~ Prastowo Batalkan Pernikahan ~

97 5 0
                                    

Penundaan pernikahan dari aku berbuntut panjang, Prastowo menganggap aku tidak serius ingin menikah dengannya. Prastowo kecewa, sehingga dia membatalkan rencana pernikahan kami. Aku tidak mempermasalahkan soal itu, karena aku menganggap aku dan Prastowo memang tidak jodoh.

Prastowo kemukakan hal itu secara baik-baik dengan aku, saat di lokasi shooting keesokan harinya. Pagi itu seperti biasanya aku datang duluan ke lokasi shooting, selang berapa saat Prastowo pun datang. Wajahnya begitu murung ketika menghampiri aku, dan dengan mimik wajah yang serius.

"Dis, sorry rencana pernikahan kita aku batalkan, maaf kalau hal ini akan mengecwakan kamu." ujar Prastowo, dia katakan itu tanpa menatap wajahku lagi.

"Ya sudah mas, aku gak apa-apa kok, mungkin kita memang belum jodoh."

Ada perasaan sakit sebetulnya, tapi aku kalahkan rasa itu dengan berprasangka baik kepada Tuhan.

"Kamu gak kecewa kan?" tanya Prastowo, "semalaman aku sudah berpikir, bahwa ini keputusan yang terbaik." lanjutnya

"Kenapa aku harus kecewa mas? Kan aku pernah bilang sama kamu, meskipun aku sangat mencintai kamu, tapi aku tidak harus memiliki kamu."

Setelah dia mengatakan itu, Prastowo langsung meninggalkan aku. Aku berusaha untuk tegar menerima kenyataan itu, dan aku yakin kalau Tuhan sudah menyiapkan sesuatu yang terbaik untukku,begitulah cara aku menghibur diri.

Hari itu saat shooting berlangsung, meski aku dan Prastowo satu frame, tapi kami berdua bersikap biasa-biasa saja, seolah-olah tidak ada masalah di antara kami berdua. Shooting tetap berlangsung seperti biasanya.

Sejak itu di luar saat pengambilan gambar, kami tidak lagi berbincang-bincang berdua. Kami hanya berdialog saat memainkan peran kami masing-masing dalam satu frame.

Pulang shooting, aku ceritakan masalah itu pada ibu, saat itu ibu sedang tiduran di kamarnya,

"Ibu mau tidur ya? Boleh gak ngobrol sebentar sama Gadis?" tanyaku dengan wajah yang sangat sedih

"Belum Dis, mau ngobrol soal apa? Soal rencana pernikahan kamu sama Prastowo?" Ibu balik bertanya

"Pernikahan Gadis sama Prastowo batal bu, tadi di lokasi shooting, dia yang membatalkan." jawabku

"Kamu kecewa? Dan kamu bersedih?" tanya ibu, "gak usah sedih ataupun kecewa Dis, kalau memang tidak jodoh, tidak bisa di paksakan." ujar ibu

"Gadis sama sekali gak kecewa bu, Gadis yakin kalau Tuhan punya rencana yang lebih baik."

"Bagus kalau kamu berpikir begitu, soal jodoh itu rahasia Allah Dis, mungkin Prastowo memang bukan jodoh kamu."

Aku sependapat dengan Ibu, dan aku menghapus kekecewaan itu dengan berpikir positif, dan tidak ingin pikiranku terganggu oleh masalah itu. Malam itu akhirnya aku tidur di kamar ibu, ibu menghibur Aku, sampai aku tertidur.

Selepas sholat subuh, aku seperti biasanya olah raga kecil di halaman rumah. Hanya itu cara aku untuk mengubur kekecewaanku. Aku harus melakukan berbagai aktivitas yang bisa mengalihkan pikiran aku.

Baru saja aku ingin masuk ke rumah, Tristan memanggilku,

"Dis!! Jangan masuk dulu!!" panggil Tristan, aku menoleh ke belakang, ternyata Tristan ada di luar pagar rumahku.

Aku membukakan pintu pagar, dan mempersilahkan dia masuk, "Masuk yuk mas? Gak enak dilihat tetangga ngobrol di pagar."

"Kamu hari ini ada shooting gak?" tanya Tristan sambil masuk ke halaman rumah
Aku menghentikan langkahku, "Emang kalau gak ada shooting mas mau apa?" Aku balik bertanya

"Aku mau minta temani kamu ke mall, bantu aku pilihkan pakaian yang pantas buat aku." jawab Tristan

Aku bertanya dalam hati, "kok ini cowok nekad banget minta temani aku? Padahal baru juga kenal?"

"Kok mas yakin kalau aku mau temani mas? Kan kita baru kenal?" tanyaku

"Kamu kan tetangga aku yang terdekat Dis? Masak sih kamu gak mau membantu tetangga?" Tristan balik bertanya

"Bisa aja dong? Karena aku belum terlalu mengenal kamu mas?"

Kami masih ngobrol di halaman rumah, aku belum ajak dia duduk di teras. Tristan tidak langsung jawab pertanyaan aku, dia menatap kedua bola mataku dengan sangat dalam.

"Jadi kamu gak mau menemani aku Dis?" tanya Tristan penasaran, "Yaudah Dis, semoga lain kali kamu mau temani aku." lanjut Tristan.

Aku ajak Tristan ngobrol di teras depan, dia mulai menyerempet dengan pertanyaan tentang rencana pernikahan aku. Dia menduga kalau aku tidak mau menemanya, karena aku sudah punya calon suami.

"Sorry Dis, aku baru ingat kalau kamu sudah punya calon suami," ujar Tristan

"Bukan karena itu sih, aku belum bisa aja menemani mas ke mall, karena aku lagi gak mood." Aku jelaskan pada Tristan

"Gak apa-apa Dis, aku juga gak masalah kok, aku itu gak pernah pede kalau pilih pakaian, makanya pakaian aku gak ada yang enak aku pakai."

"Konsultasi sama penjaga konternya aja mas, biasanya mereka seleranya bagus-bagus." Aku sarankan pada Tristan

Tristan akhirnya menanyakan kapan rencananya aku menikah, aku bilang sama dia kalau aku batal menikah dengan calon suamiku. Dia kaget mendengar apa yang aku katakan,

"Kamu serius Dis? Kenapa emangnya Dis? Kalian bertengkar?" cecar Tristan

"Gak ada masalah sih sebetulnya, dia berubah pikiran mungkin, setelah aku minta untuk menundanya terlebih dahulu." jawabku.

"Memang susah sih kalau bicara soal jodoh, kadang-kadang yang sudah sebar undangan saja bisa batal." ujar Tristan

Tristan merasa mendapat peluang setelah mendengar aku batal menikah, tapi aku juga tidak ingin buru-buru pacaran lagi. Aku ingin fokus di karir dulu, belum ada keinginan untuk mencari pasangan baru.

Aku butuh waktu untuk mengenal lelaki, tidak ingin lagi mudah dekat dengan lelaki. Memang aku sangat kecewa, tapi aku juga tidak ingin larut dalam kekecewaan. Tristan yang awalnya sikapnya biasa-biasa saja, sekarang dia mulai melancarkan serangan untuk melakukan pendekatan.

"Kalau gitu, udah gak ada halangan dong buat aku minta temani kamu Dis?" tanya Tristan

"Kalau pun aku masih punya calon suami pun, gak jadi halangan menemani kamu mas, masalahnya bukan itu." jawabku

Dia terus mencecar aku, agar aku bersedia menemaninya, dia berjanji tidak akan menuntut lebih dari itu, namun aku bersikeras belum bisa untuk menemaninya. Aku hanya ingin kasih isyarat sama dia, bahwa aku bukanlah perempuan yang mudah untuk di ajak jalan oleh lelaki yang baru aku kenal.

Sejak itu Tristan tidak pernah lagi meminta aku untuk menemaninya. Dan dia tidak lagi mau melakukan pendekatan. Apa yang kami bicarakan, adalah hal-hal yang biasa saja, tidak lagi soal asmara.

Sebagai seorang lelaki sebetulnya Tristan sangat ideal, kehidupannya cukup mapan, dan dia masih lajang. Hanya saja aku belum bisa membuka pintu hati untuk menerima lelaki baru. Bagi aku, cintaku pada Prastowo belum ada yang bisa gantikan. Halangan aku pada Prastowo itu cuma soal keluarganya.

Bersambung

Gadis Bukan Perawan [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang