~ Prastowo Mendapat Restu ~

25 3 0
                                    

Sekarang aku yang bingung, ternyata Prastowo dapat restu dari orang tuanya untuk menikahi aku. Sementara aku belum siap untuk segera menikah, karena biar bagaimana pun aku harus menghadap bapak, di saat hubungan aku tidak harmonis sama bapak.

Memang bapak tidak bisa menolak untuk menjadi wali nikah, karena memang sudah keharusannya bapak yang menikahkan. Mau tak mau aku harus ketemu sama bapak, untuk memberitahukan hal ini.

Aku cerita sama ibu soal ini,
"Bu, mas Prastowo sudah pisah sama isterinya, karena di gugat cerai sama isterinya." ceritaku

"Terus dia mau nikah sama kamu, gitu Dis? Mbok ya kamu mikir Dis, kan dia baru saja cerai?" tanya ibu

"Iya bu, gak sekarang sih, Gadis juga minta waktu sama mas Pras, karena Gadis juga harus ketemu bapak."

"Terus gimana dengan orang tuanya? Bisa menerima kamu gak? Apa kamu sudah ketemu lagi sama orang tuanya?"

Aku jawab pertanyaan ibu, aku belum ketemu lagi sama orang tuanya, tapi berdasarkan ucapan Prastowo, kedua orang tuanya sudah bisa menerima aku. Secara prinsif, ibu satu pemikiran sama aku, bahwa dengan menikah, aku tidak akan lagi di jodohkan bapak.

Hanya saja ibu meminta, jangan buru-buru menikahnya, karena Prastowo baru saja bercerai, ibu tidak ingin ada anggapan negatif dari orang lain.

"Yang harus kamu pertimbangkan, anggapan orang terhadap kamu Dis, kamu pasti di duga sebagai perusak rumah tangga Prastowo." ujar ibu

"Ya bu, itulah alasan Gadis tidak ingin buru-buru menikah, takut orang beranggapan seperti itu."

Ibu berjanji akan bicara sama bapak, agak bapak mau mendampingi aku saat menikah. Karena hal ini sangat penting, menyangkut martabat keluargaku. Di hadapan orang tua Prastowo, kami harus terlihat keluarga yang harmonis, meskipun Prastowo tahu seperti apa kondisi keluargaku yang sebenarnya.

Aku bicara sama ibu soal ini, di tengah kesibukan ibu di rumah, sehingga pembicaraan kami di sela-sela kesibukan ibu. Tapi ibu sangat serius membahas soal ini, ibu juga minta sama aku, harus memantapkan terlebih dahulu dengan Prastowo.

Ibu berhenti sejenak dari kesibukannya di dapur, " Ibu tahu Dis, kamu sangat mencintai Prastowo, tapi biar bagaimana pun kamu harus mengenalnya lebih jauh." ujar ibu

Aku mendekati ibu, dan memeluknya, "Ridho Tuhan atas pernikahanku dengan mas Pras, sangat tergantung ridho ibu." ucapku

Ibu membalas pelukanku, "Dis, kalau soal itu ibu sangat merestui, dan meridhoi, karena ibu ingin kamu bahagia..." ucap ibu dengan penuh kasih sayang.

"Yaudah bu, aku mau ke lokasi shooting dulu, sebentar lagi jemputanku datang."

Ibu kembali dengan kesibukannya di dapur, dan aku siap-siap dandan untuk ke lokasi shooting. Saat aku di kamar, Prastowo telepon aku;

"Dis, kamu udah jalan belum? Kalau belum biar aku jemput ya?" tanya Prastowo

"Gak usah mas, kan dari rumah kamu kesini cukup jauh, sebentar lagi mobil jemputan datang kok." jawabku

Setelah berbincang-bincang sejenak dengan Prastowo, aku mengakhiri pembicaraan, karena mobil jemputanku sudah sampai. Setelah pamit sama ibu, aku pun langsung berangkat ke lokasi shooting.

Sepanjang perjalanan, aku mengingat-ingat nasehat ibu, agar aku bicarakan sungguh-sungguh soal pernikahan, bukan semata karena cinta pada Prastowo, tapi juga harus mengharapkan Ridho Allah. Nasehat itu aku pegang teguh, aku tidak ingin menikah hanya karena keburu nafsu.

Yang lebih aku pikirkan saat ini adalah bapak, karena saat terakhir dia dari rumah ibu, bapak di usir sama ibu. Aku takut bapak tidak bisa memaafkan soal itu, sehingga bapak tidak ingin mendampingi aku.

Kurang lebih satu jam perjalanan, aku sampai di lokasi shooting. Hari itu aku di calling agak siang, begitu juga dengan Prastowo. Aku belum melihat kalau Prastowo sudah sampai di lokasi, karena di ruang kostum - make up, aku gak menemui keberadaannya.

Saat aku mau makan siang, Prastowo baru muncul, "Hai Dis ... kamu dari tadi ya?" tanya Prastowo sambil ikut makan siang

"Gak sih, aku juga baru nyampe mas, kok kamu agak telat? Biasanya paling duluan?"

"Yah.. seperti biasalah Dis, jalan yang padat merayap, jadi ya aku menikmati aja, dari pada aku stress." jawabnya

Sambil makan siang di ruang kostum, kami ngobrol tentang rencana pernikahan,

"Gimana Dis tanggapan ibu? Dapat dukungan gak kira-kira?" tanya Prastowo sambil melirik aku yang ada di sampingnya

"Kalau ibu sih In Sha Allah sangat mendukung, hanya saja ibu menasehati, jangan buru-buru nikah nya, soalnya kamu baru cerai."

"Aku sih mau kapan pun kita menikah, sudah tidak menjadi soal, yang penting kedua orang tua kita mendukung, itu aja sih." ujar Prastowo

"Ganjalan aku cuma bapak mas, karena terakhir kami ngobrol di rumah, bapak sampai di usir ibu, karena ibu sudah sangat kesal sama bapak."

"Nah!! terus siapa nanti yang bicara sama bapak?" tanya Prastowo

"Ibu sih janji akan ketemu sama bapak, membicarakan masalah ini dengan serius." jawabku

Mungkin saja Prastowo juga kuatir dengan masalah ini, hanya saja dia tidak ingin memperlihatkannya sama aku. Prastowo sudah sangat siap menghadapi pernikahan kami, dia sampai membayangkan kami hidup di rumah yang sudah dia siapkan untuk kami berdua.

Ternyata dugaanku benar, Prastowo khawatir kalau bapak tidak ingin mendampingi aku, karena aku dianggap sudah membangkang terhadap keinginannya. Dan Prastowo yakin kalau bapak sakit hati, begitu tahu kalau kami akan menikah. Padahal rencananya bapak ingin menikahkan aku dengan temannya.

Keesokan harinya, ibu datang ke restoran bapak, ditemani oleh adikku, ibu tidak ingin ajak aku ketemu bapak. Awalnya bapak tidak ingin terima ibu, itu aku ketahui dari cerita ibu, karena bapak masih kecewa sama ibu dan aku.

"Saya sebetulnya sudah tidak ingin ketemu kalian Nik, karena sudah sangat kecewa. Kalian tidak menghargai saya sama sekali." ujar bapak pada ibu

Namun berkat keuletan ibu dalam mengambil hati bapak, akhirnya bapak mau mendampingi aku nikah,

"Saya kalau gak mikir kewajiban sebagai orang tua, saya gak mau Nik mendampingi Gadis." ujar bapak

"Makanya mas saya datang menemui mas, karena mas gak mungkin tega membiarkan anak kandungnya menikah tanpa di dampingi," puji ibu

Rupanya bapak merasa sangat tersanjung, karena ibu sudah memujinya dengan berbagai cara,

"Soal biaya pernikahan Gadis, nanti saya akan bantu Nik, biar bagaimana pun, saya harus merestui, dan membiayai pernikannya." ujar bapak

"Alhamdulillah mas, kalau kamu tahu tanggung jawab kamu sebagai bapaknya." ucap ibu

"Emang kamu pikir saya tidak tanggung jawab Nik sama kamu dan anak-anak!!" Bapak sempat sewot sama ibu

Begitulah cerita ibu saya aku, saat ibu ketemu dengan bapak, untuk meminta bapak merestui pernikahan aku

Bersambung

Gadis Bukan Perawan [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang