Bagian Dua Puluh Enam

16.2K 641 22
                                        

Happy Reading !!!

***

“Kenapa harus Rhea, Pa? Kenapa harus Rhea yang menjadi jaminan? Bukan kah Papa juga memiliki anak perempuan dari selingkuhan Papa? Kenapa tidak dia aja yang Papa korbankan?”

“Rhea, jangan becanda! Nayla masih kecil.”

Ya, anak tiri ayahnya memang masih kecil. Enam tahun lebih tepatnya. Tapi mengapa tidak, anak itu bisa di nikahkan saat usianya sudah cukup.

“Kalau begitu kenapa gak istri papa aja? Dia masih muda, Rhea yakin perempuan itu tidak akan keberatan. Apa lagi melihat Papa yang sudah tua dan nyaris bangkrut, Rhea jamin perempuan itu tidak akan sanggup bertahan. Dia butuh pria ber-uang untuk menjamin hidupnya yang butuh banyak perawatan,” senyum mencemooh Rhea sunggingkan. Dan raut kemarahan dapat jelas Rhea tangkap di gurat wajah ayahnya. Namun pria paruh baya itu berusaha meredam, tak ingin sampai menyakiti putrinya yang masih menyimpan kecewa atas keputusannya berpisah dengan Diana. Rhea yang memang paling terluka. Dan Tama berusaha tak menambah kecewa anaknya.

“Rhe—”

“Kenapa? Apa Rhea salah bicara?”

Tama, yang tak lain ayah Rhea menghela napasnya panjang. Tangannya yang semula berada di atas meja, kini di angkat untuk memberi pijatan pada pelipisnya. Tama tak bisa berkata, sebab apa yang Rhea katakan memang benar. Vanya yang dirinya nikahi lima tahun lalu, bukan sosok perempuan baik. Istrinya itu adalah perempuan serakah yang mengincar kekayaan. Namun terlambat untuk Tama menyesali pernikahannya sekarang.

“Papa memilih kamu untuk menikahi anaknya teman Papa, karena Papa tidak ingin semuanya jatuh ke tangan Vanya. Semua yang Papa miliki sekarang adalah milik kamu dan Ryan, termasuk perusahaan. Semua sudah Papa rencanakan, dan akan Papa berikan ketika usia kalian siap. Tapi kebangkrutan justru menghampiri, dan jika Papa menyerahkan Nayla, semua otomatis akan jatuh pada Nayla dan ibunya. Papa gak mau. Lagi pula teman Papa ingin pernikahan berlangsung secepatnya. Dan cuma kamu anak perempuan yang usianya sudah siap dinikahkan.”

“Rhea gak mau, Pa!”

“Papa tahu,” sela Tama. “Papa tidak akan memaksa, Rhe. Biar Papa cari bantuan lain,” katanya terdengar pasrah.

Dan mendengar itu Rhea bukannya merasa lega, ia malah justru merasa bersalah. Raut putus asa yang di tampilkan ayahnya tak bisa Rhea abaikan begitu saja. Kebenciannya belum mampu mengalahkan rasa sayang Rhea terhadap orang tuanya. Dan kini Rhea kebingungan.

Rhea ingin membantu, tapi enggan mengorbankan masa depannya. Namun membiarkan ayahnya kesulitan, tak mampu Rhea bayangkan. Selama ini ayahnya selalu mengupayakan apa yang dirinya inginkan. Di masa lalu ayahnya selalu melakukan apa pun demi membuatnya bahagia. Dan sekarang tega kah Rhea membiarkan ayahnya kesusahan?

“Apa tidak ada cara lain selain menikah?”

Tama menggelengkan kepala. Andai ada, sudah Tama lakukan sejak awal. Sayangnya sang sahabat hanya mengajukan syarat sebuah pernikahan. Syarat yang begitu sederhana tapi berat untuk di setujui.

Rhea mendesah panjang. Mengajukan pinjaman tidak semudah yang di bayangkan, dan meminta bantuan jelas selalu ada yang harus di korbankan. Seperti yang sudah ayahnya coba. Ada syarat yang diajukan untuk sebuah bantuan. Karena nyatanya tidak ada siapa pun yang ingin dirugikan.

Namun kenapa harus Rhea yang menjadi jaminan?

“Papa tinggal dimana sekarang?” Rhea kembali membuka suara setelah menit-menit berlalu dengan keheningan.

“Papa nginep di hotel Samudera.”

“Papa gak tinggal kota ini?”

Tama menggelengkan kepala. “Papa ke sini untuk menemui teman Papa, sekalian ketemu kamu.”

Hot DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang