14🥀

75 15 0
                                    

"Tumben gak makan," ucap Erland yang baru menyadari bahwa Altha tak membeli makanan di kantin hari ini.

"Males makan gue Land," jawab Altha.

"Biasanya juga nomor satu ngantri di kios Bu Jamillah," ucap Erland.

Altha terkekeh mendengarnya. "Gak laper aja gue," katanya meyakinkan Erland.

"Permisi." Seorang gadis mendatangi meja keempat lelaki itu membuat beberapa pasang mata langsung menoleh ke arahnya.

Dia Isya-gadis pindahan yang langsung terkenal se antero SMA Abinegara karena mata violetnya. Bahkan banyak lelaki yang rela tunduk untuk mendapatkan hati Isya.

"Kenapa?" tanya Rangga.

"Aku boleh duduk di sini? Soalnya kursi lain udah penuh. Aku gak kenal siapa-siapa kecuali kalian." Demi Tuhan Altha melongo mendengar perkataan Isya.

Azka menunjuk bangku kosong yang berada tak jauh dari tempat mereka duduk. "Itu, ada bangku kosong. Lain kali jangan mudah bergaul sama laki-laki, apalagi bukan mahram."

Sungguh, Isya malu mendengar nasehat dari Azka. Dia ingin menjauh saat ini juga ketika mulai terdengar bisik-bisik.

"Oke, makasih ya." Gadis itu segera berlalu dari hadapan ke empat lelaki tersebut.

"Gue pergi ke kelas dulu ya," pamit Altha yang langsung diangguki oleh ketiga temannya.

𒀭𖧷𒀭

Altha duduk di kursi taman belakang sekolahnya. Suasananya yang asri membuat tempat ini cocok untuk bersantai. Bahkan, para guru sering memergoki murid-murid bolos pelajaran dengan tidur di taman ini.

Altha membuka jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Dia menatap memar di tangan tersebut.

"Selalu saja gini," gumam Altha.

Altha merogoh kantong celananya. Ia mengambil sebuah gantungan kunci kecil berbentuk ukiran bunga dandelion

Kata Ela, ini adalah gantungan pemberian bapaknya dulu disaat Altha belum lahir. Beliau berpesan kepada Ela bahwa anaknya nanti harus menjadi seperti bunga dandelion. Meskipun mudah rapuh dan terbawa angin, biji bunga ini akan mendarat di suatu tempat dan kembali tumbuh menjadi dandelion baru.

Dahulu, Altha tak paham ketika bundanya mengucapkan kalimat itu. Maklum, dia masih kecil. Ketika Altha bertanya apa maksudnya, Ela hanya menjawab, "Saat kamu besar nanti, kamu akan tau apa maknanya Altha."

Altha menggenggam gantungan yang selalu ia bawa ke mana-mana. "Aku gak pernah melihat langsung wajah Bapak gimana. Tapi, setiap hari aku selalu ngerasain Bapak ada di sekitarku."

Altha menggenggam tangannya lebih kuat. "Nyatanya, aku gak sekuat yang Bapak harapkan."

Ting!

Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Altha. Cowok itu segera mengecek ponselnya.

Bang Gibran
Lusa, saya ke Indonesia

𒀭𖧷𒀭

Di pertigaan, Altha berpisah dengan Erland karena rumah mereka beda arah.

Altha  menghentikan motornya sejenak, dia melihat ke arah motor Erland yang sedang melaju. Saat motor temannya itu sudah mulai menjauh, barulah Altha mengetikkan sesuatu di ponselnya. Dia kemudian menjalankan motor. Tidak menuju ke rumah, tetapi ke suatu tempat.

HASAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang