Tiga Puluh Dua

17.9K 1K 3
                                    

Part ini membuat hati kesal karena Risa.
Yuk follow dulu guys

Risa memeluk erat pinggang Arga dan menumpukan wajahnya pada bahu Arga. Alia memalingkan wajahnya, tidak sanggup melihat suaminya didekap wanita lain yang ia tahu memiliki perasaan lebih pada semuanya.

Istri mana pun pasti tidak ada yang rela wanita lain memeluk suaminya bahkan sampai bersandar pada tempat ternyaman sepanjang masa itu.

"Ak ... a-aku keluar aj-"

"Jangan," sergah Arga seraya semakin menarik tangan Alia. Jadilah dia diapit dua wanita sekaligus, menggenggam tangan sang istri dan dipeluk erat oleh wanita yang sangat mencintainya.

Alia menghela nafas panjang dan gusar sebelum mengangguk dan memilih melangkah mendekati Arga. Mengalungkan tangannya pada lengan Arga. Biar saja Buk Nining atau Risa menganggap dirinya terlalu over pada Arga, toh Arga juga suaminya.

"Aku senang Kang Arga datang. Kang Arga mau kan nikahin aku? Kang aku hamil dan waktu itu aku pikir orang itu kamu," kata Risa dengan berurai air mata.

Arga berusaha melepaskan tangan Risa yang ada di pinggangnya. Wanita itu menurut dan duduk di tepi kasurnya dengan wajah menunduk.

Alia menatap tepat pada mata Arga seolah berbicara lewat pancaran pandang dengan suaminya itu. Arga yang mengerti pun hanya mengangguk sembari muncul satu langkah agar Alia bisa melangkah maju dan berganti posisi dengan Arga.
Alia mengusap bahu Risa pelan hingga wanita itu mendongak dan menatap Alia.

"Mbak Alia," gumamnya pelan. Alia mengangguk.

"Aku boleh duduk di situ, di samping kamu?" tanya Alia dengan lembut.

Risa menoleh pada tempat kosong di sampingnya dan mengangguk. Alia duduk di sana dan memberi senyum tulus pada Risa.

"Em aku boleh tanya sesuatu nggak Ris?" tanya Alia lagi, dan lagi-lagi Risa menjawab dengan anggukan.

"Kamu gak ingat sama sekali dengan pria yang punya janin itu?" tanya Alia hati-hati dan mendapat gelengan kepala dari Risa.

Alia menghela nafas panjang.

"Emm jujur Risa, aku sebagai istri dari Mas Arga sangat keberatan bahkan tidak akan mengizinkan suamiku untuk menikah lagi, termasuk dengan kamu. Mungkin aku bisa turut sedih atas musibah yang terjadi sama kamu tapi aku nggak bisa terima dengan permintaan kamu untuk dinikahi oleh Mas Arga," tutur Alia dengan lembut dan berhasil membuat Risa menitikkan air mata.

"Kalau kamu ada di posisi aku, aku yakin kamu juga pasti akan lakukan hal yang sama. Karena demi mempertahankan hak kamu sebagai istri. Itu yang sekarang aku lakukan Risa, jadi aku mohon ya, kamu boleh minta apa aja asal kamu jangan minta dinikahi sama Mas Arga," lanjut Alia lagi.

Ia sengaja berterus terang pada Risa, agar wanita itu bisa mengerti maksudnya.

"Tapi bagaimana dengan anak yang aku kandung ini Mbak? Aku malu sama orang kalau hamil tanpa suami," pekik Risa tertahan.

Alia dan Arga sama-sama tertegun mendengarnya.

"Gimana kalau kamu tinggal di Jakarta, aku ada rumah di sana dan rumah itu kosong karena aku tinggal sama Mas Arga. Kamu jangan mikir yang macam-macam dulu. Aku tawarin seperti itu untuk bantu kamu dari mulut nyinyir tetangga Ris," tawar Alia yang membuat Arga menganga, tapi ia diam saja.

Ia percaya Alia bukanlah orang ceroboh dan asal menentukan pilihan. Walau hanya berpikir dalam waktu yang singkat, Alia mampu berpikir dengan tepat.

Risa masih diam dan menggigit bibir bawahnya. Pikirannya sedikit terbuka dengan perkataan Alia. Ia mengusap pipi dan air matanya lantas tersenyum pada Alia.

"Mbak Alia, maafin aku Mbak. Aku terbawa emosi sampai hampir kehilangan akal sehatku. Aku hampir lupa kalau semua kejadian yang menimpa kita itu sudah diatur sedemikian rupa oleh Tuhan. Maafin aku yang masih menyimpan perasaan pada suami Mbak, walau sulit aku akan coba untuk melupakan rasa yang pernah ada untuk Bang Arga, Mbak makasih sudah membuka lagi pikiranku," kata Risa yang membuat semua bernafas lega, terutama Arga.

Pria itu sampai mengangkat sedikit ujung bibirnya membentuk senyuman. Sementara Buk Nining juga mengucapkan syukur beberapa kali di dalam hatinya. Rasa khawatir terhadap putrinya tadi cukup terbayar dengan perkataan Risa yang sekarang dengan ucapan bijak yang keluar dari bibirnya.

"Mbak Alia. Aku mohon maafin aku ya. Aku janji aku akan lupakan Bang Arga, dan maaf untuk tawaran Mbak tadi aku nggak bisa nerimanya. Terima kasih banyak untuk simpati Mbak. Aku  janji akan menjadi wanita yang tegar," kata Risa dengan wajah yang masih terlihat pucat.

Alia tersenyum dan langsung memeluk Risa dari samping.

"Sama-sama Risa. Tapi kenapa kamu nolak untuk tinggal di Jakarta? Mau aja ya, dari pada kamu jadi bahan pembicaraan orang di sekitaran sini Ris,"  tawar Alia lagi.

Entah kenapa perasaan Alia tidak ada berpikir yang tidak baik tentang Risa. Mungkin kemarin-kemarin Risa kekeh untuk meraih cinta Arga karena ia belum terima atas pernikahan Arga dengan dirinya.

"Nggak Mbak. Mungkin ini sudah menjadi salah satu dari jalan hidup yang harus aku jalani. Aku akan tetap stay di sini dan aku akan coba untuk terima semua ini Mbak meski mungkin enggak akan mudah," kata Risa dengan senyuman.

Ia melihat ada sirat ketulusan di wajah Alia. Tapi ia ingin memilih hidup di tempat ia dibesarkan ini.

"Ya kalau itu yang menjadi pilihan kamu, aku nggak bisa maksa Ris, aku senang karena kamu berubah pikiran dalam waktu yang sangat singkat seperti ini. Makasih Risa," kata Alia tulus.

"Aku yang harusnya bilang maaf sama Mbak Alia dan maafin aku Mbak," jawab Risa diiringi tangis tanpa suara.  Kedua wanita muda itu saling memeluk.

Duda Tampan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang