kangen dia

1K 112 3
                                    

"Jadi pak Arka nuduh saya?" Irene menatap Wonwoo dengan tatapan tidak suka. Setelah ia datang ke kafe tersebut dan menemui Wonwoo, Wonwoo bercerita mengenai kejadian semalam yang menimpa Mingyu. "Yang dulu aja bukan saya pak, saya nggak pernah nyuruh orang buat nyakitin Varo meski saya nggak suka sama Varo." Lanjut Irene. Ia menghela napasnya panjang.

Wonwoo menatapnya dengan lekat. "Saya minta maaf.." Balasnya, ia menatap cangkir kopi yang ada di depannya. "Karena setahu saya, yang nggak suka sama Varo itu cuma kamu." Lanjutnya.

"Nggak mungkin cuma saya kali pak, bisa aja itu orang lain yang suka sama pak Arka atau bahkan yang suka sama Varo. Emang pelakunya nggak mau ngaku pak?"

Wonwoo menggeleng pelan. "Dia bilang kalo itu kemauannya sendiri." Jawab Wonwoo. Wonwoo mendongak dan menghela napasnya. "Sekali lagi maaf." Ucapnya.

Irene mengangguk pelan. "Kalo gitu saya pamit pak, saya masih ada kerjaan." Ia berdiri dari duduknya, Wonwoo mengangguk untuk menanggapi dan Irene pergi dari sana. Memang, ia sudah melupakan Wonwoo, karena sejak hari itu, Wonwoo benar-benar menghindarinya.

Wonwoo menatap kepergian Irene, ia lalu mengambil cangkir kopinya dan meminumnya, lalu bangkit dan pergi dari sana setelah membayar. Ia kembali menyeberang ke arah bengkel, menunggu selama beberapa saat hingga mobilnya selesai diperbaiki, ia baru melaju pulang menuju rumahnya.

•••

Mingyu terdiam di kamarnya sembari berbaring di tempat tidur dengan tatapan kosong, ia memikirkan kejadian semalam tentu saja yang membuat dirinya merasa takut untuk keluar sendiri. Ia juga memikirkan siapa pria itu, kenapa pria itu menyakitinya sampai dua kali. Bahkan Mingyu tahu bahwa ia tidak pernah berseteru dengan orang lain.

Ia tidak sadar bahwa pintu kamarnya terbuka dan ibunya masuk, duduk di sisi tempat tidur dan tangannya menyentuh pundak Mingyu dan itu membuat Mingyu terkejut dan menoleh. "Mama?" Lirih Mingyu, ia lalu bangkit duduk sembari menatap ibunya. Jelas sekali ibunya habis menangis.

Tangannya di raih oleh ibunya, ia mengusap pergelangan tangan Mingyu yang sedikit memerah. "Ini nggak sakit sayang?" Tanyanya dan Mingyu menggeleng pelan. "Perlu mama obati?" Tanyanya lagi tapi Mingyu tetap saja menggeleng. Ia menghela napasnya panjang, meraih tubuhnya dan memeluknya dengan erat. "Maafin mama sama papa karena nggak bisa jagain kamu." Lirihnya dan air mata kembali turun dari kedua matanya.

Mingyu mengangguk pelan, ia membalas pelukan ibunya. "Mama sama papa nggak salah kok, Gyu udah nggak papa.." Balasnya.

Ibunya melepas pelukan tersebut, ia menangkup wajah anaknya, menerka bagaimana wajah itu yang masih menyimpan rasa takut. Ia mengusapnya dengan lembut dan pelan. "Mulai sekarang, mama nggak izinin kamu pergi sendiri atau pulang sampe malem." Ucapnya dan Mingyu mengangguk. Ia dan suaminya mengizinkannya karena keduanya dengan perlahan ingin menjadikan Mingyu lebih dewasa, tapi nyatanya keputusan keduanya salah.

Tangan kanannya bergerak mengusap air mata ibunya di wajah. "Mama jangan nangis.." Ucapnya sembari memanyunkan bibirnya.

Ibunya mengangguk sembari tersenyum. "Kamu udah sarapan tadi di rumah nak Arka?" Tanyanya dan Mingyu mengangguk. "Sama apa?"

"Pak Arka bikinin nasi goreng. Enak." Mingyu tersenyum dan itu membuat kelegaan pada ibunya.

"Siang nanti mau di masakin apa?"

"Ehm.. Terserah mama aja, masakan mama kan enak semua.."

"Mau bantu?"

"Mauu..." Mingyu tersenyum begitu lebar, ia lalu menurunkan kedua kakinya dari tempat tidur tersebut. "Ayo ma.." Ajaknya.

mingyu alvaroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang