~ Falling in Love ~

219 5 0
                                    

Bagi aku, Prastowo adalah sosok lelaki yang ideal, postur tubuhnya yang tinggi dan kekar, terkesan sangat 'lelaki.' Apa lagi di tambah dengan wajahnya yang handsome, dia memang pantas untuk menjadi bintang film ketimbang seorang lawyer.

Tutur bahasanya juga bagus, namun sangat to the point, tidak mencla-mencle. Mengatakan sesuatu yang memang harus di katakan, tanpa tedeng aling-aling. Bicara hanya bila perlu, selebihnya lebih banyak diam dan mendengarkan.

Aku sangat menikmati kebersamaan dengan Prastowo di lokasi shooting. Ada satu kesan yang sangat mendalam, saat kami melakoni peran sebagai pasangan muda, yang baru saja berumah tangga, saat Prastowo dalam adegan itu mengecup keningku, dan dialognya saat itu;

"Sayang ... apa yang sedang kita bangun saat ini, adalah sebuah mahligai kebahagiaan, tidak akan ada yang bisa menghalanginya"

Kata-kata itu diucapkan Prastowo dengan penuh perasaan, sehingga aku jadi terbawa perasaan, seakan-akan apa yang dikatakannya itu bukanlah dalam sinetron, tapi di dunia nyata. Sehingga adegan yang kami perankan itu membuat aku melambung tinggi.

Selepas adegan itu kami lakukan, aku bertanya pada Prastowo saat break shooting,

"Mas ... kamu tadi sepertinya menghayati banget dialognya? Apa benar dugaan aku?" Tanyaku dengan antusias

"Ya Dis ... aku terbawa perasaan banget, apa lagi saat aku memeluk kamu. Aku baru merasa chemistry kita terbangun dalam adegan tadi." Ujarnya dengan perasaan senang

"Biasanya kalau kita merasakan hal seperti itu, penonton pun ikut menghayati adegannya mas." Ucap ku

"Oh ya? Semoga ya, aku juga ingin tahu reaksi penonton."

"Kita akan tahu setelah itu tayang nanti mas, siap-siap aja kamu akan di serbu penggemar."

"Masak sih? Aku ini apa atuh? Kok sampai diserbu penggemar?" Prastowo memberondongku dengan pertanyaan

"Yah ... lakon kita dalam sinetron ini kadang seperti hidup kita sehari-hari mas, aku mengalaminya kok." Jawabku sambil menatap bola matanya yang bening

"Serius kamu Dis? Apa yang kamu alami?" Tanya Prastowo lagi, dia membalas tatapanku

"Pernah di satu judul, aku bermain sangat total ... karena peranan itu menyentuh kehidupan nyata aku. Setelah tayang, aku di datangi penggemar di lokasi." Ceritaku padanya

Obrolanku dengan Prastowo akhirnya berkembang ke berbagai pengalaman yang aku alami, dia sangat antusias mendengarkan, dia tipe pendengar yang baik, dan sangat menghargai semua yang aku ceritakan.

Cerita-cerita aku tersebut, membuat dia tambah ingin berakting dengan serius, sehingga kami sering latihan dialog berdua, kami ingin penonton benar-benar menganggap peranan tersebut kami lakonkan dengan baik.

Waktu terus berjalan, Prastowo semakin mencuri perhatian banyak orang, bukan cuma aku yang mengaguminya. Aku menemukan lawan yang tidak seimbang untuk mendapatkan perhatian Prastowo, karena aku juga harus bersaing dengan sutradara yang seorang wanita lajang, dan seorang pemain yang tergolong bintang.

Sebagai seorang pengacara, Prastowo sangat tajir, dia masuk dunia entertainment bukanlah untuk mencari uang, tapi populeritas. Dia laki-laki yang sangat sempurna, wajar saja kalau sutradara pun mencoba mencuri perhatian Prastowo, begitu juga seorang bintang terkenal, sementara aku bukanlah siapa-siapa.

