan cerita masa lalu mereka berdua bertemu. Ada sesuatu yang membuat Hyunjin enggan meninggalkan Jaemin sendirian.
" Kenapa lo berdiri di sana? Kalau mau masuk, masuk aja " Ucap Jaemin tiba tiba kepada Hyunjin.
Bagaimana dia tau kalau Hyunjin ada di sana? Hyunjin bahkan tidak mengeluarkan suara apa pun, namun nyata nya pemuda itu tidak kaget jika Jaemin tau keberadaan nya. Ia sudah menduga akan keberadaan nya yang di sadari oleh sahabat nya. Hyunjin pun masuk ke dalam ruangan dan tak lupa menutup pintu nya. Berjalan beberapa langkah ke arah Jaemin dan ia membuang nafas panjang, menatap ke arah punggung kokoh milik sahabat nya yang terlibat banyak sekali beban di sana.
" Lo masih mikirin tentang Kakak lo? " Tanya Hyunjin, tujuan nya hanya ingin memastikan saja.
" Menurut lo? Gw yakin Kak Jaeh masih hidup, masih bernafas... "
' Beda sama gw sekarang '
Hyunjin menatap Jaemin, ia tau sekuat apa pun Jaemin dan se pintar apa pun pemuda bermarga Na itu menyembunyikan sesuatu dari nya. Hyunjin akan tau cepat atau lambat, ia tau karena ia hafal bagaimana Jaemin.
" Setelah semua selesai, urusan lo udah gak ada lagi... "
" Gw bakal pergi " Jaemin membalikan badan nya ke arah Hyunjin, membuat seketika jantung Hyunjin berdetak lebih cepat dari yang sebelum nya ia rasakan.
Jaemin menarik kursi nya dan duduk di sana, menatap ke arah sahabat nya dengan senyuman sulit di artikan.
" Secepet itu? " Jaemin tidak menanggapi apa pun kecuali menatap sahabat nya dengan tatapan yang terkesan banyak sekali jawaban yang ingin ia ucapkan namun sesuatu halangan membuat nya menyimpan semua niat nya itu.
•••
Jeno berlari ke arah sebuah rumah, dimana dulu rumah itu adalah rumah sepupu nya. Ia membuka gerbang nya susah payah, karena terlihat Mansion yang dulu nya sangat indah dan penuh dengan kebahagiaan sekarang menjadi suram.
Mansion yang amat besar itu sudah seperti gedung tua tak terurus lagi. Jeno berjalan pelan memasuki area taman depan dekat dengan beberapa taman di sana, gerbang dan jangan lupakan kolam ikan lengkap dengan air mancur nya. Sekarang sudah seperti danau berhantu, gelap dan sunyi.
Itu yang Jeno rasakan sekarang, ia menatap ke arah tanah dengan keramik mahal tersebut sekarang berdebu di penuhi lumut dan cairan yang sudah mengering. Tebak cairan apa itu? Darah, darah yang sudah kering dan terdapat beberapa tulang manusia yang berada di semak semak taman itu.
Jeno menutup mata nya sejenak ketika angin dingin menusuk kulit tubuhnya seolah menyambut kedatangan nya. Pemuda itu tetap melangkah maju, mendapati sebuah tangga yang memberinya jalan ke pintu utama Mansion tersebut. Jeno tidak takut, ia hanya merasa ragu akan tindakan nya apakah benar atau salah? Ia merasa kalau apa yang sepupunya katakan tidak masuk akal.
" Positif Jeno, gak mungkin itu terjadi... " Jeno melangkah menaiki anak tangga yang masih tertutupi oleh karpet merah yang kusam tidak terawat.
Jeno ingat betul ketika semua belum seperti ini, karpet itu dulu nya adalah tempat main nya bersama sepupu nya yang tidak lain dan tidak bukan adalah Jaemin. Sedangkan kakak Jaemin, menunggu di atas menatap kelakuan dua anak kecil sibuk perosotan di anak tangga dengan karpet di berikan sabun agar licin. Yang benar saja, sangat konyol sekali. Ia sempat menangis karena mendarat tidak tepat dengan alas membuat pantat nya dulu merah.
Entah tanpa sadar Jeno tersenyum mengingat masa kecil yang menyenangkan bersama sepupu nya yang justru sekarang terkenal amat kaku dan juga dingin.
Lelaki itu dengan cepat menepis bayangan itu, bayangan di mana sepupu nya menatap tajam ke arah nya dengan tatapan penuh dendam dan ada sesuatu yang entah Jeno tidak bisa mengartikan nya. Jeno melangkah menaiki anak tangga dan berdiri tepat di depan pintu utama yang kusam sekaligus suram. Jeno tidak mau berdiam diri, lelaki itu membuka pintu nya perlahan sehingga mengeluarkan suara decitan kasar.
Ia berusaha masuk ke dalam, dan mendapatkan pemandangan yang sangat amat membuat nya tidak percaya dengan apa yang ia bayangkan. Jeno melangkah masuk ke dalam lagi, ia kurang bisa mendeskripsikan apa yang ia lihat sekarang. Kaki jenjang nya melangkah masuk ke daerah ruang tamu yang gelap itu, dan lagi lagi Jeno membayangkan diri nya bersama Jaemin berlarian di sana.
Mengelilingi ruang tamu dengan Jaemin membawa lari botol yang berisikan air susu, sedangkan diri nya berlari mengejar sambil merengek. Jeno kembali tersenyum, ia merasa semua nya terlalu cepat berlalu dan berubah begitu cepat.
Bau busuk membuat nya kembali membuyarkan lamunan nya, Jeno menoleh ke arah sebuah lemari, lemari atau rak buku yang terletak di pojok ruang tamu. Ia agak jongkok ke bawah, melihat jika gagang rak nya terdapat bercak darah yang mengering di sana. Ukuran tangan nya sangat kecil, ia tidak mau membuka nya namun.
" Ngapain lo ke sini? " Jeno lantas berdiri dan langsung menoleh cepat ke arah sumber suara. Ia hanya diam membeku melihat objek di depan nya, tatapan tajam menusuk, mata yang terlihat kosong, ekspresi yang datar dan tidak ada senyum.
" Jaem.. Jaemin? "
KAMU SEDANG MEMBACA
MYSTERIOUS | Na Jaemin × You ( On Going )
Fiksi Penggemar" 𝐀𝐤𝐮 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐮𝐧𝐮𝐡 𝐛𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐚𝐭𝐚𝐬 𝐝𝐚𝐬𝐚𝐫 𝐤𝐞𝐬𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧, 𝐦𝐞𝐥𝐚𝐢𝐧𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐛𝐮𝐚𝐡 𝐭𝐮𝐠𝐚𝐬 𝐰𝐚𝐣𝐢𝐛 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐝𝐢 𝐥𝐚𝐤𝐬𝐚𝐧𝐚𝐤𝐚𝐧 " Kisah seorang Na Jaemin yang masih menjadi misteri dunia. Dan meninggalnya pu...