~ Terdesak oleh Prastowo ~

63 4 0
                                    

Prastowo terus membujuk aku, agar mau menceritakan semua masalah yang menghantui pikiranku. Namun, aku tetap bertahan untuk tidak menceritakannya pada Prastowo, aku benar-benar belum siap kehilangan Prastowo.

Seperti yang pernah aku bilang, aku seperti memakan buah Simalakama, aku ceritakan masalahku pada Prastowo, aku takut kehilangan dirinya, tidak aku ceritakan pada Prastowo, bisa saja aku tetap akan di tinggalkan Prastowo. Kedua pilihan itu sama tidak enaknya, makanya aku masih terus menundanya.

"Mas, aku akan ceritakan sama kamu, tapi tidak sekarang waktunya dan tidak disini tempatnya." Kataku pada Prastowo

"Bedanya apa Dis? Kamu ceritakan sekarang atau nanti?" Tanya Prastowo

"Secara kesiapan mentalku sangat berbeda mas .. sekarang secara mental aku belum siap kehilangan kamu."

"Kenapa kata-kata itu sering sekali kamu ulang-ulang Dis? Kok kamu berpikir aku akan meninggalkan kamu, kalau kamu ceritakan masalahnya?" Desak Prastowo

Aku tidak kuasa menahan kesedihan, ucapan Prastowo itu seakan-akan mengatakan, dia siap menerima keadaan apa pun. Namun aku tetap saja berat untuk mengatakannya, karena aku belum siap kehilangan Prastowo.

Melihat aku begitu bersedih, Prastowo menahan diri untuk tidak mendesakku,


"Okey Dis ... aku gak tega melihat kamu bersedih, aku mengalah, aku tunggu sampai kamu siap untuk menceritakannya." Ucap Prastowo, dan Prastowo tinggalkan aku yang masih larut dalam kesedihan.

Melihat kepergian Prastowo, hati aku tambah sedih, padahal aku berharap dia mau membujukku, agar aku tidak terus bersedih, ternyata dugaanku salah. Prastowo malah meninnggalkan aku di saat aku masih bersedih.

Aku semakin takut untuk menceritakannya pada Prastowo, karena aku tidak ingin dia benar-benar meninggakanku nantinya. Asisten sutradara memanggil aku untuk take, dalam adegan yang aku perankan, aku sedang bersedih sendiri di rumah, karena suamiku (Prastowo), sedang selingkuh dengan Ratri.

Peranan dalam adegan itu sangat aku jiwai, karena suasana hatiku saat itu, memang benar-benar sedang sedih, sehingga aku bisa menuntaskan adegan tersebut dengan sangat sempurna.

Setelah selesai adegan satu scene itu, aku kembali satu frame dengan Prastowo. Dalam adegan berikut ini, aku dan Prastowo bertengkar hebat, karena aku marah atas perselingkuhannya dengan Ratri. Prastowo sangat sulit untuk memerankan adegan tersebut karena dia tidak bisa fokus, sehingga dia ditegur sutradara.

"Tumben kamu Pras ... aktingnya kacau gini, biasanya kamu total banget? Kamu lagi ada masalah?" Tanya sutradara

"Iya mbak ... maaf, kasih saya waktu sebentar agar saya bisa fokus." Ujar Prastowo

Setelah di kasih waktu lima menit oleh sutradara, aku dan Prastowo kembali berakting. Aku mencoba memancing Prastowo dengan dialog-dialog yang memancing emosinya, respon Prastowo sangat bagus, sehingga dia bisa menuntaskan adegan itu sampai selesai.

"Good!!" Kata sutradara, "itu baru akting kamu Pras, makanya harus fokus kalau di lokasi." Sindir sutradara

"Terima kasih mbak, saya akan berusaha untuk selalu fokus mbak." Jawab Prastowo

Prastowo menghampiri aku, dia berterima kasih sama aku, karena aku berhasil memancing emosinya.

"Kamu itu cerdas sekali Dis, tahu cara membantu aku saat dalam kesulitan." Puji Prastowo

"Aku tahu mas, akting kamu terganggu karena mikirin masalah aku ya?" Aku tanya gitu

"Ya Dis, aku sangat terganggu, untung kamu pancing emosi aku tadi."

"Aku memang melihat, secara emosi kamu terganggu, makanya aku pancing emosi kamu dengan dialog itu mas."

Saat kami berakrab-akrab berdua, sutradara kembali memperhatikan perilaku kami dari kejauhan. Aku kasih tahu Prastowo, agar jangan terlalu dekat dengan aku, aku tidak mau di cemburui sutradara.

Prastowo segera berlalu dari dekat aku, sambil menyunggingkan senyuman di bibirnya. Aku menuju ke ruang kostum, agar tidak terlihat dalam pandangan sutradara.

Belum lama aku di ruang kostum, Prastowo masuk ke ruangan itu, dan menyapaku;


"Tumben kamu mau nongkrong di ruang kostum, biasanya di luar terus.." Sapa Prastowo

"Sekali-kali bolehlah mas, biar gak terlalu di lihat Bu Sut, gerah juga kan kalau diperhatikan terus." Jawabku

"Benar juga kamu Dis, disini jauh dari pandangan dia ya."

"Di lokasi, sebaiknya kita ngobrol yang ringan-ringan aja mas, jangan ngomong hal-hal yang menyangkut perasaan."

"Kenapa emangnya Dis? Ada yang melarang?" Tanya Prastowo

"Gak ada yang larang sih, cumakan kamu jadi terganggu aktingnya." Jawabku

Prastowo tidak mau dianggap aktingnya terganggu karena terlalu 'baper', dia menganggap hal seperti itu adalah hal yang biasa saja. Bagi dia, bicara hal-hal yang menyangkut perasaan itu, kadang kala juga berpengaruh baik pada akting.

Aku dan Prastowo memperdebatkan hal itu, dan dia juga memberikan contoh, bahwa aktingnya pernah sukses, karena terbawa perasaan sehabis bicara dengan aku. Contoh yang diberikannya pun cukup masuk akal.

"Udahlah Dis, biarkan aja semuanya mengalir seperti air, gak perlu terlalu diatur." Ujar ya

"Gak natural juga sih, cuma menghindari hal-hal yang tidak di inginkan aja."

"Jadi ngomong-ngomong, kapan kamu mau cerita soal itu sama aku?" Prastowo balik lagi mempertanyakan masalah aku

"Yang jelas, aku tidak akan membicarakannya disini mas, karena ini menyangkut perasaan, perasaan aku, juga perasaan kamu nantinya." Kataku lagi

"Maunya aku sih, aku tidak terlalu lama menunggunya Dis," ujar Prastowo

"Kalau masih lama kenapa mas?" Aku desak dia

"Takutnya aku tidak tertarik lagi mendengarnya Dis."

Jawaban Prastowo itu bikin aku tambah salah tingkah, dan aku mempertanyakan keseriusan ucapannya tersebut,


"Kamu serius dengan ucapan itu mas? Kamu bisa tidak tertarik lagi dengan masalah itu?" Aku mendekatkan wajahku ke wajahnya, saat menanyakan hal itu

"Aku gak serius Dis mengatakan itu, aku ingin tahu perasaan kamu." Ujarnya

"Kamu tahu mas? Kalau aku sangat takutnya kehilangan kamu?" Tanyaku

"Aku bisa merasakannya dari pertanyaan kamu tadi Dis.." Jawabnya.

Aku benar-benar takut, kalau Prastowo serius dengan ucapannya, aku takut dia tidak sabar menunggu aku menceritakan masalah itu. Akhirnya aku berpikir, apa yang akan terjadi, ya terjadilah, aku tidak bisa untuk mencegahnya.

Prastowo sangat pandai mempermainkan perasaan aku, sebaliknya aku juga dianggapnya cuma mempermainkan perasaannya. Padahal aku sendiri tidak ingin mempermainkan perasaannya, aku belum bisa menceritakan semua itu, karena aku memang belum siap secara mental menerima resikonya.

"Secepatnya aku akan ceritakan mas, kalau waktu ya sudah tepat." Ucapku

"Lebih cepat, lebih baik Dis, karena akan lebih cepat juga kita selesaikan."

"Aku akan siapkan waktu untuk menceritakannya mas, aku juga akan mempersiapkan mental untuk menerima resikonya."

"Apa resikonya Dis? Seberapa besar resikonya bagi kamu?"

"Resiko terbesarnya, aku akan kehilangan kamu mas." Ucapku

Ucapanku itu membuat Prastowo mengernyitkan dahinya, dia merasa aneh dengan ucapan aku itu, tapi dia tidak kembali mempertanyakannya.

Bersambung..


Gadis Bukan Perawan [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang