Follow ya guys. Aku mulai aktif menulis nih. Jangan sampe ketinggalan info karena nggak follow.
"Maaf aku ganggu," kata Alia susah payah.
Ia berbalik ingin melangkah sebelum tangannya ditahan oleh Arga. Meski ia tepis dengan kuat tetap saja tenaga Arga jauh lebih unggul dibanding Alia.
Akhirnya Alia menyerah dan menatap Arga dengan mata yang memerah menahan panas karena ingin mengeluarkan kristal beningnya. Arga tidak menyangka jika saat ini senyuman manis yang tengah ia dapat dari Alia. Bukan tamparan atau makian seperti kebanyakan orang.
"Kita bicarakan di rumah ya Mas, aku duluan." Alia menatap pada pergelangan tangannya yang masih dicekal oleh Arga lalu pandangannya mengarah pada pria itu. Arga menghela kasar.
"Kamu pulang sama aku," kata Arga.
Melihat pasangan suami istri itu yang hendak pergi dengan cepat Alia meraih ponsel Arga dari atas meja dan berjalan pada pintu. Arga melihatnya dengan Alis bertaut namun, darahnya mendidih melihat ponselnya ada di tangan wanita itu.
"Ponsel kamu, Sayang," kata Erna sembari menyodorkan ponsel Arga.
Tanpa menjawab Arga meraih ponselnya dan membawa Alia pergi dari sana dengan tangan yang masih mengandung, ralat mencekal tangan Alia.
***
Arga menatap gusar pada Alia yang hanya diam. Mereka masih dalam perjalanan pulang dan di dalam mobil keadaan sangat hening. Tidak ada yang membuka suara.
Biasanya Alia tidak akan tahan dengan keadaan hening. Berbagai cara wanita itu lakukan agar tidak sepi, seperti mendengar musik atau bermain ponsel.Tapi, tidak untuk saat ini, wanita cantik itu hanya diam dengan wajah yang tidak menunjukan ekspresi menarik apapun.
Matanya mengarah ke depan, menjadikan jalanan sebagai suguhan bagi mata indahnya, mulutnya seakan tertutup rapat bahkan terkunci. Badannya bersandar pada jok mobil.
Arga pun tidak tau harus bersikap seperti apa sekarang. Melihat Alia yang diam seribu bahasa membuatnya bingung selain menjalankan mobil dengan kecepatan sedang dan ikut membisu.
Otak tampannya sedang berputar berbagai pemikiran yang bermacam-macam, mulai dari pertanyaan bagaimana Alia bisa tau letak apartemen Erna sampai bagaimana wanita yang menjadi istrinya itu bisa datang ke sana dan apa yang membuat wanita itu menghampirinya. Diamnya Alia, bingungnya Arga.
"Alia," panggil Arga saat mobilnya sudah berhenti tepat di depan rumah.
Arga bergegas menahan tangan Alia saat wanita cantik itu ingin turun setelah melepas sabuk pengaman terlebih dahulu.
Alia menoleh pada Arga dan menghela nafas panjang sebelum menghembuskannya pelan."Apa Mas," jawab Alia.
Arga menahan nafas dan menatap gusar pada Alia.
"Aku bisa jelasin yang terjadi tadi, tadi Erna yang-"
"Aku nggak peduli siapa yang memulai Mas, yang aku lihat tadi Mas dan Mbak Erna sama-sama tenggelam dengan ciuman kalian, dan aku sebagai istri enggak bisa terima itu," tungkas Alia.
Melepaskan tangan Arga dengan lembut dan turun dari mobil tanpa menoleh lagi pada pria itu.
Alia memasuki kamarnya, ia siapkan baju untuk Arga. Biasanya suaminya itu akan mandi setelah pulang dari kantor meski hari masih siang.
Tidak lama Arga menyusul masuk ke dalam kamarnya. Tersenyum melihat Alia yang menyiapkan pakaiannya dengan telaten. Padahal jelas ia bisa melihat raut sedih di wajah Alia. Meski Alia tidak berkata apapun tapi ia bisa melihat lewat tatapan dan pancaran mata wanita itu.
"Mas Arga mandi dulu ya, nanti langsung makan karena Bik Imah udah masak buat makan siang," kata Alia sembari memberikan handuk berwarna putih pada Arga.
"Iya Dear, ya udah aku mandi dulu ya," jawab Arga menerima handuk dari Alia dan masuk ke dalam kamar mandi.
Alia mengangguk, setelah Arga masuk ke dalam kamar mandi Alia menitikkan air matanya yang sedari tadi tertahan. Menumpahkan seluruh kesedihannya seraya duduk di atas tempat tidur.
"Aku nggak sanggup Mas, maafin aku," gumamnya pelan.
Tangannya mengusap air mata yang membasahi pipi. Alia mengambil koper yang sengaja diletakkan di samping lemari. Membuka lemari bajunya dan memindahkannya sebagian baju-bajunya ke dalam koper. Tidak lupa Alia mengambil tas kecil yang biasa ia pakai untuk bepergian.
Alia keluar dengan koper di tangannya tapi langkahnya terhenti saat Arga keluar dari kamar mandi, memanggil namanya. Alia menoleh dan menatap tersenyum pada Arga yang masih memakai handuk.
Mata Arga memerah dan dengan cepat pria itu menghampiri Alia menyeretnya kembali ke dalam kamar dan mengunci pintu dengan koper yang terbengkalai di luar kamar.
"Apa-apaan ini Al? Kamu mau kemana pake bawa koper segala? Mau kabur?" tanya Arga dengan wajah marah.
Tangannya mencekal erat tangan sang istri. Alia menghela sebelum mendongak padanya dan tersenyum. Bukan senyum manis seperti biasa yang ia suguhkan untuk Arga, tapi senyum yang tersirat akan kesedihan, penuh luka, dan rasa kecewa.
"Iya Mas, aku mau pergi untuk nenangin diri dulu, mau gimana pun aku tetap wanita biasa Mas-"
"Kamu nggak boleh pergi," potong Arga.
Alia menatap takjub dengan mata dibuat melebar pada Arga.
"Terus kamu boleh selingkuh sesuka hati kamu Mas? Kamu boleh pergi semaunya kamu? Kamu menjalin hubungan dengan wanita lain bukan cuma di belakang aku tapi juga di depan aku, kamu pikir aku ini apa. malaikat? Kalo terus kaya gini aku nggak sanggup Mas, kamu bilang cinta sama aku tapi sedikit pun kamu enggak nunjukin bukti cinta kamu buat aku, aku mencintai Mas Arga bukan berarti aku harus terus terima atas perlakuan Mas yang sudah kelewatan sama aku. Aku pun punya batas kesabaran Mas, aku pergi," kata Alia dengan suara tertahan dan berusaha sekuat tenaga untuk bisa melanjutkan ucapannya.
Arga sendiri terdiam mendengar semua yang Alia katakan. Semua yang Alia katakan memang benar, ia yang egois. Ternyata di balik semua sifat wanita itu yang seolah-olah menerima semua perlakuannya tersimpan banyak rasa perih yang tadi wanita itu ungkapkan padanya.
Sungguh Arga merasa dirinya menjadi pria yang tidak ada baik-baiknya untuk Alia. Suami macam apa ia ini.
"Akh."
Arga menjambak rambutnya sendiri.
Tubuhnya menjadi kaku untuk di gerakkan bahkan bibirnya pun tidak bisa untuk sekedar mengucapkan larangan atau meminta pada Alia untuk tidak pergi. Matanya menatap sendu pada punggung Alia yang keluar dari kamar dan mengambil koper yang tadi tergeletak di lantai, lantas membawanya pergi dari sana. Bisa ia lihat dari balik punggung wanita itu sesekali Alia menyeka air mata yang tercipta karena ulahnya."Aku nggak boleh egois, tapi apa nanti Alia bakal maafin aku dan mau balik lagi ke rumah ini ya, aku enggak bisa bayangkan gimana nanti kalau Alia benar-benar pergi dan minta pisah," gumam Arga.
Menghela nafas kasar dan berat. Arga bergegas mendekati tempat tidur dan mengambil pakaian yang tadi sudah disediakan oleh Alia. Menatapnya nanar, bahkan dalam keadaan kecewa pun Alia masih mau melayaninya. Yang ia takutkan sekarang adalah, ini terakhir kali Alia melayaninya sebagai suami. Mengingat itu Arga menggeleng tegas, ini tidak boleh terjadi.
Part 37-38 ada di karyakarsa ya. Link di bio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duda Tampan (Tamat)
RomanceSEBAGIAN PART DIPRIVATE! FOLLOW AKUN AUTHOR DULU AGAR BISA BACA LENGKAP!!! Alia harus menahan pahit saat cintanya pada Arga, si duda tampan di awal pernikahan yang hanya bertepuk sebelah tangan. Segala cara ia tempuh agar Arga mau menatapnya sebaga...