Happy Reading !!!
***
"Lo ke mana aja jam segini baru pulang?” cerca Rhea saat membukakan pintu rumahnya untuk Trika yang menghubunginya lima menit lalu, memberitahu keberadaan perempuan itu di depan. Dan Rhea benar-benar berdecak ketika melirik jam yang ternyata sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
“Guenya suruh masuk dulu kali, Rhe. Cape nih,” ujarnya memelas, membuat Rhea akhirnya membuka lebar pintu pagar dan mengajak Trika masuk ke dalam kamarnya yang ada di lantai dua, bersampingan dengan kamar Ryan yang masih terdengar ramai karena kebetulan teman-teman adiknya itu sedang menginap, sementara sang ibu berada di kamar bawah, mengistirahatkan tubuh lelahnya.
Setelah menutup pintu dan menguncinya, Rhea langsung duduk di sofa panjang yang berada di sisi ranjangnya lalu menatap Trika dengan sorot meminta penjelasan.
“Nanti gue ceritain, Rhe. Sekarang gue pinjem baju sama kamar mandi lo dulu ya,” cengirnya, lalu berjalan menuju lemari Rhea dan mengambil gaun tidur tipis milik Rhea, setelah itu Trika bergegas masuk ke dalam kamar mandi meninggalkan Rhea dengan dengusannya.
Sekitar tiga puluh menit Rhea menunggu Trika selesai, hingga akhirnya mereka bisa duduk di ranjang dengan Rhea yang siap mendengar cerita. Dan Trika pun sepertinya tidak memiliki pilihan lain selain menceritakan aktivitasnya nyaris seharian dengan sang pujaan hati. Dan Rhea hanya menggeleng kecil sebagai tanggapan, sesekali akan mendengus dan memutar bola mata. Namun senyum tetap terukir di bibirnya, ikut bahagia dengan kebahagiaan temannya yang akhirnya berhasil juga meluluhkan pangerannya setelah hampir dua tahun berjuang. Ya, meskipun sekarang pun belum ada hubungan diantara Trika dan Elard, tapi mendengar cerita Trika barusan membuat Rhea tahu bahwa Elard sudah berhasil sahabatnya luluhkan.
Setelah mendengar cerita Trika, Rhea membiarkan sahabatnya itu untuk tidur karena dapat Rhea lihat sendiri lelah di wajah perempuan itu. Awalnya pun Rhea akan melakukan hal yang sama, tapi urung ketika mendapati telepon dari Xyan. Dan sekarang Rhea memilih berdiri di balkon kamarnya, dengan ponsel di depan telinganya.
“Trika ada di rumahmu?” tanya itu yang pertama Xyan keluarkan setelah sapaan halo beberapa menit lalu.
“Iya Trika nginap di rumahku, dia baru tidur,” jawab Rhea seraya melirik ke arah ranjang, menatap sahabatnya yang terlelap.
“Syukurlah,” ucapnya terdengar lega. Dan Rhea hanya menanggapi dengan anggukan singkat meski sadar Xyan di seberang sana tidak akan bisa melihatnya. Lalu setelahnya keheningan terjadi membuat Rhea mengira bahwa sambungan terputus. Tapi nyatanya tidak karena detik panggilan mereka masih berlangsung.
“Dad,” panggil Rhea setelah bermenit-menit berlalu dengan keheningan yang membuat Rhea mengerut dalam, tak paham dengan kecanggungan yang ada diantara mereka.
“Aku pulang lebih cepat dari seharusnya, karena kerjaan di sana sudah selesai,” terangnya tiba-tiba.
“Oh, gitu,” Rhea hanya menanggapi seadanya, karena sungguh dirinya sendiri pun bingung harus merespons seperti apa. Sore tadi Rhea memang sempat berharap Xyan ada menghubunginya, tapi Rhea tidak menyangka bahwa Xyan akan benar-benar menjelaskan keberadaan laki-laki itu di restoran ibunya tadi, meski sebenarnya penjelasan mengenai perempuan yang bersama laki-laki itu yang paling ingin Rhea dengar, tapi Rhea tak memiliki keberanian untuk bertanya hingga akhirnya hanya merespons seadanya dan membiarkan suasana diantara mereka kembali sunyi untuk waktu yang cukup lama.
“Kenapa belum tidur?”
Rhea kira Xyan akan menyudahi obrolan mereka setelah tahu keadaan Trika, tapi ternyata tidak. Xyan terdengar masih ingin memperpanjang obrolan ini, dan jujur, diam-diam Rhea merasa senang karena sesungguhnya dia pun masih ingin mengobrol dengan laki-laki itu meskipun tidak tahu harus membahas apa.
“Belum ngantuk,” karena nyatanya kantuk Rhea memang benar-benar hilang setelah mendengar suara Xyan.
“Jangan di biasakan tidur larut malam, Rhe, gak baik,” di tengah hangat yang mendera hati, Rhea mencebikkan bibirnya, mencibir Xyan yang tak sadar diri. Dan Rhea juga masih ingat beberapa malam lalu justru laki-laki itu yang tak membiarkannya tidur. Xyan terus mencumbunya, hingga kantuk yang menyerang harus Rhea abaikan.
“Udah kebiasaan, Dad,” itu memang benar, setelah kuliah, Rhea memang terbiasa tidur larut malam karena banyaknya tugas yang harus di kerjakan, atau hanya sekadar menonton film yang tidak bisa Rhea tinggalkan sebelum selesai. Rhea akan semakin tidak bisa tidur jika berhenti di tengah jalan.
Hanya dengusan yang Xyan berikan atas jawaban Rhea tersebut. Tapi setelahnya obrolan beralih pada kegiatan yang Rhea habiskan selama tidak ada laki-laki itu. Tak lupa Xyan juga bertanya tentang anaknya, yang dengan senang hati Rhea ceritakan meski lewat dari cerita yang Trika bagi tadi. Hanya kejadian-kejadian kecil yang bukan merupakan rahasia yang Rhea beberkan. Setelah puas bercerita dan suasana sudah lebih santai, barulah Xyan berani membahas tentang mereka, tentang rindu yang ternyata juga Xyan rasakan, dan keinginan bersama menghabiskan malam ini berdua.
Rhea tak menampik bahwa dirinya pun ingin, mengingat betapa dia merindukan sosok Xyan. Rhea ingin berada di pelukan laki-laki dewasa itu, berbagi kehangatan yang belakangan sering mereka lakukan.Tapi itu jelas tak bisa karena sekarang sudah lewat tengah malam, dan semua orang ada di rumah. Rhea tidak mungkin diam-diam pergi menemui Xyan dan membuat orang rumah panik pagi nanti. Beruntung Xyan mau memahami dan pasrah hanya menghabiskan malam ini lewat telepon. Meski sebenarnya Rhea tak tahan. Apalagi saat dengan gamblangnya Xyan mengatakan keinginannya sekarang. Keinginan pria itu menyentuhnya, mencumbu bibirnya dan memainkan kedua dadanya.
Hanya dari kata, tapi Xyan sukses membuat Rhea merinding karenanya, tubuh bagian bawahnya bahkan berkedut saat membayangkan tangan Xyan benar-benar ada di anggota tubuhnya yang Xyan sebutkan. Sekuat mungkin, Rhea menahan diri agar tidak mengeluarkan suaranya karena ia tak yakin akan bicara dengan benar di saat tubuhnya merindu sentuhan yang tengah Xyan jabarkan lewat ponsel yang masih Rhea genggam di depan telinganya.
“Argghh, Rhe, aku ingin kamu yang memainkannya,” erangan frustrasi Xyan di seberang sana membuat Rhea menelan ludah susah payah. Membayangkan wajah tersiksa Xyan yang kini tengah memainkan bukit gairahnya.
“Dad—”
“Kamu harus tanggung jawab, baby,” geram Xyan dengan suara tertahan, dan lagi-lagi Rhea hanya meneguk ludahnya susah payah. Apalagi saat dengan lancangnya Xyan menyebut namanya di tengah desahan pria itu. Rhea tak tahu harus bereaksi seperti apa, meski sadar bahwa ini merupakan pelecehan secara verbal. Namun tak dapat di pungkiri bahwa mendengar erangan Xyan di seberang sana membuat Rhea ikut terangsang juga. Rhea menginginkan sentuhan Xyan.
“Dad,” menahan desahan, Rhea menggigit bibir bawahnya, masih mempertahankan ponsel di depan telinganya, mendengar umpatan serta desahan Xyan yang terus melantunkan namanya.
“Adik kecilku pasti akan suka jika di letakkan diantara payudaramu, Rhe,” ucapnya membuat Rhea refleks menurunkan tatapan pada buah dadanya yang sedikit menyembul dari gaun tidur tipis yang dikenakannya. “Dia pasti akan lebih hangat dan mengeras untukmu,” tambahnya semakin membuat Rhea membayangkannya, dan tanpa sadar sebuah desahan berhasil diloloskan gadis itu. Membuat Xyan diam-diam mengulas senyum karena berhasil memancing gairah gadisnya meski hanya lewat sex phone yang mereka lalukan. Dan hal itu menambah ketidak sabaran Xyan bertemu gadisnya.
“Apalagi jika berada di dalammu, ughh, Rhe, aku tak lagi bisa menahannya. Aku menginginkanmu, Baby. Aku menginginkan kamu,” lanjutnya menahan geraman, dengan tangan yang terus bergerak turun naik di miliknya yang sudah berdiri tegak. Sampai akhirnya Xyan mampu mendapatkan pelepasannya, dengan di bantu desahan Rhea yang terdengar begitu lirih. Hanya lewat media tanpa bertatap muka, tapi Rhea berhasil membuat Xyan merasa puas. Xyan jadi membayangkan akan sepuas apa dirinya ketika benar-benar bermain dengan bentuk nyata Rhea yang akan menghangatkan ranjangnya.
“Aku menunggumu di apartemen besok. Kamu harus tanggung jawab, Rhe!”
***
Please jangan ada yang menghujat. Jika suka lanjutkan. Jika tidak silahkan tinggalkan dan cari bacaan yang menurut kalian lebih bermanfaat. Novel ini hanya untuk hiburan bukan pembelajan. So jangan jadikan apa yang ada dalam cerita ini panutan. Tolong bijak dalam menghargai karya orang.
See you next part!!

KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Daddy
Storie d'amorePada dasarnya cinta adalah milik semua insan, tak peduli tua atau muda. Yang jelas mereka berhak memiliki rasa suka. Sama halnya dengan Rhea. Namun fakta bahwa pria yang dicintainya merupakan ayah dari sahabatnya membuat perasaan Rhea tak mudah berl...