Bagian sepuluh

31.9K 929 8
                                    

Happy Reading !!!

***

Eung, Dad …” lenguhan Rhea memenuhi kamar luas Xyan yang minim cahaya. Mengisi sunyi dengan alunan merdu yang semakin membuat Xyan semangat mencumbui Rhea yang kini sudah setengah telanjang.

Bluss yang semula di kenakan Rhea sudah berhasil Xyan tanggalkan. Bahkan Rhea tak tahu dimana letak pakaiannya itu sekarang. Rhea juga tak ingat dimana Xyan melepaskannya, mengingat mereka bercumbu sejak masih berada di living room, di tengah aktivitas menonton mereka.

Film yang semula Rhea anggap hanya film action biasa, nyatanya memiliki adegan panas di dalamnya. Dan karena itu mereka berakhir di ranjang sekarang. Xyan yang menyerang lebih dulu, tentu saja. Tapi Rhea tak bisa membohongi diri bahwa dirinya tak sanggup menolak. Cumbuan Xyan bagai candu untuknya. Melekat dan selalu Rhea rindukan.

Rhea memang gadis lugu, awalnya. Tapi setelah di perkenalkan dengan sentuhan-sentuhan itu, Rhea tak menampik bahwa dirinya suka. Rhea suka sensasi yang Xyan berikan untuk tubuhnya, entah itu ketika mereka berciuman atau ketika Xyan mulai melancarkan tangannya menyentuh titik-titik sensitif Rhea.

Seperti sekarang, tangan kasar yang besar itu sudah berada tepat di dada Rhea, memberi remasan-remasan lembut yang membuat Rhea semakin sering mengeluarkan desahannya. Belum lagi ciuman Xyan yang begitu memabukkan.

Rhea benci tubuhnya yang begitu mendamba, tapi tak dapat di pungkiri bahwa Rhea tak ingin ini segera berakhir. Dan sepertinya Xyan setuju dengan itu.

Dari pada menyudahi setelah melihat Rhea nyaris kehabisan napas, Xyan memilih menurunkan ciumannya, menjelajah leher Rhea yang sudah berkeringat, lalu semakin turun ke arah dada Rhea yang menantang.

Satu tangan Xyan meninggalkan dada Rhea, menggantinya dengan mulut hangat pria itu, sementara satu tangannya lagi masih bertahan di sana, memberi remasan-remasan yang semakin membangkitkan gairah Rhea. Di tambah dengan penelusuran lain yang dilakukan tangan Xyan yang bebas. Rhea semakin di buat mendesah. Napasnya yang terengah malah justru terdengar seperti alunan merdu yang menambah indah malam ini.

Usapan-usapan lembut di perut, Rhea rasakan, menambah gejolak gairah yang ingin segera dirinya capai. Membuatnya semakin tak karuan. Hingga tangan Xyan beralih membuka kancing jeans yang Rhea kenakan

Tidak sama sekali ada kesulitan untuk pria itu, karena tak lebih dari satu menit, celana yang semula Rhea kenakan terlepas dari kakinya, menyisakan celana dalam berenda yang masih menyembunyikan area paling privasi. Rhea ingin mencegah, tapi tubuhnya tak kuasa menolak. Kalimatnya yang nyaris keluar malah kembali tertelan, dan Rhea berakhir pasrah dibawah kukungan Xyan. Mendesahkan nama pria itu sambil mencengkeram erat seprai yang sudah di pastikan tak lagi berbentuk.

Rhea rasanya memang tak salah menilai Xyan sebagai hot daddy. Laki-laki itu benar-benar panas. Permainan tangannya yang begitu lihai dengan cumbuan bibirnya yang terasa memabukkan, membuat Rhea sukses dibuat merem melek. Pria itu begitu ahli membuat pasangannya belingsatan. Menjadikan Rhea seperti perempuan yang haus akan belaian, padahal ini adalah pengalaman pertamanya. Bersama Xyan Rhea mengenal sebuah sentuhan. Bersama Xyan Rhea mengenal gairahnya, dan bersama Xyan, Rhea merasa seperti perempuan murahan.

Namun benarkah itu? Benarkah Rhea gadis murahan? Rhea tak ingin mengakui itu sebenarnya, tapi mengingat apa yang dilakukannya dengan Xyan belakangan ini, membuat Rhea tak bisa mengelak. Apalagi hubungan di antara mereka hanya sebatas baby dan daddy. Hubungan yang sama-sama mendapat keuntungan dengan konsep berbeda. Rhea mendapat materi, dan Xyan mendapatkan kepuasan. Tapi ketika semua ini dilakukan, kenikmatan milik mereka berdua. Rhea tak bisa membohongi diri, bahwa dia suka. Setiap sentuhan yang Xyan berikan tak ingin Rhea hentikan. Rhea ingin Xyan terus mencumbunya, membelai tubuhnya hingga ia mendapatkan puncaknya. Kemudian mereka sama-sama tiba pada kepuasan yang diinginkan.

Rhea memang tak berpengalaman, tapi Xyan dengan sabar mengajarkan. Memberi arahan mengenai apa saja yang harus Rhea lakukan untuk memberi Xyan kepuasaan. Sampai akhirnya Rhea berhasil, menaklukan Xyan yang mengerang atas sentuhannya. Erangan penuh kepuasaan yang lebih dulu Rhea dapatkan. Dan sekarang, setelah sama-sama mencapai kenikmatan Rhea dan juga Xyan luruh dalam ranjang berantakan yang menjadi saksi mereka bergulat dalam gairah.

Tak sampai melepas keperawanan, sebab entah apa alasannya Xyan tak juga memasukan miliknya meski Rhea sudah mengerang, memohon dituntaskan. Laki-laki itu hanya memainkan menggunakan jarinya, menggoda dengan lidahnya, lalu menyecap rasa dengan mulutnya. Padahal gairah mereka dapat di katakan besar. Tapi Xyan masih bisa menahan dirinya. hanya meminta Rhea untuk memuaskan lewat mulutnya, tanpa menerobos selaput dara Rhea. Entah harus sedih atau justru senang, Rhea tak bisa mengartikan perasaannya saat sadar Xyan masih menjaga keperawanannya.

Dad—”

“Tidur baby. Sudah malam,” bisiknya menghentikan kalimat Rhea. Membuat Rhea diam dan memilih menurut, memejamkan kedua matanya dalam pelukan hangat Xyan dalam keadaan tubuh sama-sama telanjang. Hanya selimut tebal yang melindungi kulit mereka dari terpaan pendingin ruangan.

***

Mengerjap berkali-kali demi menyesuaikan cahaya, Rhea akhirnya bisa melihat langit cerah di luar sana. Dan itu sontak membuatnya terkejut. Rhea lantas bangun, hingga membuat kepalanya di serang rasa pening. Namun hal itu belum seberapa karena selanjutnya Rhea di buat panik oleh ketelanjangannya yang langsung saja menarik selimut demi menutupi tubuhnya.

Dengan awas, Rhea menatap sekeliling kamar, takut-takut Xyan berada di sana dan melihat tingkah konyolnya. Namun segera Rhea bisa menghela napas lega saat tidak mendapatkan tanda-tanda keberadaan laki-laki itu.

Meraih ponsel hanya untuk melihat jam, Rhea meringis pelan saat dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Untuk pertama kalinya, Rhe bangun sesiang ini.

Tak ingin semakin membuang waktu, Rhea membawa dirinya ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dari sisa pergulatannya dengan Xyan semalam.

Baby, kamu lagi mandi?” tanya dari arah kamar membuat Rhea segera mematikan air agar suaranya tak teredam.

“Kenapa Dad?”

“Sarapannya sudah siap, kamu cepatlah. Baju gantinya aku simpan di ranjang, ya, Rhe.”

Namun Rhea tak langsung menjawab. Untuk sesaat gadis itu terbengong, hingga akhirnya menyadari bahwa dia memang tidak membawa pakaian ganti. Dari rumah Trika, Rhea langsung meluncur ke apartemen Xyan dan sejak kemarin Rhea tidak sama sekali ingat akan hal itu. Sampai berada di kamar mandi, Rhea tak juga sadar bahwa dirinya tak memiliki pakaian lain. Tapi syukurnya Xyan tanggap. Tanpa bertanya, laki-laki itu langsung menyediakan apa yang Rhea butuhkan. Dan betapa malunya Rhea saat melihat isi paper bag dengan logo sebuah butik ternama terdapat pakaian lengkap dengan dalamannya. Dan sial, ukurannya pas. Pipi Rhea di buat memanas membayangkan Xyan tahu ukuran pakaian dalamnya.

Benar-benar memalukan!

Baby, sudah selesai belum?” dan teriakan itu menyadarkan Rhea dari bayangannya. Membuatnya bergegas mengenakan pakaian tersebut dan keluar dari kamar, menemui Xyan yang ternyata sudah duduk di ruang makan dengan beberapa hidangan yang terlihat begitu menggugah selera. Perutnya yang sudah kelaparan bergemuruh tak sabar.

Xyan yang seolah paham pun segera menarik kursi untuk Rhea duduk dan mempersilahkan gadis itu memakan apa pun yang Rhea inginkan. Jika semalam Rhea yang asyik menyaksikan Xyan yang makan dengan lahap, sekarang justru Xyan yang melakukan itu. Kekehan geli sesekali Xyan lantunkan dengan jemari terulur membersihkan sisa saus di bibir Rhea. Tapi entah karena lapar atau justru doyan, Rhea membiarkan saja hal itu dan terus menikmati makanannya.

“Setelah ini aku pulang, ya, Dad. Takut Mama khawatir dan juga curiga. Sekalian aku juga mau bantu Mama di restoran. Minggu gini biasanya restoran ramai,” ucap Rhea di tengah aktivitas makannya.

“Apa gak bisa tetap tinggal sampai sore? Aku besok pergi, Rhe,”

Mengukir senyum tipis, Rhea menatap lembut pria matang yang duduk di sampingnya. “Semalaman aku di sini nemenin Daddy. Kemarin malam, aku juga sama Daddy. Biarkan aku pulang, ya, Dad. Aku gak mau Mama dan adikku curiga. Lagi pula Trika biasanya akan datang untuk ikut bantu aku. Aku gak mau Mama tahu kalau semalam aku bohong. Daddy, paham ‘kan?”

***
See you next chap !!!

Hot DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang