Bagian sebelas

29K 886 17
                                        

Happy Reading !!!

***

“Liburan nanti lo ikut ya, Rhe,” ucap Trika, sesaat setelah mereka mengambil duduk di kursi kantin.

“Dih, nggak! Itu ‘kan liburan lo sama bokap lo, Ka. Ya kali gue ikut. Nggak deh, makasi.” Rhea menolak cepat, benar-benar tidak ingin ikut serta. Karena Rhea sadar bahwa liburan yang Trika inginkan adalah liburan keluarga, dimana dia bisa membangun kedekatan yang lebih hangat dengan ayahnya. Keluarga satu-satunya yang Trika punya setelah kakek dan neneknya meninggal tiga tahun lalu. Rhea tahu, karena Trika pernah menceritakannya.

Ish, Rhe, liburan cuma berdua sama Daddy gak akan asyik. Dia pasti sibuk sama kerjaannya. Dan gue pasti malah main-main sendiri. Ikut, ya, ya. Please! Semua biaya Daddy gue tanggung. Lo cuma perlu duduk manis aja, temenin gue.” Raut penuh permohonan Trika tidak sama sekali Rhea hiraukan. Perempuan itu masih tetap menggeleng, menolak untuk ikut. Bukan hanya karena tidak ingin mengganggu acara anak dan ayah, tapi Rhea juga memang tidak bisa pergi

“Ayo, lah, Rhe. Gue gak ada temennya nanti,” rengeknya masih tak menyerah. Dan Rhea pun dengan keras kepala tetap menolak.

“Itu justru bagus. Lo bisa terus bokap lo temenin. Beliau kan udah janji mau ambil cuti,”

“Ck, cutinya bokap gue itu cuma gak masuk kantor. Kerjaan tetap jalan. Lagi buang air aja dia tetap sambil kerja. Gue gak mau kayak anak hilang waktu liburan nanti, Rhe. Please, ikut, ya?”

Dan sekali lagi, Rhea menggelengkan kepalanya. Tidak sama sekali terpengaruh dengan wajah penuh harap Trika. “Gue mau bantu Mama di restoran, Ka. Kasian beliau kerja dari pagi sampai malam terus. Gue gak bisa pergi liburan di saat orang tua gue justru kerja keras untuk mencukupi kebutuhan gue. Sorry Ka, bukannya gak tertarik, tapi gue gak bisa.” Ringis Rhea sedikit bersalah.

Trika yang mendengar alasan sahabatnya itu pun hanya mampu menghela pasrah, tak lagi berani memaksa. Cukup paham dengan keadaan keluarga Rhea. Akhirnya Trika mengalihkan topik ke hal yang sebentar lagi akan mereka hadapi. Ulangan semester. Sampai kemudian obrolan mereka terpotong oleh seseorang yang dengan tidak tahu dirinya duduk tanpa di persilahkan. Membuat Trika mendengus, sedangkan Rhea hanya memutar bola mata malas.

“Kok gak pesan makanan, Rhe? Mau aku pesenin?” tawar Tristan saat hanya mendapati minuman di meja yang diisi Rhea dan Trika.

“Gak, makasih.” Jawabnya singkat tanpa melirik sedikit pun pada mantan kekasihnya. Yang ada Rhea malah memalingkan wajah, benar-benar enggan menatap Tristan yang dulu pernah dicintainya. Meski harus diakui bahwa sekarang pun kenangan yang pernah dimilikinya dengan laki-laki itu belum sepenuhnya dapat dilupakan.

“Kenapa sih, Yang, kok jutek banget?” tanyanya dengan wajah sok polos yang membuat Trika ingin muntah.

“Cowok berengsek emang suka gak sadar diri!” cibir Trika memutar bola mata. Dan kalimatnya itu sukses mengalihkan Tristan.

“Cowok berengsek wajar kali, Ka. Namanya juga lagi nyari jati diri,” sahutnya membela diri.

“Ck, wajar!” decih Rhea tak begitu kuat, tapi cukup di dengar oleh laki-laki di sampingnya dan juga Trika. “Kalau nyakitin perempuan di anggap wajar, gue orang pertama yang gak setuju,” kali ini Rhea mengalihkan pandangannya, benar-benar menatap Tristan dengan sorotnya yang tak selembut biasanya.

Yang, yang itu kan udah aku jelasin. Aku gak benar-benar mau putus. Aku juga gak punya pacar lain selain kamu. Kemarin cuma dare aja, Yang!”

“Dan gue juga udah bilang kalau perasaan gue gak sebecanda itu. Lo yang mutusin gue. Jadi berhenti ganggu gue!” ujar Rhea tajam, seraya bangkit dari duduknya, meninggalkan Tristan dan Trika begitu saja.

Hot DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang