Bagian Tiga Puluh Tiga

15.4K 717 21
                                    

Happy Reading !!!

***

“Saya minta maaf, Jan, tapi saya tetap tidak bisa melanjutkan perjodohan ini. Kamu lihat sendiri bukan bagaimana Rhea ketakutan melihat keberadaan Vendra? Saya tidak ingin Rhea semakin terguncang,” Tama benar-benar tidak bisa membuat anaknya semakin menderita. Melanjutkan perjodohan dengan Vendra sama saja dengan dirinya mengantarkan Rhea pada penderitaan yang tidak berujung.

“Tapi kamu tahu itu bukan salah Vendra, Tam. Anak saya tidak menyakiti Rhea,”

“Saya tau,” sela Tama cepat seraya melirik laki-laki muda di depannya, yang sejak tadi hanya diam. “Rhea sudah mendapatkan trauma ini sebelum dia bertemu Vendra. Tapi, Juna. Saya tetap tidak bisa. Saya tidak tega.” Tama menggelengkan kepalanya lemah. Benar-benar tidak mampu jika harus mengorbankan anaknya yang bahkan sedang tidak baik-baik saja.

“Bantuan saya sudah masuk ke perusahaan kamu, Tama! Kamu tidak bisa seenaknya membatalkan perjodohan ini. Ingat perjanjian kita di awal, Tama!”

“Tapi ….” Tama menghentikan kalimatnya, tidak sama sekali memiliki bantahan untuk apa yang dikatakan teman lamanya itu. Tapi Tama juga tidak bisa melanjutkan perjodohannya. Semula ia pikir Rhea baik-baik saja. Ia tidak tahu menahu mengenai trauma yang di derita putrinya. Sekarang, Tama bahkan sangsi Rhea mau melanjutkan pernikahan yang sudah tersusun. Bukan hanya dari Rhea, Tama juga tidak yakin Vendra mau melanjutkannya melihat bagaimana keadaan Rhea sekarang.

Mendesah panjang, Tama kemudian melirik temannya yang berwajah keras, terlihat jelas pria itu tengah menahan amarahnya. Lalu setelahnya Tama larikan pandangan pada sosok Vendra yang tidak sama sekali memberi komentar, untuk sekedar menyerukan pendapatnya. Laki-laki itu bungkam dengan ekspresi yang tidak dapat dijabarkan. Entah keberatan atau justru baik-baik saja dengan keputusan yang ayahnya berikan.

“Apa kamu yakin Vendra mau menerima Rhea yang bahkan baru di sentuh sedikit saja sudah histeris?” Tama masih berusaha mencari peruntungan. Harap-harap temannya itu mau kembali mempertimbangkan keputusannya. Karena sungguh, kini Tama merasa tak yakin dengan rencananya menikahkan Rhea dengan anak dari teman SMA-nya. Tama takut putrinya tak bahagia. Tama takut Vendra menyakiti Rhea. Ia memang belum tahu apa yang dilakukan Vendra kepada putrinya. Tapi melihat dari reaksi Rhea yang benar-benar merasa ketakutan, pastilah anaknya itu mendapatkan hal yang tidak menyenangkan dari Vendra yang sejak awal dirinya anggap sebagai pria penyayang.

“Vendra tidak akan keberatan,” sahut cepat Juna, membuat Tama segera melirik pria muda di depannya yang sama sekali tidak memberikan reaksi apa pun. “Lagi pula banyak ahli kejiwaan yang mampu menyembuhkan trauma Rhea,” tambah Juna tersenyum penuh kemenangan.

Jelas saja Tama tak lagi memiliki alasan. Tidak ada bantahan yang bisa di keluarkan sebab Juna selalu bisa menyangkal.

Menghembuskan napasnya sedikit kasar, Tama beranjak dari duduk hendak kembali ke ruang rawat putrinya, namun satu sosok yang di tangkap netranya, membuat Tama tak jadi mengambil langkah. Tama diam di tempatnya dengan sorot lurus ke depan. Pada sosok yang tengah berjalan tenang ke arah meja. Awalnya Tama kira bahwa sosok itu hanya akan makan siang seperti mereka, tapi tak di sangka Xyan justru meminta bergabung dengan mereka.

“Om sudah mau kembali?” hanya anggukan kecil yang Tama berikan. Masih belum tahu apa yang mau di lontarkan pada sosok yang terlihat anaknya butuhkan. Tama tidak mengetahui hubungan apa yang ada diantara pria matang itu dengan putrinya, namun melihat dari seberapa tenangnya Rhea di dalam pelukan pria itu, Tama tahu bahwa hubungan diantara keduanya tidaklah sesederhana yang dibayangkannya.

“Saya mau bicara sebentar bisa?”

Karena penasaran, Tama akhirnya mengangguk dan kembali duduk di kursinya, di susul oleh Xyan yang lebih dulu menyapa dua sosok lain di sana.

Hot DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang