~ Gadis Melawan Bapaknya ~

30 2 0
                                    

Saat aku lagi bicara sama ibu di kamar, adikku bilang ada bapak di ruang tamu. Aku benar-benar cemas, mau apa lagi bapak datang. Ibu bilang sama aku,

"Ayo Dis, kita hadapi bapakmu, ibu mau tahu dia mau apa datang kesini." ajak ibu

Aku dan ibu keluar dari kamar menghampiri bapak yang sedang duduk di ruang tamu. Ibu yang duluan bertanya pada bapak,

"Ada apa mas kamu datang kesini? Kamu gak bisa terima Gadis menolak keinginan kamu?" tanya ibu

Bapak menjawab dengan menyalahkan aku, "ajari anakmu agar patuh sama orang tua, bikin malu orang tua saja." ujar bapak

Aku gak bisa menahan diri untuk ikut bicara, "bapak harusnya mikir, puluhan tahun tidak mau tahu keadaan kami, setelah ketemu mau seenaknya memaksa Gadis ikut keinginan bapak!!"

Bapak tidak terima aku bilang gitu, dia malah menyergahku,"Gadis!! Kamu benar-benar tidak punya sopan santun, beraninya kamu bicara seperti itu sama bapak!!" sergah bapak

"Lho? Kenapa gak berani? Kan Gadis bicara apa adanya pak? Bapak hidup senang di Jakarta, emang bapak peduli sama kita?" aku kembali nyolot sama bapak

Ibu akhirnya ikut memarahi bapak, "kamu manfaatkan Gadis dan Prastowo untuk promosi usaha kamu, sementara kamu tidak tahu seperti apa perjuangannya mas, dalam menghidupi aku dan anak-anak mu." ucap ibu dengan nada suara yang mulai gemetar, karena menahan amarah

"Saya bukan tidak peduli sama kalian, saya terlalu sibuk dengan usaha saya, wajar dong sebagai bapak saya menjodohkan anaknya, pada orang yang memang pantas?" ujar bapak dengan suara yang lebih pelan

Aku gak habis pikir, kok bapak jadi otorriter gitu? Apakah karena dia merasa sudah kaya, sehingga tidak memikirkan perasaan orang lain. Bapak gak mikir kalau aku sampai belikan ibu rumah, padahal seharusnya itu kewajibannya.

"Apa ukuran pantas dalam pandangan kamu? Karena dia kaya? Dan sudah beristeri? Kok kamu tega jadiin anak sendiri jadi isteri kedua temanmu?" Ibu sudah mulai kesal

"Gak usah lihat jadi isteri keberapanya, yang penting hidup kalian senang, dan tidak kekurangan."

"Mending kalau senang mas, kalau malah sebaliknya? Dan anak kamu kamu teraniaya, apa kamu mau tanggung jawab? Pokoknya saya tidak setuju Gadis di jodohkan!!" ujar ibu yang semakin murka

Bapak hanya terdiam mendengar ucapan ibu, bapak terlibat sangat gusar. Aku benar-benar curiga sama bapak, karena sangat ingin memaksa aku aku menikah dengan temannya.

"Kalian tahu? Sekarang saya sangat terancam, karena saya tidak bisa buktikan ucapan saya sama pak Fritz." ucap bapak

"Terancam kenapa? Kalau bapak tidak punya masalah dengan pak Fritz, kenapa bapak takut dengan ancamannya? Kita gak tahu apa urusan bapak sama Fritz, jangan Gadis dikorbankan!! " aku sudah tidak bisa menahan kesedihan

"Semua bisnis bapak, itu berkat bantuan pak Fritz selama ini, sehingga usaha bapak bisa maju."

"Lah!! usaha bapak maju bukan kita yang nikmati kok? Kenapa bapak gak minta tolong sama isteri bapak? Kenapa Gadis yang di korbankan!!?"

"Gadis!! Jaga ucapan kamu!! Siapa yang korbankan kamu? Jangan sembarangan ya kamu!!?"

"Bapak jodohkan Gadis dengan pak Fritz, cuma ingin menyelamatkan diri bapak, apa itu bukan mengorbankan Gadis namanya!!?"

Bapak terdiam mendengar ucapanku, mungkin bapak merasa apa yang aku katakan memang benar. Ibu yang tadinya sudah mulai adem, sekarang kembali murka.

"Sekarang kamu tinggalkan rumah ini mas, kita tidak lagi mengharapkan kamu hadir dalam kehidupan kami. Kami sudah terbiasa hidup tanp kamu mas!!?" Ibu terpaksa usir bapak, karena kedatangan hanya menyulut pertengkaran.

Bapak langsung berdiri, dan pergi meninggalkan kami, tanpa terlebih dahulu pamit sama ibu. Bapak sangat marah, karena kami sama sekali tidak patuh dengan keinginannya.

Setelah bapak pergi, ibu mengajak aku bicara di kamar, dia tidak ingin adik-adik mendengar apa yang kami bicarakan,

"Dis, mulai hari ini kamu pulang kerumah ini, karena ini rumah kamu, ibu tidak ingin kamu menemui masalah di kosan." pinta ibu

Aku tidak bisa menolak keinginannya, aku selalu patuh sama ibu, "Baik bu, mulai besok Gadis tinggal disini bersama ibu dan adik-adik." jawabku

Aku jadi ingat saat kami masih kumpul di kampung, gimana ibu sanggup jadi buruh tani, hanya karena ingin menyelamatkan hidup kami yang di tinggal bapak pergi.

Kami tidak pernah tahu bapak ada di mana, seperti apa hidupnya, karena bapak memang pergi begitu saja, tanpa pernah mau kasih kabar. Sekarang, kami tahu kaau bapak hidupnya sudah senang. Herannya kenapa bapak tidak pernah memikirkan kami.

Sekarang setelah ketemu, boro-boro bapak mau bantu ibu, malah ingin mengorbankan aku untuk menyelamatkan dirinya dari ancaman pak Fritz. Aku sampai tidak percaya kalau bapak seperti itu tabi'atnya.

Keesokan harinya, aku bawa semua barang-barang yang ada di kosan, aku belum cerita sama Prastowo, kalau aku tidak lagi tinggal di kosan.

Ibu bilang sama aku, kalau dia ingin tidur satu kamar dengan aku. Aku senang sekali mendengar keinginan ibu, sudah lama aku merindukan bisa tidur satu kamar lagi sama ibu.

Sebelum tidur, ibu tanya sama aku,
"Dis, selain sama Prastowo, kamu gak dekat dengan lelaki lain?" tanya ibu

"Kenapa ibu tanya seperti itu?" tanyaku, "Gadis gak mudah bu jatuh cinta sama laki-laki lain selain Prastowo."

"Kamu tidak bisa mengharapkan Prastowo menjadi suami kamu Dis, karena dia sudah punya isteri. Harusnya kamu tidak boleh lagi terlalu dekat dengan dia." nasehat ibu

"Gadis susah bu meninggalkan Prastowo, karena kami saling mencintai, dia sangat mengerti Gadis, sebaliknya, Gadis juga begitu, makanya dia tidak bahagia dengan isterinya."

"Justeru dia tidak bahagia dengan isterinya, karena kamu selalu ada di sisi dia. Coba kalau kamu sudah menikah, pasti dia berusaha untuk bahagia dengan isterinya."

Aku jadi mikir, apa yang dikatakan ibu itu sangat benar. Tapi aku begitu sulit untuk meninggalkan Prastowo, karena dia selalu ada di hati aku.

Aku sangat sadar, apa yang aku lakukan adalah sebuah kesalahan, karena Prastowo bukanlah lelaki lajang lagi. Harusnya aku tidak ada di sisi dia, di saat rumah tangganya tidak harmonis.

Ibu benar, kalau aku terus dekat dengan Prastowo, itu sama saja aku mengharapkan perceraiannya dengan isterinya. Dan aku sudah melakukan sebuah kesalahan yang patal.

"Kamu harus berjarak dengan Prastowo Dis, kalau kamu tidak ingin dianggap sebagai perusak rumah tangga orang lain." Ibu nasehati aku seperti itu

"Susahnya itu bu, setiap hari kami selalu ketemu di lokasi shooting, dan dia selalu ajak aku ngobrol tentang rumah tangganya."

" Nah .. itu godaan buat kamu Dis, kamu harus bisa menahan diri, untuk tidak selalu dekat dengan dia." ujar ibu

Bersambung

Gadis Bukan Perawan [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang