Hari ini Rara diantar pulang oleh Rina ke rumah Arga. Setelah itu Rina kembali pulang karena ia akan ikut menemani suaminya pergi ke luar kota untuk berbisnis."Mama hati-hati ya Ma, sering telpon Alia aja ya kalau Mama lagi bosen," kata Alia setelah mengurai pelukan ibu mertuanya itu.
Rina tersenyum dan mengelus pipi Alia lembut. Wanita paruh baya itu tersenyum anggun menatap sang menantu.
"Iya Sayang pasti, eh tapi Mama nggak mau ah terlalu sering nelpon kamu yang ada ntar malah ganggu lagi,"
"Ganggu apa sih Ma, Alia tuh sama sekali nggak bakalan merasa terganggu kalo ditelpon sama Mama," ucap Alia dengan suara manja pada Rina.
"Emangnya kalo lagi di kamar sama Arga terus Mama telpon apa nggak ganggu? Hem?" tanya Rina dengan tatapan menggoda pada Alia.
Seburat merah muncul di kedua pipi istri dari putranya itu. Melihat Alia yang tersenyum malu Arga merangkul pundak sang istri dan mengelusnya lembut. Bukannya hilang, rona merah yang ada di pipi Alia semakin bertambah. Terasa panas karena malu.
"Udah dong Ma, jangan godain Alia. Malu kan tuh," kata Arga sembari terkekeh dibalas cubitan manja dari Alia pada perutnya.
"Mas Arga Ihh," ujar Alia seraya melepaskan rangkulan tangan Arga dari pundaknya. Alia beralih mendekati Rara dan mengelus rambut gadis kecil itu.
"Rara salim sana Oma dulu Sayang," kata Alia.
Setelah mobil yang dikendarai oleh sopir dari Rina pergi. Arga menoleh pada Alia yang masih berdiri di sampingnya tapi tidak dengan Rara, gadis kecil itu sudah masuk ke dalam rumah.
Dahi keduanya mengernyit saat sebuah mobil berhenti tepat di depan rumahnya. Ternyata Nathan yang datang dengan senyum sumringah dan tentu saja ditujukan pada Alia.
Arga menghela sebal melihat kehadiran Nathan, ia melangkah mempertipis jaraknya dengan Alia sebelum sebelah tangannya ia lingkarkan di pinggang sang istri. Awalnya Alia tersentak namun setelah tau maksud dari suaminya ia lantas tersenyum singkat.
"Pagi Alia," sapa Nathan sembari memberikan sebuket bunga pada Alia.
Pria itu tersenyum dan terus menatap penuh puja pada Alia. Tidak tahukah dia jika Arga susah memasang wajah tidak bersahabatnya sekarang.
Alia menggigit bibir bawahnya bimbang, ingin menolak bunga pemberian dari Nathan tapi ia takut nanti Nathan tersinggung tapi jika ia terima sudah dipastikan Arga akan marah padanya dan ia tidak mau itu terjadi.
"Kamu nggak suka bunga ya Al?" tanya Nathan dengan dahi mengerut lantaran Alia belum menerima bunganya. Alia hanya tersenyum kaku.
"Gue bisa kasih Alia bunga apa aja yang dia mau, jadi lo enggak usah susah payah beliin Alia bunga," tungkas Arga sembari mendorong pelan bunga yang disodorkan Nathan pada Alia.
Alia tercengang dengan apa yang Arga lakukan, tidak menyangka Arga akan berkata seperti itu. Apa Arga merasa cemburu? Atau ... ah tapi bukannya Arga bilang kalau ia akan belajar untuk mencintai Alia? Mungkin dengan mencoba bersifat posesif adalah satu caranya.
Sementara Nathan, pria itu menaikkan sebelah alisnya dan tersenyum kecut lantas mengangguk. Ia menatap pada tangan Arga yang masih setia berada di pinggang Alia.
"Oh sorry, ya udah Al kalo gitu aku balik ya. Padahal bunga itu titipan dari Mama aku buat kamu," ujar Nathan.
"Loh, dari Mama kamu? Bilang makasih ya Nath. Maaf kayaknya Mas Arga tadi salah paham," jawab Alia dengan senyum dan raut wajah yang susah.
"Never mind, gue balik. Semoga lo selalu bahagia ya Al," pamit Nathan dan benar-benar pergi setelah mendapat anggukan kepala dari Alia.
Sedangkan Arga, pria itu hanya mendengus tidak suka sembari terus memeluk erat Alia. Bahkan kini kedua tangannya yang melingkar di tubuh Alia.
"Mas, ini di luar loh. Entar diliat tetangga gimana?" ucap Alia dengan pipi bersemu.
"Ya enggak Gimana - gimana, kamu istri aku ini jadi wajar dong kalau suami peluk istrinya," jawab Arga dengan entengnya.
"Ya tapi nggak harus di depan pintu juga kali Mas," sahut Alia lagi.
"Terus maunya dimana? Di kamar? Entar kamu nggak bisa jalan Sayang," kata Arga yang secara spontan membuat hangat seluruh perasaan Alia.
Sepertinya Arga benar-benar dengan ucapannya tadi malam. Perlakuan manisnya pagi ini sudah menjadi satu bukti.
"Oh iya Mas," pekik Alia saat tiba-tiba otaknya mengingat sesuatu. Arga menoleh dan mengerutkan dahinya pada Alia.
"Aku mau bicara sama kamu bentar bisa ya," kata Alia pelan.
Arga tersenyum dan mengelus rambut Alia lembut.
"Kamu mau ngomong sama aku selamanya sampe aku tua juga aku mau kok Al," gurau Arga. Alia mencebikkan bibirnya.
"Yakin? Entar bosen karena dengar suara aku terus," ujar Alia yang ditanggapi dengan kekehan oleh Arga.
"Ya udah, emang mau ngomong apa sih hem?" tanya Arga dengan wajah yang mulai serius.
Alia mengalungkan tangannya pada lengan Arga. Mengiring pria itu agar masuk dulu ke dalam rumah.
"Kita bicara di dalam ya," kata Alia. Mereka berdua duduk di sofa ruang tamu dengan posisi yang bersebelahan.
"Em Mas Arga katanya mau cerita soal Erna kan ya kalau nggak salah? Aku jadi penasaran Mas," kata Alia terus terang membuat Arga mengangguk dan memperbaiki duduknya agar lebih nyaman.
"Iya, oke Al. Sebenarnya aku enggak cinta sama Erna. Kita pacaran hanya karena keinginan Erna aja. Aku enggak," ucap Arga sengaja menghentikan kalimatnya, sambil meneliti wajah Alia dan benar saja wanita itu memasang wajah penasarannya.
"Loh bukannya waktu itu Mas Arga bilang kalau Mas cinta ya sama dia?" Alia tidak tahan untuk tidak muka suara berisi pertanyaannya.
"Iya, aku bilang kaya gitu karena aku pikir kamu nggak sungguh-sungguh cinta sama aku Al, dan yang perlu kamu tau juga aku pacaran sama Erna itu karena balas jasa aja bukan karena cinta."
KAMU SEDANG MEMBACA
Duda Tampan (Tamat)
Roman d'amourSEBAGIAN PART DIPRIVATE! FOLLOW AKUN AUTHOR DULU AGAR BISA BACA LENGKAP!!! Alia harus menahan pahit saat cintanya pada Arga, si duda tampan di awal pernikahan yang hanya bertepuk sebelah tangan. Segala cara ia tempuh agar Arga mau menatapnya sebaga...