Suatu kali, apa yang pernah aku katakan pada dia jadi kenyataan, banyak penggemarnya yang mecarinya sampai ke lokasi,

"Gimana mas dengan apa yang pernah aku katakan? Terbukti kan?" Tanyaku

"Iya Dis ... tiba-tiba aku laku keras nih, aku takut jadi lupa diri." Ujarnya

"Jangan sampai mas, itu bisa menjatuhkan reputasi kamu nanti, tetaplah seperti biasanya kamu." Saranku pada Prastowo

"Kamu tolong ingatkan aku ya Dis, kalau aku sampai lupa diri." Pintanya

"Sebagai teman, aku cuma bisa lakukan itu mas, sutradara sendiri sepertinya menyukai kamu mas." Aku mulai menggodanya

"Masak sih Dis? Kok kamu bisa tahu?" Tanya Prastowo

"Aku ini wanita mas ... jadi aku tahu gimana perasaan sesama wanita, ketika dia menyukai seorang lelaki." Jawabku

"Tanda-tandanya apa Dis? Apa yang kamu tangkap dari sikap dia terhadap aku?" Prastowo mulai penasaran

"Dari cara dia mengarahkan peranan kamu, dan itu berbeda dengan cara dia terhadap pemain lainnya." Aku jelaskan pada Prastowo

"Ah masak sih?" Tanya dia lagi."Aku merasa dia biasa-biasa aja, tapi gak tahu juga ya kalau dia seperti itu." Lanjut Prastowo

"Kamu biasa aja mas, jangan curiga sama dia ... kalau dia tidak suka, bisa habis peran kamu mas." Aku mencoba mengingatkan Prastowo.

Saat aku dan Prastowo sedang berbincang-bincang, tiba-tiba salah satu bintang yang cukup terkenal memanggil Prastowo,

"Hei Pras ... bisa ngobrol sebentar gak di mobil aku?" Panggil bintang itu

Prastowo dengan berat hati menghampiri bintang tersebut, dan mengikutinya masuk ke dalam mobil. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan, kurang lebih setengah jam mereka ngobrol di dalam mobil bintang terkenal itu.

Aku seperti sedang bertarung dengan dua naga besar untuk mendapatkan perhatian Prastowo, aku harus berhadapan dengan bintang papan atas, dan seorang sutradara wanita yang memiliki wewenang dalam mengatur peranan aku. Aku mencoba menetralisir perasaan aku, agar tidak terlalu berharap pada Prastowo.

Yang hebatnya lagi, Prastowo tidak berubah sikapnya terhadapku, meskipun dia sedang digandrungi banyak orang. Dia tetap bersahaja. Dia tetap perhatian terhadapku, dan memgingatkan aku kalau aku lupa makan, atau terlalu sibuk dengan diriku sendiri.

"Dis ... sesibuk apa pun kamu, jangan sampai lupa makan, karena penyakit orang film itu yang aku baca hampir rata-rata sama, lambungnya bermasalah, juga levernya." Ingatnya saat itu

Dan Prastowo benar, dia tidak ingin melakukan hal seperti itu, sesibuk apa pun dia tidak ingin sampai telat makan. Kami selalu saling mengingatkan hal itu. Meskipun dia tahu sekarang sedang menjadi titik perhatian seorang bintang terkenal, dan sutradara, dia sama sekali tidak berubah terhadapku.

Saat break shooting, dia lebih meluangkan waktunya untuk nghobrol dengan aku, dibandingkan ngobrol dengan sutradara dan artis terkenal itu. Sehingga aku merasa tersanjung sekali dengan perlakuannya. Namun imbasnya, aku sering di jutekin sama artis itu saat satu frame dengannya, dan sering di tegur sutradara saat akting.

Melihat situasi seperti itu, Prastowo tambah simpati sama aku, dia kasihan sama aku yang diperlakukan tidak adil. Dari situ aku jadi tahu kalau Prastowo hatinya memang baik, bukan pura-pura baik.

"Dis ... kamu jangan ambil hati kalau diperlakukan orang lain dengan tidak baik." Nasehatnya

"Gak lah mas, aku sih tahu diri aja, aku kan bukan siapa-siapa, perananku juga cuma peran kecil." Jawabku

"Kamu gak boleh punya perasaan begitu, mana ada peran kecil atau peran besar, yang ada peranan yang harus kita mainkan semaksimal mungkin."

"Tapi kan kenyataannya memang gitu mas, peranku cuma peran pembantu." Kataku

"Lah bedanya apa dengan aku? Kan aku berperan sebagai suami kamu?" Tanya Prastowo

"Beda mas, dalam peranan itu posisi kamu lebih penting dari aku."

"Udah ya ... kita gak usah bahas soal itu, kita akting semaksimal mungkin aja, aku sangat merasa terbantu dengan akting kamu." Itulah cara Prastowo menghiburku.

Prastowo itu selalu ingin menjaga perasaan aku, terlebih di saat dia habis ngobrol dengan sutradara dan artis terkenal itu. Tapi, aku menganggap hal itu biasa saja, aku tidak ingin bawa perasaan, aku tahu diri saja. Sikapnya itu aku anggap sebagai sikap seorang lelaki yang bijaksana.

Bersambung



Gadis Bukan Perawan [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang