~ Dipaksa Menikah ~

34 5 0
                                    

Aku di panggil bapak ke restoran, karena akan di perkenalkan dengan lelaki yang akan menikahi aku. Sebelumnya aku sudah ceritakan sama ibu, dan ibu tidak mau ikut campur urusan itu.

Bapak setengah memaksa aku untuk menikah dengan lelaki tersebut, dan aku tetap berprasangka positif terhadap bapak.
Di restoran, aku dan bapak ngobrol di ruang pribadinya,

"Gadis, bapak berharap kamu tidak menolak jodoh pilihan bapak, sebentar lagi dia datang, tolong kamu bersikap yang ramah sama dia ya."

Aku gak langsung jawab apa yang di katakan bapak, tapi aku mengajukan pertanyaan pada bapak,

"Pak, Gadis mau tahu, apa sih yang menyebabkan bapak terburu-buru ingin menikahkan Gadis?"

"Karena umur kamu sebentar lagi 30 Dis, gak baik anak perempuan menunda pernikahannya di usia segitu." Jawab bapak

"Apa benar cuma itu alasan bapak? Atau bapak ada sangkutan bisnis sama lelaki itu?" Tanyaku

"Maksud kamu apa Dis? Kamu menduga bapak terpaksa menikahi kamu, karena bapak punya sangkutan sama lelaki calon suami kamu?" Bapak balik bertanya

"Iya pak, kan banyak kejadian seperti itu, karena bapaknya tersangkut hutang sama rekan bisnisnya, anaknya di jadikan tumbal hutangnya." Aku mengatakan itu dengan nekad

Bapak tidak membantah apa yang aku katakan, bapak hanya terdiam. Aku curiga, kalau dugaanku benar, aku tidak bisa membayangkan lelaki seperti apa yang akan di jodohkan bapak dengan aku. Naluriku sangat kuat menduga seperti itu, karena memang banyak kasus terjadi seperti itu.

"Sebetulnya bapak tidak punya sangkutan dengan teman bapak ini, tapi sebagai rekan bisnis, dia selalu membantu usaha bapak, termasuk dalam membangun restoran ini." Ujar bapak

"Artinya, bapak memang ingin membalas kebaikannya, dengan menjodohkannya dengan Gadis, gitukan Pak?"

"Iya Dis, memang seperti itu, pria ini memang sudah beristeri, dan isterinya mengizinkan dia untuk menikah lagi."

Ucapan bapak itu sangat tanpa perasaan, bapak betul-betul tidak menganggap aku sama sekali. Bapak tega menjadikan aku isteri kedua temannya, hanya karena temannya itu baik sama bapak.

"Kok bapak merasa kalau aku pantas menjadi isteri kedua? Emang bapak tidak ingin kalau aku menikah dengan lelaki yang masih lajang?" Aku tanyakan itu pada bapak

Belum sempat bapak menjawab pertanyaan aku, pintu ruangan bapak di ketuk dari luar, aku membukakan pintu. Di depan pintu, berdiri sosok lelaki seusia bapak, perawakannya sangat, kulitnya sawo matang,

"Silahkan masuk pak," aku mempersilahkan bapak itu masuk

"Masuk pak Fritz, Ini Gadis anak saya." Bapak memperkenalkan aku pada tamunya

"Wah anakmu cantik sekali Parjo, kok seperti peranakan indo ya." Puji pak Fritz

"Ibunya memang putih seperti indo pak.." Jawab bapak

Aku semakin curiga dengan Bapak, karena dia memanggil pak Fritz dengan Bapak, sementara pak Fritz sendiri cuma panggil nama bapak. Sepertinya posisi bapak jauh di bawah pak Fritz, mereka bukan sekadar teman bisnis.

"Gadis, inilah calon suami kamu yang bapak ceritakan, pak Fritz ini pengusaha yang sukses, bapak gak ada apa-apanya di bandingkan pak Fritz." Ujar bapak.

Aku semakin aneh melihat perilaku bapak, aku mempunyai kesan kalau bapak menjual aku pada pak Fritz, hanya karena terkait bisnisnya dengan pak Fritz. Pak Fritz sangat bersemangat ingin menikah dengan aku.

"Parjo, jadi kapan nih acara akad nikahnya? Lebih cepat, lebih baik Jo, saya ingin cepat-cepat kasih rumah baru buat Gadis." Ujar pak Fritz sambil melirik aku

"Terserah pak Fritz sama Gadis aja yang menentukan, saya tinggal melaksanakannya pak."

Aku merasa dugaanku benar, bapak sepertinya punya masalah dengan pak Fritz, sehingga dia memaksa aku segera menikah dengan pak Fritz. Aku gak ngerti, kenapa ibu tidak ingin ikut campur dalam urusan pernikahanku, kok ibu tidak melarang bapak menikahkan aku.

Aku membayangkan kalau pak Fritz ini tipikal lelaki yang temperamental, sementara aku sangat tidak suka dengan lelaki seperti itu. Aku sudah membayangkan, penderitaan apa yang akan aku hadapi setelah menikah.

Aku nekad tanyakan soal kelanjutan karir aku, kalau sudah menikah,
"Maaf pak, kalau aku sudah menikah dengan pak Fritz, apakah aku di bolehkan tetap berkarir di film?"

"Kalau kamu sudah menikah sama saya, kamu tidak lagi jadi artis Dis, kamu jadi ibu rumah tangga, yang melayani kebutuhan saya." Ujar pak Fritz dengan arogan

Bapak tidak bisa bicara apa-apa, mendengar pernyataan pak Fritz. Aku pun jadi bingung, karena aku tidak bisa membayangkan, kalau sehari-hari aku cuma di rumah, menunggu dan melayani pak Fritz.

Aku jadi takut membayangkan kehidupanku sehari-hari, yang jauh dari kehidupan yang biasa aku jalani. Dan bapak tidak memikirkan sama sekali seperti apa perasaan aku. Kalau aku ceritakan hal ini pada Prastowo, pasti dia sangat marah, karena aku akan diperlakukan semena-mena.

Melihat aku cuma terdiam, pak Fritz bertanya pada aku,
"Kamu keberatan dengan aruran saya Dis? Saya tidak mau isteri saya di pegang-pegang orang lain di lokasi shooting, dan saya hapal sekali dunia film." Ujar pak Fritz

"Sayakan wanita karir pak, bukan wanita rumahan, bapak harus pikirkan juga karir saya." Aku sudah tidak bisa menahan perasaan, akhirnya aku katakan seperti itu

"Gimana Jo? Katanya anak kamu menurut saja dengan keinginan kamu? Nah ini dia tidak mau ikut aturan saya?" Tanya pak Fritz sama bapak

"Gadis!! Kamu ikut saja aturan bapak dan pak Fritz, kamu harus tinggalkan karir kamu di film, cukuip jadi ibu rumah tangga yang baik!!" Pinta bapak dengan suara yang agak keras

Aku sangat membatin rasanya, aku tidak kuat menghadapi suasana seperti itu. Sangat berbeda jauh dengan Prastowo. Pak Fritz sangat arogan, mentang-mentang orang kaya, dia anggap semua orang tidak ada harganya di mata dia.

Bapak seperti kerbau yang dicucuk hidungnya di hadapan pak Fritz, seakan-akan tidak ada nilainya di mata pak Fritz. Entah punya sangkutan apa bapak saya pak Fritz, sehingga dia tidak lagi memikirkan nasib aku.

Aku tidak ingin diperlakukan kasar oleh lelaki, dan sekarang sepertinya aku akan mengalami hal itu. Pak Fritz ini tipikal manusia yang merasa semua orang bisa dibeli dengan kekayaannya, sehingga dia tidak bisa memanusiakan manusia.

"Kalau anak kamu tidak mau, jangan di paksakan Jo, saya tidak mau nanti, begitu jadi isteri saya, dia tidak melayani saya." Ujar pak Fritz

"Saya jamin pak! dia akan melayani bapak, dia tidak akan membantah keinginan saya." Ucap bapak tanpa perasaan.

Ucapan bapak itu sangat menyakitkan perasaan aku, aku tambah yakin kalau bapak menjadikan aku sebagai tumbal masalahnya. Dia tidak menganggap aku sebagai anak gadis yang ia sayangi.

Aku hanya dianggap sebagai orang yang harus patuh pada keinginannya, tanpa bisa aku bantah sedikit pun.

Bersambung

Gadis Bukan Perawan [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang