Tujuh Belas

33.6K 1.7K 1
                                        

"Dasi aku yang garis putih kemana ya Al, kok gak ada sih," teriak Arga seraya mencari-cari dasi yang ia maksud.

Alia yang sedang menyajikan sarapan pun menggelengkan kepalanya mendengar teriakan suaminya yang mungkin menganggap rumah ini adalah hutan.

"Ini rumah apa hutan sih? Pake teriak segala. Lagian tumben banget Mas Arga teriak - teriak," dumel Alia.

"Sayang, Rara tunggu dulu ya Mama mau cari dasi Papa dulu," ujar Alia pada Rara yang sudah duduk dengan rapi di kursi tidak lupa gadis kecil itu juga sudah siap dengan baju sekolahnya.

"Iya Ma, Tapi Rara makannya tunggu Mama sama Papa aja ya Ma," kata Rara menatap manja pada Alia.

Mengusap kepala Rara dengan lembut Alia mengngguk. Wanita cantik itu berjalan menuju tangga di mana Arga berdiri dengan wajah bingung dan pakaian yang masih belum rapi. Kerah kemeja Arga terlihat ke dalam dengan kancing yang masih belum terkancing semua.

"Mas cari dasi? Ada kok tadi aku yang udah siapin," Alia memasuki kamarnya di ikuti Arga.

Arga mengangga melihat Alia yang memegang dasi yang ia cari. Kamarnya bahkan sudah ia kelilingi berkali-kali tadi, tapi matanya tidak melihat dasinya di sana. Tapi Alia? Baru saja wanita itu masih sudah langsung menemukan barang yang ia cari.

"Ini apa Mas? Dasi bukan ya?" ujar Alia dengan maksud menyindir.

Arga menunjukan deretan gigi putihnya yang rapi pada sang istri.

"Hehe kok bisa ada yang Al. Padahal udah aku cari loh sampe ini kamar berantakan," kata Arga berjalan mendekat dan melingkarkan tangannya di pinggang Alia.

"Jangan macam-macam ini benerin dulu baju kamunya. Ntar telat loh," ucap Alia sembari memasukkan kancing baju Arga pada tempatnya dan merapikan kerah bajunya sampai Arga terlihat rapi. Selanjutnya Alia memasang dasi Arga dengan telaten.

Melihat Alia yang tampak serius membuat Arga tersenyum bahagia. Wajah istrinya tampak sangat cantik dan menenangkan. Pantas saja banyak pria yang tergila-gila dengan Alia. Belum mengenal sifat Alia saja mereka semua sudah menaruh hati pada Alia apalagi jika sudah mengenalnya, mungkin Arga akan mengurung Alia saja di dalam rumahnya.

"Udah beres deh, kan rapi," kata Alia merasa puas sambil menatap pada dasi Arga dan mengusap dada hingga bahu pria itu. 

"Makasih dear," Arga mengecup kening  Alia lama dan lembut.

"Sama-sama Mas," jawab Alia memberikan senyuman manisnya pada Arga.

"Ya udah sarapan yuk Mas, Rara udah nungguin,"

"Ayok dear," kata Arga, sebelah tangannya merangkul pinggul Alia dan berjalan beriringan ke meja makan dengan menuruni tangga terlebih dahulu.

***

Alia menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang sekolah Rara. Ini sudah jam satu siang dan Rara pasti sudah menunggunya dari setengah jam yang lalu. Dan benar saja mata Alia melihat Rara duduk di post satpam bersama beberapa temannya yang juga menunggu dijemput.

Alia melangkah mendekati post itu dan tersenyum pada satpam sekolah.

"Mama," seru Rara dan langsung menyalami tangan Alia. Alia tersenyum, menyamakan tingginya dengan Rara kemudian mengecup lembut kedua pipi Rara.

"Maaf ya Sayang, Mama jemputnya lama. Soalnya tadi Mama bantuin bibik masak." ujar Alia dan diangguki oleh Rara.

"Iya Ma, enggak apa-apa kok. Lagian ada temen-temen juga yang belum dijemput," kata Rara.
Alia menoleh pada teman-teman Rara yang memasang senyum padanya.

"Ya udah gimana kalau kalian semua biar tante anterin aja,"
tawar Alia pada tiga orang teman Rara yang sama-sama berpikir lalu mengangguk.

"Tapi tante, gimana kalau nanti Bunda aku jemput ke sini?" ujar salah satu dari mereka. Alia tersenyum.

"Biar nanti tante minta pak satpam yang telpon orangtua kalian ya," ujar Alia lembut. Mereka semua mengngguk dan Alia menggiring semuanya ke mobilnya.

***

[ Alia, aku tunggu kamu di taman dekat kompleks perumahan Mawar siang ini.]

Alia mengerutkan keningnya melihat sebuah pesan yang masuk ke handphone miliknya. Pasalnya itu dari nomor tidak dikenal.
Ingin mengabaikan tapi pesan itu terus menerus masuk ke handphonenya. Berarti pesan itu memang ditujukan  padanya, bukan salah kirim atau sebagainya. 

"Hem, dari pada penasaran mending aku datang aja deh. Lagian kan ke taman jadi enggak mungkin dia bakal ngapa ngapain aku," gumam Alia sendiri. Selanjutnya wanita itu menuruni tangga dan berpamitan pada asisten rumah tangganya untuk pergi sebentar.

Mata Alia membulat melihat siapa yang sedang duduk di kursi taman dengan memainkan handphonenya. Ada rasa khawatir saat ia akan menemui orang itu. Bagaimana jika Arga tau, apa yang akan pria itu katakan padanya nanti. Alia belum tau pasti hubungan antara Arga dan orang tersebut tapi melihat dari sikapnya Arga tidak menyukai orang ini. Lantas apa tujuan orang ini menyuruhnya untuk datang ke taman ini.

Bingung, Alia memilih berpikir sejenak antara melangkah mendekati kursi orang itu atau melangkah untuk berbalik dan tidak jadi menemui orang itu. Di posisinya yang sekarang sepertinya sangat sulit untuk ia bergerak maju atau mundur.

"Aduh, ngapain sih dia ngajak ketemuan di sini, kalo Mas Arga tau dia marah nggak ya," ujarnya sendiri. Alia mengusap keningnya yang bingung. Kakinya masih belum melangkah kemana pun,

"Malah aku nggak ada kasih tau Mas Arga dulu lagi, atau aku telpon dia dulu kali ya," kata Alia sambil mencari kontak Arga di dalam handphonenya.

"Ya ampun, malah enggak aktif lagi. Mas Arga kemana sih kok tumben hpnya mati begini."

Alia hendak melangkah pergi dari taman itu namun sebuah suara membuat dia mengurungkan langkahnya.

"Alia," panggil suara dari arah belakangnya.

Alia membalikkan badannya dan melihat sang pemilik suara yang memanggil namanya tadi bangun dari duduknya, melangkah mendekat ke arah dirinya.

Tidak ada pilihan lain selain berdiam diri dan menunggu langkah orang tersebut untuk sampai di hadapannya.  Pulang? Tidak mungkin, Alia rasa memang dia harus berbicara dengan orang ini.

Duda Tampan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang