~ Melupakan Mister Yo ~

240 6 0
                                    

Mungkin aku dianggap naif, sebagai korban pemerkosaan aku tidak bertindak sama sekali terhadap pemerkosaku. Alasan aku sebetulnya sederhana, aku tidak ingin menambah persoalan baru, dan tidak ingin larut dalam persoalan itu, yang aku takutkan aku semakin terpuruk.

Aku ingin bangkit dari masa lalu yang kelam itu, seoalah-olah aku tidak mengalami masa lalu yang sangat kelam. Aku rela dicap bodoh dan naif, asal aku bisa bangkit dan memperbaiki kehidupan dan masa depan aku.

Sempat terpikirkan untuk membawa kasus itu ke ranah hukum, tapi ada seseorang yang menasehati aku begini;

"Jangan sampai kamu lapor karena kehilangan kambing, tapi pada akhirnya kamu malah kehilangan kerbau."

Aku menangkap makna dari apa yang disampaikan oleh seseorang itu, dari pada mengalami kerugian yang lain, lebih baik lupakan masalah yang sudah dihadapi. Pendapat itu sangat masuk akal, apa lagi yang akan aku hadapi adalah orang yang memiliki kekayaan, yang uangnya tidak ada serinya.

Sementara aku bukanlah siapa-siapa, yang bisa saja semakin terpedaya oleh kekuatan finansialnya. Mister Yo itu selalu menghantuiku, dia kadang-kadang muncul seperti hantu, di luar dugaanku.

Hari ini aku benar-benar lelah, baru saja mau tidur dia datang. Setelah dia pulang, aku berusaha untuk tidur, dengan membuang bayangan tentang Mister Yo, dan mengingat-ngingat kejadian yang indah-indah di lokasi shooting, agar aku bisa tertidur.

Tiba-tiba ada langkah kaki yang masuk perlahan-lahan ke kamarku, padahal seingatku, aku sudah mengunci pintu. Kamar yang sengaja aku gelapkan lampunya, membuat suasana kamarku menjadi semakin mencekam.

Langkah itu semakin mendekat, aku berusaha untuk melihat wajah siapa yang sedang masuk ke kamarku, dari sela-sela jari tangan yang menutup mukaku. Betapa kagetnya aku, ketika tahu kalau yang datang itu Mister Yo.

Baru saja aku mau bangkit, tangannya yang kokoh sudah membekap mulutku, dan dia menindih tubuhku, sehingga aku tidak bisa bergerak. Napasku begitu sesak, dan aku tidak bisa berteriak. Aku hampir pasrah, namun aku terus berusaha untuk memberontak.

Aku merasa kenapa aku harus mengalami hal yang sama secara berulang-ulang, apa dosaku? Sehingga aku harus tersiksa dengan keadaan seperti itu. Aku sangat panik, aku terus mengutuki diriku yang seakan-akan tidak mampu keluar dari derita yang sama.

Aku berusaha berteriak sekencang-kencangnya, tapi mulutku seakan tercekat, dan tidak mampu mengeluarkan suara. Aku benar-benar frustasi dan putus asa, aku hanya bisa meratapi dan menyesali diri.

Aku terbangun, ternyata aku baru saja bermimpi tentang Mister Yo. Aku melihat jam weker yang ada di sisi tempat tidur, jam menunjukkan pukul 15:30. Aku segera bangun, dengan tubuh yang penuh keringat, aku harus segera mandi, karena aku harus shooting pukul 16:00.

Seperti itulah trauma yang aku hadapi, aku begitu sulit melepaskan bayangan kelam yang terus menghantuiku diri. Aku buru-buru mandi, aku tidak ingin shooting terhambat karena kedatanganku yang terlambat.

Begitu aku keluar kamar, mobil jemputanku sudah menunggu di halaman depan kamar


"Maaf ya mas ... sudah lama ya menunggu?" Tanyaku pada driver jemputan

"Gak apa-apa mbak, saya juga baru sampai kok. " Jawabnya

"Saya itu tadi gak bisa tidur, baru tidur dua jam yang lalu." Jelasku sambil masuk ke dalam mobil

"Biasa aja mbak ... gak usah panik, kita akan sampai tepat pada waktunya kok." Ujar driver

Kami langsung berangkat, di dalam mobil aku banyak cerita tentang berbagai hal pada driver. Begitulah cara aku menghargai driver, agar dia bisa nyaman dalam menjemputku, aku tidak ingin membuat jarak dengan siapa saja, bagi aku manusia itu dihadapan Tuhan semua sama.

Dengan banyak ngobrol sama driver itu, aku juga jadi tahu pengalaman hidupnya, dan bisa aku ambil hal-hal yang positif dari ceritanya tersebut. Itu juga salah satu cara aku untuk membunuh ingatanku pada mister Yo, dan kejadian na'as yang pernah aku alami.

Tanpa terasa kami sudah sampai di lokasi shooting, di lokasi para pemain sudah banyak yang hadir, aku pun segera meminta skedul, dan melihat scene-scene yang akan aku lakoni. Dengan asyiknya aku mengebet skenario, tanpa aku sadari kalau Prabowo menghampiri ku,

"Hai ... baru datang? Pantasan dari tadi aku gak lihat kamu." Tanya Prastowo, hatiku serasa bergetar saat di sapanya

"Iya mas ... aku telat bangunnya, karena baru bisa tidur dua jam yang lalu." Jawabku

"Kenapa? Kan kita pulang subuh, harusnya cukup waktu istirahatnya."

Aku susah mau jawab pertanyaan Prastowo, karena aku terlalu memikirkan dia sehingga aku telat tidurnya

"Ya mas ... harusnya gitu, tapi gak tahu deh, aku sulit sekali mau tidur."

"Kamu sudah lama ya terjun di dunia entertainment? Kayaknya akting kamu cukup matang." Tanya Prastowo

"Lumayan mas ... sekitar enam bulan deh, dan sudah main di beberapa judul sih." Jawabku. "Kalau mas Pras sudah berapa lama?" Tanyaku balik

"Aku sih baru kali ini, profesi aku sih sebetulnya pengacara, ada teman yang masukin aku ke dunia film ini." Jawab Prastowo

Kami jadi akrab dengan obrolan itu, sampai-sampai dia juga cerita tentang hal-hal pribadinya. Dia merasa masih kagok dengan dunia film, karena sangat berbeda jauh dengan profesinya.

Prastowo juga cerita kalau dia terjun ke film untuk mencari populeritas, karena kalau sudah popular di film, akan di kenal nantinya sebagai pengacara. Seperti itulah keyakinannya, sementara aku, terjun ke dunia film untuk melarikan diri dari masa lalu yang kelam.

"Kamu jangan segan-segan kasih tahu aku ya, kalau aku ada yang gak pas dialognya." Pinta Prastowo

"Iya mas ... saling mengingatkan aja ya, aku juga suka salah dialog kok."

Hatiku sangat gembira saat itu, karena apa yang aku bayangkan tentang sosok Prastowo itu salah. Aku pikir dia sombong dan angkuh ternyata tidak, dia sangat baik hati dan ramah.

Sebelum take, kami banyak ngobrol tentang berbagai hal, bahkan dia sendiri yang membuka diri, bahwa ststusnya masih lajang. Akhirnya aku juga mencoba untuk membuka diri, aku cerita latar belakang pekerjaanku.

"Sebetulnya untuk membangun chemistry dalam lakon peran kita, memang perlu kita banyak ngobrol mas, supaya dalam peran kita jadi terbiasa." Aku mencoba memberikan alasan pada Prastowo

"Aku sih suka cara ini, karena aku perlu belajar banyak dari kamu Dis." Ujar Prastowo dengan sedikit tersenyum

"Kita sama-sama belajar aja ya mas ... aku gak mau jadi sok tahu nantinya." Aku berusaha untuk menimpalinya dengan sikap yang merendah

"Ya gak juga sih, apa yang kamu katakan itu benar kok. Kalau perlu, apa yang kita omongkan pun adalah dialog kita di skenario." Ujar Prastowo

Idenya sangat bagus, dan akhirnya kami benar-benar melakoni apa yang ada di dalam skenario, saat berbincang-bincang, sehingga ketika take berlangsung, kami sudah sangat terbiasa.

Hatiku sangat berbunga-bunga, karena apa yang aku impikan tadi pagi akhirnya semua terwujud. Prastowo begitu mudah diajak berkomunikasi, tidak seperti awal-awal aku mengenal dia dalam satu frame.

Aku berpikir, jangan-jangan inilah pangeran yang ada dalam mimpiku, yang akan menyelamatkan aku keluar dari segala keterpurukan hidup. Aku memang membayangkan sosok lelaki yang berani mengeluarkanku dari ancaman mister Yo, yang terus membelengguku.

Bersambung


Gadis Bukan Perawan [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang