~ Pertemuan yang Memisahkan ~

26 4 2
                                    

Bapak misterius yang selama beberapa hari lalu selalu mengikuti aku di lokasi shooting, yang mengaku bernama Hendro Kusumo, ternyata adalah Parjo bapakku. Bapakku sengaja memakai kacamata hitam, karena dia tidak ingin aku melihat airmatanya, setiap kali melihat aku. 

Pertama kali bapak melihat aku di tayangan sinetron, bapak sangat yakin kalau yang di lihatnya adalah aku, terlebih lagi setelah dia melihat nama di title adalah Gadis. Atas dasar itulah bapak mencari info lokasi shootingnya, dan mendatangi lokasi shooting. 

Itulah yang di ceritakan bapak saat ketemu di restorannya, sayangnya pertemuan itu tidak mempersatukan kami kembali, karena bapak sudah punya isteri lagi, dan isterinya pemilik usaha yang dijalankan bapak. 

"Acara ini khusus bapak adakan untuk kalian semua, atas izin dari isteri bapak." Ujar bapak saat itu. 

Aku bisa membayangkan seperti apa perasaan ibu mendengar ucapan bapak, tapi aku melihat wajah ibu tetap tersenyum mendengarnya. Ibu malah bilang, 

"Bapakmu sekarang gagah dan tegap Dis, ndak cungkring dan kurus kering, hidupnya barangkali sangat senang ya Dis?" Kata ibu 

Prastowo mengambil inisitif untuk membuat foto kami sekeluarga dalam acara itu. Dia ingin perlihatkan pada Papa dan Mamanya, bahwa keluarga aku bukanlah keluarga yang hina, dibawah kelas keluarganya. 

Bapak merasa bangga sama aku, karena aku sudah sukses jadi orang terkenal. Makanya bapak mengundang wartawan untuk meliput acaranya, yang di hadiri aku dan Prastowo. Terlebih lagi, yang membuat dia bangga, aku di puja-puja penggemarku di acara pembukaan restorannya. 

"Dis, bapak merasa berdosa sama kalian, karena pertemuan ini tidak mempersatukan kita kembali, maafkan bapak ya Dis." Itulah yang dikatakan bapak 

Dengan sabar ibu bilang, "Tidak selalu sebuah pertemuan untuk di persatukan, tapi rencana Allah selalu baik, itulah yang harus kita yakini." 

Aku bangga sekali sama ibu, yang sangat berjiwa besar, mampu mengalahkan ego dan kebenciannya. Yang aku kasihan adik-adikku, mereka sangat sulit menerima kenyataan itu. 

Keakraban kami sekeluarga saat itu, diabadikan Prastowo, dia merasa senang dengan suasana itu, dan foto-foto itu sangat berarti baginya. Dia ingin katakan pada orang tuanya, inilah keluarga Gadis, yang tidak seperti dibayangkan orang tuanya. 

Prastowo bilang sama aku, "Dis, semua ini akan jadi bukti nanti, bahwa keluarga kamu, tidaklah seperti bayangan orang tua aku, aku akan perlihatkan sama mereka." 

"Untuk apa mas? Apakah kamu yakin dengan memperlihatkan itu, mereka akan menerima aku?" Aku tanya seperti itu 

"Aku yakin Dis, karena apa yang mereka bayangkan tentang kamu itu salah, kenyataannya tidak seperti yang mereka bayangkan." Prastowo meyakinkan aku 

Meskipun aku sangat mencintai Prastowo, namun aku tidak terlalu berharap kalau dia akan menjadi suamiku. Prastowo terlalu baik untuk menjadi suamiku, sementara aku adalah wanita jalang yang pernah terjerumus dalam kegelapan dosa. Sehingga aku merasa memang tidak pantas menjadi isteri nya. 

"Kenapa kamu tidak merasa gembira Dis? Kan aku akan memperjuangkan cinta kita?" Tanya Prastowo 

"Aku hanya bisa pasrahkan pada Tuhan mas, aku tidak ingin terlalu berharap, kalau pada akhirnya aku akan kecewa lagi." 

"Kenapa kamu begitu pesimis Dis? Kamu lihat, aku begitu bersemangat untuk memperlihatkan semua ini pada orang tua ku?" 

Aku hanya bisa terdiam, aku tidak bisa menjawab pertanyaan Prastowo, disamping itu, aku masih memikirkan bapakku. Orang yang sekian puluhan tahun aku rindukan, ternyata sudah berada dalam pelukan wanita lain. 

"Suasana hatiku sedang tidak memungkinkan untuk meyakini itu mas, aku support kamu mas, tapi maaf, aku tidak ingin berharap." 

Aku mengajak Prastowo untuk berkumpul dengan bapak dan ibu, serta adik-adikku, aku ingin menikmati suasana kegembiraan itu, meskipun kami tidak lagi dipersatukan. Tidak ada yang berubah dari sikap ibu, tetap ramah pada bapak. 

Aku bersyukur, ibu berdandan sangat cantik hari itu, untungnya bapak tidak datang dengan isterinya, sehingga tidak melukai perasaan ibu. Aku sayang sama bapak, tapi aku menjadi lebih sayang dengan ibu, yang sekian lama ikhlas dengan penderitaan hidup. 

Sementara bapak, yang hidupnya sudah lebih senang, ternyata tidak pernah berpikir untuk menyambangi ibu dan adik-adikku di kampung. Aku merasa kalau bapak sangat takut dengan isterinya, karena yang kaya itu isterinya, bukan bapak. 

Bapak menawarkan pekerjaan buat adik aku Ardy yang masih kuliah, 

"Ardy, kamu mau kerja di restoran ini? Kamu bisa bantu bapak?" Tanya bapak 

"Aku masih mau selesaikan kuliah dulu pak, nanti saja kalau sudah lulus." Ucap Ardy dengan tidak bersemangat 

"Nissa gimana? Kan sudah lulus SMA?" 

"Nissa juga mau kuliah dulu pak.." jawab Nissa 

Adik-adikku tidak merasa dekat dengan bapak, hati mereka masih sangat terluka. Adik-adik lebih senang dekat ibu dan aku, mereka sangat hormat sama aku, karena aku terus memompa semangat mereka untuk meraih pendidikan, meskipun kehidupan ekonomi kami belum bagus. 

Selesai acara pembukaan restorannya, bapak masih menahan kami, bapak belum boleh kamu pulang. Aku melihat wajah bapak, walau pun acara pembukaan restorannya sukses, tapi guratan di wajahnya tidaklah memperlihatkan kegembiraannya. 

Berkali-kali dia puji aku, karena aku berhasil memberikan pendidikan yang layak bagi adik-adik, sementara itu seharusnya merupakan tanggung jawab bapak. Sebagai anak yang tertua, aku mengambil kendali bapak, aku menjadi tulang punggung keluarga, karena bapak meninggalkan kami tanpa berita. 

"Kamu ternyata lebih hebat dari bapak Dis, kamu berhasil menjadi tulang punggung keluarga, sementara bapak lari dari tanggung jawab itu." Bapak menangis sambil mengucapkan itu 

"Udah mas, gak usah terlalu dipikirkan, begitulah takdir Tuhan, kamu nikmati saja hidup yang sudah diberikan Tuhan." Ucap ibu dengan penuh kebesaran jiwa 

Prastowo menyaksikan semua itu tidak bisa menahan harunya, matanya pun ikut basah, apa lagi aku yang merasakan seperti apa aku memperjuangkan hidup ibu dan adik-adikku. 

"Sesuatu yang sudah dipisahkan Allah, hanya Allah juga yang bisa mempersatukannya mas, semua sudah terjadi, hidup kami juga sudah tenang." Ucap ibu lagi. 

Bapak semakin tidak bisa membendung airmatanya, bapak sangat tertekan oleh kesalahannya sendiri, yang telah menelantarkan kami dalam penderitaan. 

"Meskipun kehidupan bapak senang, tapi hati bapak tetap tidak tenang, bapak seperti dikejar dosa terhadap kalian." Ucap bapak dengan sedih. 

Ibu minta sama aku untuk meninggalkan nomor telepon dan alamat rumah pada bapak, dan bapak pun memasukkan di ponselnya. Bapak juga minta nomor rekening ibu, dan berjanji akan terus bersilaturahmi dengan kami. 

Ibu yang merasa sudah tidak nyaman di restoran bapak mengajak kami pulang, 

"Sekarang sudah waktunya kita pulang Dis, kita doakan semoga bapak kalian tetap sehat, dan tetap ingat sama kalian." Ujar ibu 

"Saya akan selalu mengunjungi kalian Nik, aku minta maaf, karena aku sudah menelantarkan kalian." Ucap bapak 

Setelah pamit dengan bapak, kami pun meninggalkan bapak di restorannya. Aku melihat kesedihan diwajah ibu dan adik-adik, ternyata kami hanya di pertemukan dengan bapak, tapi tidak untuk dipersatukan kembali.

Bersambung.. 

Gadis Bukan Perawan [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang