Happy Reading !!!
***
“Rhea ikut sama ayahnya, Ka. Pagi tadi dia pergi.”
“Ke mana Tan? Liburan?”
Ibu Rhea tersenyum seraya menggelengkan kepalanya. Sama sekali tidak ada penjelasan yang diberikan tentang alasan kepergian Rhea. Diana malah justru memberikan barang yang sempat Rhea titipkan. Dan semua itu milik Xyan. Mulai dari kartu kredit, kartu akses apartemen, ATM, dan beberapa barang lainnya, yang tidak pernah Trika tahu pernah di berikan oleh sang ayah kepada sahabatnya. Membuat Trika bertanya-tanya ... sudah sejauh apa hubungan mereka? Namun lebih dari pada itu, Trika penasaran apa alasan yang membuat Rhea akhirnya memilih pergi bersama ayah kandungnya, padahal ia ingat betul bahwa Rhea tak mungkin meninggalkan ibunya.
“Apa ini ada hubungannya dengan permintaan gue, Rhe? Sebenarnya sudah sedalam apa perasaan lo sama bokap gue?”
Trika tak akan tahu, sebab bukan dirinya yang memiliki rasa itu.
Pulang dengan perasaan tak menentu, Trika melewati begitu saja ruang tamu yang di huni ayahnya. Trika abaikan juga sosok cantik yang baru saja keluar dari dapur rumahnya. Menaiki undakan tangga menuju kamarnya, Trika terus memikirkan mengenai tindakannya dengan kepergian Rhea yang mendadak.
Trika memang ingin Rhea menjauhi ayahnya, tapi bukan berarti dengan cara pergi meninggalkannya juga. Trika tidak bisa kehilangan sahabat seperti Rhea. Trika tidak bisa jauh dari teman yang selama ini selalu ada untuknya.
“Gue salah, ya, Rhe? Lo pasti marah sama gue. Maafin gue, Rhe.”
Apa yang ayahnya katakan benar, tidak seharusnya ia yang mengambil keputusan. Tidak seharusnya Trika yang memutuskan hubungan diantara sahabat dan ayahnya. Tidak seharusnya Trika ikut campur.
Xyan sudah setuju untuk menyudahi hubungannya yang terjalin bersama Rhea. Seharusnya Trika cukup diam, menjadi sosok yang menguatkan Rhea bahwa semua akan baik-baik saja. Mengatakan pada Rhea bahwa masih banyak pria baik yang lebih pantas mendampinginya.
Trika seharusnya pelan-pelan menjauhkan Rhea dari ayahnya. Seharusnya Trika tak usah mengatakan sosok lain di samping ayahnya. Trika memang tidak ingin memiliki ibu seusianya, tapi bukan berarti ia berhak mencampuri urusan ayahnya.
Kalimatnya hari itu terlalu blak-blakan. Terlalu menyakitkan untuk Rhea yang jelas-jelas menyimpan harapan pada ayahnya. Trika tak sadar akan dampak yang ditimbulkan dari kalimatnya yang dilontarkan. Dengan terang-terangan ia mengatakan ketidak setujuan. Dan Trika yakin bahwa itu amat menyakitkan untuk Rhea yang mendengar.
“Maafin gue,” bukan maksud hati membuat Rhea rendah diri. Trika hanya tidak ingin sahabatnya berakhir tersakiti oleh harapan-harapannya yang belum tentu bisa ayahnya penuhi. Bodohnya, Trika sendiri tidak tahu bagaimana perasaan ayahnya terhadap Rhea.
“Princess, Daddy sama Tante Zavia mau makan siang di luar. Kamu mau ikut gak?”
Suara Xyan membuat Trika cepat-cepat menghapus air matanya, dan menyembunyikan barang-barang yang Rhea kembalikan. “Trika di rumah aja, Dadd,” sahutnya berusaha terlihat biasanya saja. Namun Xyan yang peka menangkap jelas keanehan putrinya.
“Are you okay, honey?”
“I’m fine,” jawabnya mengulas senyum. “Daddy sama Tante Zavia pergi aja. Sekalian kencan,” ujarnya menggoda, seraya mengibaskan tangan tanda sebuah pengusiran. Tapi Xyan tak menghiraukan. Tatapannya masih dalam tertuju pada Trika yang berusaha membuang muka. Membuat Xyan semakin curiga dan yakin bahwa putrinya tak baik-baik saja.
“Kamu kenapa?” todongnya langsung.
“Aku gak apa-apa, Dad,”
Sayangnya Xyan tak mudah percaya begitu saja. Xyan tahu ada yang membuat anaknya tak baik-baik saja. Terlihat jelas dari wajah sembab Trika, juga keberadaan putrinya di rumah sebelum jam makan siang tiba. Padahal belum genap dua jam gadis itu pergi.
“Kamu gak jadi ke rumah Rhea?” karena seingatnya Trika akan pulang larut jika sudah bertemu dengan sahabatnya itu.
“Ck, sok tahu, deh!” dengusnya memutar bola mata. “Udah sana Daddy pergi, kasian Tante Zavia nunggu lama,” kembali Trika berusaha mengusir ayahnya. Tak siap jika harus mengatakan kepergian Rhea yang mendadak. Trika butuh memastikan perasaan ayahnya lebih dulu sebelum meyakini bahwa kepergian Rhea memang yang terbaik untuk mereka. Ya, meski Trika harus rela kehilangan sahabat sebaik Rhea.
“Kamu sama Rhea baik-baik aja ‘kan, Ka? Kalian—”
“Xyan, kita jadi pergi gak?”
Dan suara itu berhasil menyelamatkan Trika dari eksekusi ayahnya. Diam-diam Trika menghela napas lega dan segera mendorong ayahnya untuk pergi.
“Kalian senang-senang berdua aja, aku gak ganggu,” kata Trika seraya mengedipkan mata, menggoda dua sosok dewasa di depannya.
“Kamu serius gak ikut?” kembali Xyan memastikan, dan Trika menyakinkan bahwa dirinya memang benar-benar tidak ingin pergi.
“Trika di rumah aja. Dari kemarin kan aku udah gangguin Daddy sama Tante Zavia,” godanya lagi. Membuat wanita cantik di ambang pintu kamar memalingkan wajah. Malu. Itu yang Trika simpulkan. Sementara Xyan menanggapi dengan dengusan kecil, sebelum melangkahkan kaki keluar dari kamar putrinya. Mengajak serta Zavia untuk pergi. Meninggalkan Trika yang masih tersenyum-senyum menatap kepergian ayahnya bersama sosok perempuan yang begitu dirinya sayangi.
Zavia Zelenia. Nama wanita lembut itu. Sosok berharga yang hadir dalam hidupnya tujuh tahun lalu. Penyelamatnya dengan sang ayah yang terjebak di dalam kebakaran sebuah restoran karena sebuah kesengajaan. Trika tidak begitu mengingat kejadian itu, tapi ia tidak pernah lupa pada sosok penyelamatnya.
Tante Zavia, begitu Trika memanggilnya. Dan sampai hari ini Trika tidak pernah berhenti berharap agar kelak wanita anggun dan penyayang itu menjadi pelengkap kebahagiaannya dengan sang ayah.
Tiga tahun wanita itu tidak berada di tanah air karena memiliki banyak urusan. Dan sekarang Trika senang karena akhirnya Zavia kembali ke tengah-tengah antara dirinya dan Xyan. Namun satu perasaan yang tak bisa Trika pahami, nengenai Rhea yang masih belum bisa dirinya hubungi.
Ada sesal yang menghuni, ada rindu yang memburu, dan ada kehilangan yang tak mampu Trika jabarkan. Yang jelas, Trika tak begitu bersemangat menjalani hari meskipun Zavia selalu mengajaknya pergi, menemaninya menghabiskan hari, menonton drama, dan menjadi teman kesepiannya.
Semua yang Trika lalui belakangan ini terasa hambar. Berbeda ketika dirinya melakukan semua itu dengan Rhea. Mungkin karena faktor usia diantara mereka membuat semua yang berjalan tidak sesuai dengan harapan. Namun semakin hari di jalani, Trika sadar bahwa memang Rhea yang dirinya inginkan sebagai teman menjalani hari. Sayangnya, hingga dua minggu berlalu, Rhea tidak juga memberinya kabar. Sahabatnya itu benar-benar menghilang. Dan kecurigaan Xyan mulai Trika waspadai, karena bukan sekali dua kali ayahnya itu bertanya mengenai keabsenannya menemui Rhea. Dan entah alasan apa lagi yang akan Trika beri lain kali.
“Mungkin Rhea cuma pergi liburan aja, Ka. Kamu sendiri yang bilang kalau Rhea sudah lima tahun gak ketemu ayahnya.”
Hari ini Trika keluar dari rumahnya, menemui sang kekasih yang selalu menjadi teman curhatnya mengenai Rhea yang pergi. Minus cerita tentang hubungan ayah dan sahabatnya, karena Trika tidak ingin orang lain tahu. Itu masalah pribadi. Hanya Rhea dan Xyan yang berhak bicara. Karena Trika tidak ingin kembali salah mengambil langkah.
“Tapi Rhea gak bisa di hubungi sampai sekarang, El.”
“Positif thinking aja, mungkin Rhea gak mau di ganggu selama bersama ayahnya.”
Mau tak mau Trika mengangguk. Berusaha mempercayai apa yang kekasihnya katakan. Dan Trika pun memang mengharapkan hal itu. Rhea hanya butuh waktu untuk menenangkan diri dan mengembalikan kondisi hati. Sahabatnya itu akan kembali dengan jiwa baru yang berhasil menyembuhkan luka hati akibat Xyan yang tak bisa perempuan itu miliki.
Ya, seperti itu. Trika yakin.
***
See you next chap guys !!!
![](https://img.wattpad.com/cover/294995219-288-k682365.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Daddy
RomancePada dasarnya cinta adalah milik semua insan, tak peduli tua atau muda. Yang jelas mereka berhak memiliki rasa suka. Sama halnya dengan Rhea. Namun fakta bahwa pria yang dicintainya merupakan ayah dari sahabatnya membuat perasaan Rhea tak mudah berl...