Sembilan

47.4K 2.7K 10
                                    

Perlahan Arga mendongakkan kepalanya dan meraih kepala Alia. Ia beri sebuah kecupan lagi di sana. Alia tersenyum mendapati perlakuan yang manis dari Arga. Dalam hatinya tersenyum dan mengucapkan syukur setidaknya meski Arga selalu berkata belum bisa mencintainya tapi Arga memperlakukannya dengan baik ketika di dalam kamar.

Alia akui dia juga merasa melayang setelah keduanya mencapai puncak tadi. Arga ternyata sangat lembut dan penuh perhatian. Setiap sentuhan yang diberikan Arga selalu menghasilkan getaran hingga desiran aneh pada dirinya.

"Makasih ya istriku, maaf kalau aku baru bisa memberi nafkah batin sekarang," gumam Arga sembari mengusap peluh yang ada di dahi wanita ini. Tentu saja ucapannya tadi hanya ia suarakan di dalam hati.

Manik mata mereka bertemu, membuat Arga sadar betapa cantiknya wanita yang ada di sampingnya ini. Sedangkan Alia tersenyum dengan rona pipi yang kian terlihat. Dipandangi dengan begitu intens oleh Arga membuatnya merasa malu dan salah tingkah.

"Makasih Alia, udah menjadikan aku yang pertama," ucap Arga tulus, tangannya ia gunakan untuk mengusap pipi dan anak rambut Alia.

"Iya Mas, dan Mas enggak perlu bilang makasih karena itu adalah hak Mas Arga," balas Alia membalas tatapan Arga. Tangannya mengeratkan selimut yang sudah sampai batas dada.

Arga juga tersenyum dan tanpa sungkan ia kecup lagi kening Alia lembut. Pipi wanita itu bersemu.

"Ya udah sekarang kita istirahat ya," Arga menarik tubuh Alia dan memeluknya erat.

Menghantarkan rasa hangat pada tubuh Alia. Alia merasa sangat nyaman berada dalam pelukan Arga. Tapi Alia menepis keinginannya untuk sikap Arga ini. Bisa saja besok pagi Arga akan lupa hal ini. Alia tersenyum getir.

"Meski Mas Arga sekarang dalam keadaan yang kurang sadar tapi aku tetap bersyukur kok Mas, besok aku akan bersikap biasa lagi. Seperti kita tidak pernah melakukan hal ini, aku sangat menikmati momen ini Mas," gumam Alia dalam hati.

Alia mengusap tangan Arga yang melingkar indah di perutnya. Mencoba memejamkan mata untuk mengikuti Arga yang sudah lebih dulu menyusuri alam mimpi. Bahkan nafas lelaki itu terasa teratur di lehernya.

"Mas," panggil Alia dengan suara pelan membuat Arga yang sudah memejamkan mata membukanya lagi.

"Hem?" jawabnya singkat,

"Wajah Mas Arga kenapa? Kok banyak bonyok gitu? Mas habis kelahi ya?" tanya Alia dengan mata yang mengamati wajah Arga.

Arga tersenyum dan menggeleng. Pria itu bangun dari tidurnya dan bersandar pada kepala ranjang.

"Ini tadi aku coba bantuin seorang nenek sama cucunya yang lagi mau di rampok. Mereka semua enggak terima dan berakhir kita adu jatos," ujar Arga sedikit bercerita.

"Mereka banyak ya Mas orangnya sampe Mas Arga luka-luka gini," kata Alia dengan nada khawatir, ia sampai mengikuti posisi Arga dan mengusap pipi sang suami.

"Kenapa? Kamu khawatir aku kaya gini?" ujar Arga dengan alis terangkat.

Alia mengerutkan keningnya melihat cara menjawab Arga sekarang sepertinya pria ini tidak dalam keadaan mabuk.

"Ya ... ya pasti aku khawatir lah Mas, Mas itu suami aku. Mana ada istri yang enggak khawatir suami pulang dengan keadaan yang jauh dari kata baik," jawab Alia sedikit terbata di awal.

"Aku obatin luka kamu dulu ya," Alia beranjak dari tempat tidur setelah berhasil meraih kimono dan memakainya secara hati-hati.

Gadis yang kini sudah menjadi wanita itu pun mendekati meja dan mengambil kotak putih yang biasa disebut kotak P3K.

Alia mengobati luka Arga dengan teliti dan telaten. Pria itu kadang meringis saat tidak sengaja Alia menekan lukanya, "Awww yang pelan dong Alia, ini tuh sakit banget," kata Arga disertai sedikit ringisan.

"Iya, ini udah siap kok," jawab Alia dan meletakkan lagi kotak P3K tadi pada tempatnya.

Ia kembali ke tempat tidur dan duduk di samping Arga. Menatap suaminya itu penuh kasih dan rasa khawatir.

"Mas Arga jangan suka adu jatos lagi ya, gimana kalau tadi lukanya lebih parah dari ini? Kan bahaya Mas," cerocos Alia tanpa sadar sudah mengeluarkan air matanya.

Arga tersenyum dan entah kenapa hatinya terasa senang melihat Alia yang khawatir padanya. Ia peluk Alia hingga menghadirkan desiran indah bagi keduanya. Baik ia dan Alia sama-sama merasakannya. Nyaman dan hangat, apakah itu perasaan cinta?

***

Arga mengerjapkan matanya, kelopak mata yang saling berdempet itu kini merenggang dan berhasil meraih pantulan cahaya dan terangnya dunia. Tangan kanan Arga meraba ke samping tempat dimana tadi malam ada Alia yang tidur di sana, bahkan dalam pelukannya. Tapi kini tempat itu kosong. Dimana Alia? Dengan segera Arga bangun dari tidurannya dan tersenyum saat mengingat apa yang telah dan Alia perbuat tadi malam.

"Nggak tau kenapa aku ngerasa senang bahkan bahagia saat tau aku yang pertama untuk Alia. Dan Alia juga yang pertama bagi Arga. Dan  mengenai Rara, ada satu hal yang membuat Arga menjadi ayah dari anak itu. Sesuatu yang Arga dan keluarganya sangat merahasiakannya.

"Alia pasti udah di dapur sekarang," gumamnya pelan.

Arga meraih handphone miliknya yang bergetar. Ada panggilan masuk di sana dan itu dari Erna, pacarnya.
Mengusap wajah kasar Arga langsung menolak panggilan tersebut.

"Kenapa sih harus sering telpon nih orang. Udah tau aku gak bisa Erna. Aku nggak bisa," gerutu Arga sambil membuang hpnya keatas kasur.

Walaupun  Erna adalah pacar dari Arga tapi perlu diketahui jika sedikit pun Arga tidak ada menyimpan rasa untuk Erna. Terlebih setelah kedatangan dan pernikahannya dengan Alia.

Perlakuan lembut dan senyum manis dari gadis itu selalu bisa memporak porandakan hati dan perasaannya. Arga menjadi pacar dari Erna karena ia dipaksa oleh Erna. Erna meminta Arga menjadi pacarnya karena ia pernah menolong Rara dari penculikan beberapa tahun yang lalu.

Dari situlah mau tidak mau Arga mengiyakan saja keinginan Erna esti usia mereka terpaut sangat jauh. Selama ini gaya pacaran mereka tidak seperti pasangan pada umumnya. Mereka hanya akan berjumpa di Cafe saat Arga makan siang. Tidak ada acara jalan-jalan menikmati langit malam berdua bagi mereka.

Saat mendengar Arga akan dinikahkan pun Erna masih kekeh untuk melanjutkan hubungan mereka. Arga tidak punya pilihan lain karean jika ia menolak maka nyawa Rara yang akan menjadi korbannya.

Jadi biarkan saja mereka menjalani hubungan gelap ini, saat bersama Erna pun perasaan Arga tidak setenang saat ia bersama Alia. Ia jujur pada Alia karena ia tidak ingin Alia merasa lebih terluka lagi. Ia tau Alia mencintainya. Mungkin ia juga akan merasakan hal yang sama pada Alia.

Duda Tampan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang