Happy Reading !!!
***
Kepergiannya tak bisa di tunda sebab sang ayah masih memiliki tanggung jawab di kantornya. Rhea yang awalnya berniat berpamitan secara benar pada Trika dan Xyan, tak jadi melakukan itu. Memilih memutuskan untuk menitipkan pesan pada ibunya sekaligus menitipkan barang-barang yang ingin dikembalikannya pada Xyan.
Rhea tidak tahu dirinya akan kembali atau tidak, sebab mengenai dimana dirinya tinggal setelah menikah belum mereka bahas. Mengenai kuliah pun belum sempat di bicarakan. Sekarang, Rhea hanya ingin bertemu dengan pria yang akan dinikahkan dengannya. Harap-harap sosok yang akan menjadi pendampingnya sesuai dengan harapannya.
Namun sebelum bertemu dengan calon keluarga suaminya, Rhea lebih dulu di bawa ke rumah ayahnya. Rumah yang ternyata lebih besar dari tempat tinggal mereka dulu. Rumah yang beberapa tahun lalu sudah ibunya jual meski banyak kenangan yang tersimpan.
“Rhea, ayo masuk,”
Lamunan Rhea terputus oleh panggilan Tama yang sudah berada di teras rumah. Sedangkan Rhea masih berdiri di samping mobil yang menjadi tumpangannya dari bandara ke tempat tinggal ayahnya. Cukup jauh, dan Rhea memilih tertidur sepanjang perjalanan. Selain karena mengantuk akibat tidak tidur semalaman, Rhea juga memikirkan Xyan dan perempuan yang dilihatnya kemarin. Perempuan yang begitu sempurna jika di bandingkan dengannya.
Meskipun sejak awal sadar bahwa Xyan tak mungkin untuknya, Rhea pernah berharap bisa menjadi pendamping pria itu di masa depan. Tapi ternyata memang hanya sebatas penghibur yang Rhea perankan untuk Xyan.
Seharusnya tidak ada kecewa yang Rhea rasa setelah apa yang sudah mereka lakukan. Sejak pertama kali menerima ajakan Xyan menjadi seorang baby, Rhea sudah siap dengan konsekuensi. Tapi Rhea tak pernah menyangka bahwa melihat pria itu bahagia bersama perempuan lain akan semenyakitkan ini.
Mengesampingkan dulu Xyan dari pikirannya, Rhea kini melangkahkan kaki menyusul ayahnya, masuk ke dalam hunian asing yang sialnya milik perempuan yang berhasil menghancurkan kebahagiaan keluarganya.
“Kok sepi, Pa?” mengamati sekeliling bangunan megah dua lantai ini, Rhea meringis pedih mengingat bagaimana lima tahun ini dirinya hidup bersama adik dan ibunya. Mereka memang tidak pernah sampai terlunta-lunta, tidak pernah sampai hidup kesulitan. Tapi perjuangan ibunya hingga berada di titik ini tidak bisa di anggap remeh. Rhea menyaksikan jatuh bangunnya sang ibu setelah bercerai dari ayahnya.
“Nayla sekolah. Vanya mungkin arisan,”
Dan Rhea hanya mengangguk singkat, tak lagi berniat mengetahui lebih lanjut tentang keluarga baru ayahnya. Toh, Rhea sudah bisa menebak. Sejak awal bertemu Vanya -ibu tirinya- Rhea sudah tahu perempuan seperti apa yang ayahnya nikahi.
Rhea bukan tidak mengingatkan ayahnya tentang seberapa tidak pantasnya perempuan itu menjadi pendamping ayahnya. Namun Rhea yang saat itu masih seorang remaja, tidak didengarkan pendapatnya. Sekarang Rhea rasanya ingin mencibir, tapi tak kuasa melihat ayahnya yang kesulitan.
“Ini kamar kamu,” Tama membuka salah satu pintu di lantai dua. Menampilkan ruangan cukup luas yang di lengkapi dengan tempat tidur, sofa, lemari, dan pelengkap kamar pada umumnya. Warna cat yang di gunakan menyerupai kamar Rhea di rumahnya yang dulu. Seolah ini memang sengaja di sediakan untuknya.
“Kamu istirahat aja dulu, Papa harus ke kantor. Nanti malam kita langsung ketemu keluarga calon suami kamu,”
Rhea hanya merespons lewat anggukan, lalu membiarkan ayahnya pergi meninggalkannya sendiri di rumah yang masih asing untuknya tempati. Namun Rhea bersyukur karena istri ayahnya sedang tidak ada di rumah, setidaknya untuk beberapa jam ke depan, Rhea bisa istirahat dengan tenang, sambil menyiapkan diri bertemu calon suami, sekaligus menghadapi ibu tirinya yang jujur saja enggan Rhea akui.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Daddy
RomancePada dasarnya cinta adalah milik semua insan, tak peduli tua atau muda. Yang jelas mereka berhak memiliki rasa suka. Sama halnya dengan Rhea. Namun fakta bahwa pria yang dicintainya merupakan ayah dari sahabatnya membuat perasaan Rhea tak mudah berl...