~ Dicemburui Sutradara ~

180 4 0
                                    

Aku merasa memang tidak berhak untuk mendapatkan kesenangan, selalu saja ada halangannya. Tapi, aku percaya kalau Tuhan menguji aku biar aku lebih kuat, karena kesulitan yang akan aku hadapi nanti lebih dari hari ini.

Dampak kecemburuan sutradara terhadap aku sangat besar, aku tidak di arahkan dengan semestinya. Aku harus berusaha menginterpretasikan skenario sendiri, dengan kemampuanku sendiri, ini adalah sesuatu yang sangat tidak mengenakkan.

Inilah repotnya kalau ketemu sutradara sesama wanita, dan memiliki perasaan pada orang yang sama. Bayangkan, aku satu frame dengan Prastowo, tapi yang dia arahkan hanya Prastowo, sementara aku hanya mengimbangi akting Prastowo. Aku merasa ini tidak adil, tapi aku tidak bisa menuntut ketidakadilan itu.

"Chemistry kalian berdua memang bagus, tapi kamu juga tidak harus over acting!!" Sergahnya, saat aku dianggapnya berlebihan dalam menghayati peran

"Bisa kasih tahu saya mbak? Salahnya dimana?" Tanyaku penasaran

"Ya kamu rasakan sendiri saja, dimana kamu merasa over acting." Jawabnya dengan ketus

Aku sudah bisa menebak sebetulnya, apa yang membuat dia kesal dengan aku, karena dia sering pergoki aku saat sedang ngobrol dengan Prastowo. Aku mencoba menjaga jarak dengan Prastowo, tapi malah jadi aneh, dan Prastowo tidak bisa menerima hal itu.

Padahal aku ngobrol dengan Prastowo dalam konteks peranan kami dalam skenario, untuk membangun chemistry yang di butuhkan skenario. Kenapa dia tidak cemburu pada pemain terkenal, yang mengajak Prastowo ngobrol secara khusus dalam mobil artis tersebut? Karena dia tahu resikonya berhadapan dengan produser.

Kadang menghadapi situasi seperti itu, aku harus tahu diri, dan mengalah dengan keadaan. Pernah aku menyendiri, tidak berkumpul di ruang kostum bareng dengan pemain, tapi Prastowo tetap saja menghampiri aku, terus salah aku dimana? Kenapa tetap aku yang jadi sasaran kebencian.

Prastowo pernah tegur aku, "Dis ... kamu jangan mengucilkan diri dong, teman aku siapa kalau gak ada kamu?" Tanya Prastowo

"Biar aku yang ngalah mas ... kalau enggak nanti aku malah semakin terjepit, soalnya yang ngefans sama kamu berat-berat semua." Kataku saat itu

"Ya gak lah, kamu tetap gak boleh seperti itu Dis, kita ini sama-sama sedang merintis karir, kita harus banyak bersabar ajalah." Ujar Prastowo

Aku membayangkan kalau tidak ada Prastowo di lokasi, siapa yang akan ajak aku bicara? Sementara aku tidak mudah dekat dengan lelaki sekarang ini. Aku sudah tidak ingin di cap sebagai 'Lajang yang Jalang,' cukuplah itu bagian dari masa laluku.

"Sepertinya banyak yang gak suka dengan kedekatan kita mas, mereka berprasangka macam-macam." Kataku pada Prastowo

"Sebetulnya gak boleh dong mereka mikirnya gitu, toh kita juga ngobrol di tempat terbuka kok, yang diobrolin juga skenario." Ucap Prastowo

Dalam cerita yang aku lakoni bersama Prastowo, kami berperan sebagai sepasang suami isteri yang baru menikah, dan Prastowo tergoda dengan wanita lain, yang berperan sebagai wanita penggoda, adalah artis terkenal itu, yang selalu main peran antagonis.

Rupanya bukan cuma dalam lakon dia sebagai wanita penggoda, di luar lakonnya juga menjadi wanita penggoda. Aku dan Prastowo memang semakin hari semakin akrab, tapi memang tidak ada pembicaraan lebih selain membahas soal peranan kami dalam lakon yang sedang kami mainkan.

Mungkin karena sikap Prastowo yang hangat, sehingga membuat pandangan orang lain negatif sama aku. Bisa jadi mereka salah dalam melihat dan menilainya, mereka pikir karena aku bukan artis, sehingga dianggap tidak pantas bicara sama Prastowo.

Ternyata gossip dan intrik seperti itu, bukan cuma ada dalam lakon cerita, dalam kehidupan nyata pun lebih dari yang ada di sinetron.

Dicemburui oleh seorang sutradara, aku pikir akan menjadi berbahaya bagi karir aku di entertainment, tapi di luar dugaan aku, peranan aku selama ini cukup mendapat perhatian dari produser. Hal itu aku ketahui dari pimpinan produksi, yang mengatakan kalau produser mengapresiasi peranan aku.

Di hari yang lain, Prastowo cerita sama aku, bahwa dia mulai kerepotan menghadapi fans-nya,


"Dis ... aku gak nyangka kalau dunia seni peran itu cepat sekali mengangkat seseorang." Ujar Prastowo

"Bukan cuma mengangkat mas, tapi juga cepat menjatuhkan, kalau kita tidak bisa menjaga reputasi." Jawabku

"Hampir sama dengan dunia lawyer, seorang lawyer kalau dapat kasus besar, dan sukses pembelaannya juga bisa menjadi populer."

"Tapi tetap beda mas, dunia entertainment ini cepat sekali mengorbitkan seseorang, mas bisa merasakan hasilnya."

"Ya Dis ... aku jadi takut sendiri, takut dengan berbagai godaan duniawinya."

"Bagus kalau mas Pras punya kesadaran itu, jadi bisa mawas diri, dan sadar akan bahaya yang mengancam." Aku cuma mampu bilang begitu

Prastowo itu lelaki yang baik, masih lajang dan tampan. Jadi wajar kalau dia cepat populer, karena modalnya untuk menjadi populer sudah cukup. Beda dengan aku, terutama dalam soal keberuntungan, dia lebih beruntung dari aku, meski level peran kami sama.

Aku tidak berani bilang aku cantik, tapi memang pada kenyataannya aku bisa dapat peran, karena pertimbangan hal itu. Aku dianggap sebagai perempuan yang memiliki daya pesona yang kuat bagi lelaki, dan hal itu juga yang menjadi petaka bagi diri aku.

Pernah Prastowo bilang begini, "Dis ... aku ingin kita berdua menjadi populer secara bersama-sama." Namun aku jawab, "Mas ... soal itu bukan urusan kita, itu sepenuhnya hak Tuhan."

"Aku suka dengan cara berpikir kamu Dis, kritis dan sangat spiritualis." Ucapnya

"Mungkin karena aku terlalu kenyang dengan kesulitan mas, jadi aku lebih dekat dengan hal-hal seperti itu." Jawabku

Kadang kalau lagi ngobrol dengan Prastowo, aku harus lihat-lihat dulu, takutnya di awasi sutradara yang sangat menyukai Prastowo. Aku paling tidak suka dicemburui, aku malah rela kalau sutradara itu jadian sama Prastowo. Tapi masalahnya, Prastowo tidak terlalu merespon sikap sutradara itu.

Bayangin, aku pernah ketemu ketika sama-sama di toilet, sikap sutradara itu sangat jutek. Aku gak habis pikir, pacaran aja belum sama Prastowo, tapi sudah dicemburui secara membabi buta. Aku sempat berpikir, bisa saja peranan aku digantinya dengan orang lain.

Padahal sekarang ini, aku hanya berpikir bagaimana caranya kehadiran aku bisa di terima semua orang, aku tidak suka punya konflik dengan orang lain. Dengan orang yang sudah merenggut kehormatanku saja, aku bisa berdamai, dan tidak ingin berkonflik.

Suatu saat aku dikabarkan oleh pimpinan produksi, bahwa produserku ingin ketemu di kantor. Aku menganggap ini sebagai sesuatu awal yang baik, namun aku juga tidak mau menganggap itu sebagai sebuah kegembiraan. Tapi, juga tidak ingin hal itu menjadi sebuah petaka yang baru nantinya.

"Dis ... pak Produser ingin ketemu kamu di kantor, beliau respek dengan performa kamu." Ujar Pimpro saat itu

"Kabari aja mas, kapan aku harus mengahadap beliau." Aku jawab begitu

Bersambung


Gadis Bukan Perawan [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang