Happy Reading !!!
***
Hari ini Rhea sudah berada di puncak bersama Trika dan teman-teman kuliahnya. Mereka akan melakukan banyak kegiatan untuk mengisi liburan. Dan kini barbeque sedang di lakukan untuk mengisi malam pertama mereka di puncak, setelah siang tadi lebih banyak mereka gunakan untuk bebenah dan istirahat.
Kepergian Rhea tak sempat mengabari Xyan karena laki-laki itu cukup sulit di hubungi. Baik olehnya yang diam-diam mau pun oleh Trika yang bahkan seharian kemarin menggerutu tiada henti. Terlihat begitu sebal dengan sang ayah yang sudah kembali pada mode sibuk sekembalinya mereka dari Santorini. Beruntung Rhea masih bertemu Xyan tiga hari lalu, dan menghabiskan waktu bersama semalaman. Tapi tetap saja, nyatanya Rhea juga merindukan pria itu sekarang, apa lagi kini menyaksikan beberapa temannya yang berpasangan sambil menikmati alunan musik dari gitar yang di mainkan salah satu teman fakultasnya. Trika dan Elard termasuk pada pasangan yang menikmati malam indah ini. Membuat beberapa orang iri termasuk Rhea sendiri yang memilih berdiri di depan pemanggang.
Acara yang mereka adakan memang terbuka bebas untuk siapa saja. Dan Trika jelas tidak akan melewatkan kesempatan untuk membawa sang pujaan hati. Terlebih status mereka sudah menjadi pasangan. Andai Rhea pun bisa membawa Xyan, sudah dapat di pastikan bahwa kemahnya ini akan lebih menyenangkan. Sayangnya …
Rhea segera menggelengkan kepala agar berhenti berfikir mengenai Xyan. Memilih fokus memanggang sampai akhirnya satu sosok yang tak ingin Rhea temui hadir di depannya dengan senyum tampan yang selalu sukses membuatnya terpikat. Sayangnya itu dulu, karena sekarang Rhea justru muak melihatnya. Rhea juga merutuki kenapa harus Tristan ikut dalam kemah ini. Mengganggu suasana menurutnya.
“Makin cantik aja sih, Rhe,” godanya seperti biasa. Namun Rhea memilih mengabaikan, bersikap seolah dirinya tidak mengenal Tristan. Sayangnya, laki-laki itu bukan sosok yang mudah menyerah. Tristan terus melayangkan aksi menggoda Rhea, membahas perihal kenangan mereka di masa pacaran dulu dan berharap bisa menambah kenangan lagi. Tapi tentu saja Rhea tak sudi mewujudkannya.
Merasa sudah benar-benar terganggu dengan ketidak tahuan diri Tristan, Rhea memilih meninggalkan tempat pemanggang, pergi dari sana tanpa menoleh lagi meskipun beberapa teman yang bersamanya memanggil, pun dengan Tristan yang bertanya ke mana tujuan Rhea. Menurutnya itu bukan urusan Tristan lagi. Rhea sudah benar-benar muak pada mantan kekasihnya itu.
Meninggalkan Trika yang asyik dengan Elard dan beberapa orang lain, Rhea memilih kembali ke tenda, meninggalkan acara yang belum usai. Rhea sudah tak lagi berminat untuk tinggal di sana, terlebih meladeni Tristan yang benar-benar menyebalkan. Meskipun cintanya terhadap pria itu sudah tak lagi ada, rasanya tetap kesal saat melihat wajahnya. Terlebih mengingat alasan mereka putus.
Baru saja hendak membaringkan tubuh, suara ponsel yang menandakan akan sebuah telepon masuk membuat Rhea mengurungkan niatnya untuk rebahan. Bibir Rhea tersungging begitu melihat siapa yang menghubunginya.
Tanpa menunggu lama, Rhea langsung menggeser tombol hijau di layarnya dan segera mengarahkan ponsel ke depan telinga sambil berusaha menahan luapan bahagianya.
“Halo,” sapa Rhea pertama kali. Dan balasan dari seberang sana membuat senyumnya semakin lebar. Rhea benar-benar bahagia mendapat panggilan dari Xyan, membuat rindunya yang semula menyiksa perlahan terobati.
“Gimana liburannya, menyenangkan?” tanya sosok di seberang telepon.
“Lumayan,” jawaban singkat itu yang Rhea berikan karena ia tak tahu apa yang harus di katakan. Liburannya baru berjalan, belum banyak kegiatan yang mereka lakukan. Jadi Rhea belum bisa sepenuhnya menilai. Tapi sejauh ini cukup menyenangkan. Rhea hanya terganggu dengan keberadaan Tristan. Selebihnya ia tak ada masalah.
“Aku di villa,” ucapnya tiba-tiba. Membuat Rhea terdiam, mencerna maksud dari kalimat Xyan. Sampai beberapa detik berlalu ia mulai paham dan melirik bangunan villa yang berada tak jauh dari tenda-tenda yang menjadi tempatnya dan teman-teman yang lain menginap. Namun untuk memastikan Rhea menanyakan letak villa Xyan. Dan Rhea tak salah bahwa ternyata villa yang di maksud Xyan memang Villa yang saat ini tengah Rhea pandangi dari tendanya.
“Daddy lagi ada acara juga?”
“Nggak,”
“Lalu?” kerutan heran begitu nampak di kening Rhea. Sampai akhirnya jawaban yang pria itu ucapkan membuat rasa panas menyebar di seluruh wajahnya. Rhea benar-benar tak menyangka bahwa Xyan datang menyusulnya. Meskipun Rhea tahu apa yang akan mereka lakukan ketika bertemu. Tidak jauh-jauh dari kesenangan yang selalu mereka lakukan di atas ranjang. Apa lagi memangnya?
Selama ini Xyan belum pernah mengajak Rhea keluar, jalan-jalan atau melakukan hal semacamnya. Mereka selalu menghabiskan waktu di apartemen. Bermesraan. Namun harus Rhea akui bahwa itu membuatnya senang. Berada dalam pelukan Xyan membuat Rhea nyaman. Ia tidak ingin yang lain, selain berada di dalam dekapan Xyan. Kalau bisa selamanya. Tapi Rhea sadar bahwa itu tidaklah mungkin. Suatu saat nanti mereka akan berpisah. Entah Xyan yang meninggalkan karena menemukan wanita yang tepat, atau Rhea yang menyerah kalah. Itu hanya akan terjawab nanti, ketika waktunya. Sekarang … nikmati saja dulu, sebab hidup hanya sekali, maka jangan di sia-siakan.
“Kamu lagi sama teman-teman kamu?” tanya itu kembali terdengar, membuat Rhea yang sudah berada di luar tendanya melirik ke arah teman-temannya yang masih asyik mengobrol, bernyanyi, dan tertawa. Kepalanya refleks menggeleng, tapi dengan cepat tersadar bahwa Xyan tak mungkin dapat melihatnya.
“Aku lagi di tenda,”
“Ngapain?” nada keheranan Xyan malah membuat Rhea menarik kedua sudut bibirnya ke atas.
“Ngobrol sama Daddy,”
Dan jawaban Rhea tersebut berhasil meloloskan tawa Xyan di seberang sana. “Kamu menggodaku, Baby?”
“Mana ada!” sanggah Rhea cepat. “Aku cuma bicara apa adanya, Dadd,” tambahnya kemudian.
“Jadi kamu lebih memilih bersamaku dari pada dengan teman-teman kamu?” kalimat itu di ucapkan dengan nada menggoda. Membuat Rhea tiba-tiba saja salah tingkah dengan rasa panas kembali menjalari wajahnya. Dan Rhea yakin bahwa sekitaran pipinya memerah sekarang. Beruntung tidak ada siapa pun di dekatnya. “Sepertinya kita memang sama. Aku juga memang ingin di temani kamu, Rhe,” tambahnya setelah beberapa detik berlalu dengan kesunyian karena Rhea tak tahu harus memberi jawaban apa. Mengelak jelas hanya akan membuatnya semakin munafik. Sedangkan jika mengiyakan Rhea tak begitu berani. Ia malu. “Bisa temui aku di Villa? Aku merindukanmu.”
Tak perlu di jelaskan secara detail, sebab sama seperti Xyan, Rhea pun tentu saja merindukan pria itu. Namun masalahnya bagaimana bisa Rhea pergi tanpa membuat teman-temannya termasuk Trika curiga atau justru khawatir? Apa yang harus dirinya katakan pada mereka? Pada Trika yang kebetulan menjadi temannya di tenda.
***
See you next chap!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Daddy
RomancePada dasarnya cinta adalah milik semua insan, tak peduli tua atau muda. Yang jelas mereka berhak memiliki rasa suka. Sama halnya dengan Rhea. Namun fakta bahwa pria yang dicintainya merupakan ayah dari sahabatnya membuat perasaan Rhea tak mudah berl...