Bagian Enam Belas

22.7K 739 12
                                    

Happy Reading !!!

***

Setelah berkeliling mall nyaris seharian, Rhea dan Trika kini singgah di salah satu restoran demi mengisi perut keduanya yang sudah begitu keroncongan. Barang yang mereka butuhkan untuk kemah sudah terbeli beberapa menit sejak mereka memasuki mall. Namun memilih barang-barang lain yang tak begitu penting yang akhirnya menghabiskan waktu mereka di mal. Dan sekarang Rhea juga Trika merasakan pegal di kakinya masing-masing. Tapi tak dapat di bohongi bahwa keduanya begitu bahagia.

Rhea dan Trika begitu suka belanja. Satu kecocokan yang akhirnya menyatukan mereka. Namun belakangan Rhea memilih berhemat dan membeli apa yang kiranya memang di butuhkan saja mengingat keuangannya menipis setelah tidak lagi ada transferan dari ayah kandungnya. Tapi sekarang Rhea bisa bebas kembali. Ia bisa membeli apa pun yang diinginkannya dengan menggunakan uang dari Xyan.

Seperti Xyan yang bebas bersenang-senang atas dirinya, Rhea juga tak akan segan menggunakan uang pria itu. Toh itu haknya ‘kan? Masa bodo dengan anggapan orang tentang dirinya yang menjual diri, karena pada kenyataannya memang seperti itu.

Hari dimana ia menyetujui untuk menjadi baby dari hot daddy bernama Xyan, sejak itu pula Rhea harus merelakan segalanya termasuk kesuciannya. Tapi tak masalah, toh Rhea menyerahkannya kepada pria yang dirinya cintai. Setidaknya itu tak terlalu menyakitkan. Meskipun tetap saja hal tersebut merupakan tindakan bodoh.  Tapi … ya sudahlah. Sudah terlanjur juga. Sekarang Rhea hanya ingin menikmati waktu yang ada. Bersenang-senang sesuai dengan yang dirinya inginkan.

“Bokap lo udah mulai kirimin lo uang lagi, Rhe?” tanya Trika di tengah kegiatan mereka makan.

“Begitulah,” jawab Rhea mengedik singkat tanpa berani menatap sahabatnya, karena jelas saja Rhea enggan ketahuan berbohong oleh Trika. Tapi setelahnya Rhea menepuk jidat, seraya merongoh tas demi mengambil gawai yang sejak tadi terabaikan. Namun bukan pesan atau pun panggilan yang dirinya tuju, melainkan aplikasi mobile banking. Rhea baru teringat bahwa ia memiliki hutang kepada sahabatnya itu. Dan mumpung ingat, Rhea langsung mentransfer sejumlah uang ke nomor rekening Trika.

Thanks udah ngasih gue pinjaman, Ka,” ucap Rhea begitu berhasil menyelesaikan transaksi di ponselnya. Dan hal itu membuat Trika segera mengecek ponselnya yang baru saja berdenting. Menandakan ada notifikasi masuk.

“Rhe—"

“Gue tahu uang segitu bagi lo gak ada apa-apanya. Dan gue juga tahu lo tulus ngebantu gue. Tapi uang itu gue pinjam dari lo, udah sepatutnya gue mengembalikannya. Sekali lagi thanks, Ka,” sela Rhea sebelum Trika melanjutkan kalimatnya. Membuat perempuan itu menghela napas dan menatap Rhea dengan sorot dalam.

“Gue gak tahu harus bilang apa, Rhe. Tapi oke … gue terima. Sama-sama. Jangan sungkan minta bantuan gue kalau memang lo kesulitan. Gue akan berusaha untuk bantu.”

Rhea benar-benar terharu dengan ketulusan Trika. Membuatnya benar-benar merasa tak pantas menjadi sahabat dari perempuan baik itu. Rhea sudah jahat, ia sudah mengecewakan, mengkhianati Trika di belakang, dan menghancurkan perempuan itu perlahan. Rhea tak tahu bagaimana marahnya Trika jika suatu saat nanti semuanya terbongkar. Akankah ia masih bisa menjadi sahabat Trika? Bisakah mereka sedekat ini? Rhea tak bisa membayangkannya.

****

“Jangan lupa jaket, Rhe, Ka” Diana yang tengah membantu putri dan sahabatnya berkemas untuk persiapan pergi kemah, mengingatkan barang penting itu mengingat puncak begitu dingin, terlebih di malam hari.

“Udah Ma,” sahut Rhea seraya menutup kopernya. Sementara Trika masih terlihat kesulitan memasukan barang-barang yang akan dibawanya.

“Ketauan banget gak pernah ngelakuin semua ini sendiri,” ejek Rhea. Menghadirkan dengusan Trika yang masih berusaha agar semua barang bawaannya cukup di koper yang akan dibawanya. Hingga akhirnya Diana datang menghampiri dan membantu Trika dari awal sampai selesai. Membuat Rhea yang menyaksikan itu memutar bola mata dengan bibir mencebik.

“Berasa anak tiri di rumah sendiri,” katanya sambil mengibas-ngibaskan tangan di depan wajah. Mengalihkan Trika dan Diana lalu keduanya sontak tertawa.

“Biarin nyokap lo nikah sama Daddy gue aja lah, Rhe. Biar beneran lo jadi anak tiri,” ujarnya masih dengan tawa. Namun hal itu malah justru mengejutkan Rhea, hingga membuatnya tersedak liurnya sendiri, kemudian menatap tajam sahabatnya itu.

“Gimana Tan, mau gak jadi Mama tiri aku? Daddy aku masih muda, loh. 37 tahun,” dan kedipan jahil Trika berikan ke arah ibu Rhea. Namun yang terkejut bukan Diana melainkan Rhea yang begitu tak menyangka dengan kenyataan usia Xyan.

“Serius Ka, bokap lo tiga puluh tujuh tahun?” dan anggukan yakin menjadi jawaban yang Trika berikan. “Bukan karena dia mudain usianya di KTP?”

Pletak.

“Bokap gue emang baru umur segitu. Grandma gue bilang, dulu Daddy nikah muda. Enam belas tahun. Gara-gara sok kegantengan dia buat kesalahan. Hamilin anak orang,” Trika bercerita. Membuat Rhea bertambah terkejut. Pun dengan Diana yang ikut mendengarkan. “Grandpa marah besar saat itu. Beliau nyaris bunuh Daddy dengan tangannya sendiri, tapi Mama gue dengan cepat ngehalangin. Dia bilang, kalau Daddy mati, anaknya bagaimana? Dia gak bisa ngebesarin anaknya sendiri. Bagaimanapun Daddy harus tanggung jawab. Sampai akhirnya Grandpa mengalah dan nikahin mereka. Sayangnya nyokap gue gak bisa diselamatkan. Dia mengalami pendarahan hebat saat ngelahirin gue, dan meninggal sebelum gue bisa lihat wajahnya.”

Mengerti dengan kesedihan sahabatnya, Rhea langsung membawa Trika ke dalam pelukannya. Rhea benar-benar tidak menyangka bahwa ceritanya semenyedihkan itu. Ini untuk pertama kalinya Trika mau menceritakan detailnya. Dan Rhea tahu itu pasti amat menyedihkan.

“Tapi gue beruntung punya Daddy,” kata Trika seraya mengusap air matanya dan senyum mulai kembali terukir. “Di saat kebanyakan ayah akan menelantarkan anaknya karena tak kuasa merawat buah hati mereka tanpa istri, Daddy berjuang membesarkan gue. Dia menyayangi gue melebihi dirinya sendiri, mengajarkan gue segala hal, dan melindungi gue. Seberapa pun sibuknya dia, Daddy selalu menyempatkan diri untuk menengok gue. Grandma bilang, bahkan Daddy bawa gue setiap kali dia pergi kerja. Kantor dia sudah seperti rumah kedua untuk gue. Daddy memilih melepas pendidikannya dan mulai belajar bisnis sama Grandpa. Sampai akhirnya semua pencapaian itu dia dapatkan, dan gue …”

Trika mengangkat kedua bahunya, senyumnya bertambah lebar mengingat apa yang nenek dan kakeknya ceritakan tentang sang daddy. Dan sungguh Trika bangga pada ayahnya. Di balik rasa kesalnya karena sejak dirinya tumbuh menjadi remaja Xyan jarang berada di rumah dan jarang menemaninya, Trika tetap menyayangi Xyan. Dan Trika begitu berterima kasih kepada ayahnya yang sudah mengorbankan banyak hal untuknya di masa lalu. Sekarang sudah saatnya Trika memahami ayahnya, mengerti akan kesibukan pria itu. Namun jauh dari semua itu, Trika berdoa bahwa kelak sang ayah mendapatkan kebahagiaannya. Selama ini Trika tak menutup mata. Ia tahu betapa kesepiannya pria itu. Xyan sibuk bekerja bukan semata-mata untuk mengumpulkan uang, Xyan bekerja keras untuk menyibukkan diri, membuatnya lupa akan luka yang mungkin belum bisa disembuhkan.

Trika sadar ayahnya tak baik-baik saja selama ini, tapi demi dirinya pria itu tetap menjaga kewarasannya. Dan Trika begitu bersyukur memiliki Xyan sebagai ayahnya.

***

See you next chap !!!

Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya

Hot DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang