Dua Puluh Tiga

25.2K 1.4K 7
                                    


Alia membulatkan matanya, ralat bukan Alia saja tapi semua yang mendengar perkataan gadis itu apalagi Arga. Pria itu menoleh pada Alia yang hanya diam dan tidak ada ekspresi lebih yang ditampilkan oleh wajah wanita itu.

Entah Alia sengaja diam saja karena ada Oma dan Karin atau karena memang wanita itu ingin tau lebih banyak apa yang akan dikatakan Risa.

"Kok semua malah pada diem? Kang Arg-"

"Aku ke kamar dulu, Mas Arga tidur di luar aja!" ucap Alia dan langsung pergi begitu saja memasuki rumah dengan wajah dinginnya.

Oma dan Karin hanya diam, karena mereka tau apa yang akan terjadi tadi. Sementara Arga, pria itu menghela kasar dan berdecak beberapa kali, tadi ia ingin menahan Alia tapi posisi Alia yang memang dekat dengan pintu membuat wanita itu dengan mudah lari dari pandangannya.

"Risa," panggil Arga pelan dan berjalan mendekat pada Risa. Gadis itu tersenyum sumringah.

"Iya Kang," jawabnya dengan suara yang sengaja dibuat selembut mungkin.

"Kamu dengerin aku yah," ujarnya berusaha sabar pada Risa yang langsung diangguki oleh gadis itu.

"Selama ini aku nganggap kamu itu sama kayak aku nganggap Karin. Yaitu sebagai adik dan enggak akan pernah lebih. Wanita yang tadi duduk sama Karin di sana itu adalah Istriku, kami udah menikah dua bulan yang lalu, jadi aku mohon jaga sikap kamu ya," jelas Arga.

Penjelasan pria itu mampu membuat Risa menganga seolah tidak percaya. mata gadis itu berkaca-kaca dan tanpa kata Risa berlari keluar dari kawasan rumah Oma. Mungkin gadis itu akan pulang dengan membawa rasa kecewanya.

"Maaf ya Oma, Karin. Arga ke kamar dulu nyamperin Alia. Bisa panjang entar urusannya," kata Arga.

"Iya Ga, sana kamu susulin. Pokoknya Oma nggak mau lihat atau dengar kalau nanti Alia menangis ya. Awas kamu kalau sampe itu terjadi," ancam Oma pada Arga.

Arga mengangguk dan melangkah masuk ke dalam.

Langkahnya berhenti tepat di depan pintu kamarnya. Arga menarik nafas lega saat mencoba memutar handle pintu dan ternyata pintunya tidak terkunci.

Itu artinya Alia masih mau untuk bertemu dengannya.
Ia tidak ingin Alia berpikiran yang melenceng tentang dirinya. Dengan langkah panjang namun pelan ia masuk ke kamar.

Bahunya langsung merosot melihat Alia yang terduduk di tempat tidur dengar menekuk kedua kakinya. Wanita cantik itu terlihat berkali-kali mengusap air mata yang jatuh ke pipinya.

Isakannya juga terdengar lirih di telinga Arga, membuat hati Arga ikut berdenyut nyeri. Perlahan ia mendekat pada Alia yang belum menyadari kedatangannya. Duduk di sebelah Alia dan membuat kasur yang diduduki Alia ikut bergerak membuat wanita itu secara otomatis menoleh padanya.

Alia menghela nafas panjang dan berusaha mengusap air matanya yang sebenarnya sia-sia karena Arga sudah melihat itu semua.

"Dear," panggil Arga.

Alia memejamkan matanya yang langsung meloloskan satu butir kristal yang dari tadi siap jatuh ke pipinya,  mendengar panggilan sayang Arga, Alia membuang mukanya ke arah lain agar Arga tidak melihatnya menangis. Tapi tentu saja tindakannya salah karena Arga sudah melihat semuanya.

Entah sejak kapan Arga sudah berada di hadapannya dan memegang dagunya. Arga menatapnya intens dan mengusap pipi Alia dengan ibu jarinya.

Bukannya berhenti, tangis Alia malah semakin menjadi. Arga menarik wanita itu ke dalam pelukannya, merengkuh tubuh mungil itu di dalam dekapan hangatnya. Arga membiarkan saja saat Alia semakin semangat menumpahkan tangisnya di pelukan  pria itu. Ia mengusap punggung sang istri agar sedikit tenang.

Alia sendiri merasa kesal pada dirinya karena tidak bisa menahan tangis. Kenapa harus menangis coba, padahal biasanya juga Arga sering bertemu bahkan menjalin hubungan dengan Erna.

Dan seharusnya ia hanya perlu bersikap biasa, bodo amat. Tapi mungkin benar kata orang bijak kalau wanita pasti sanggup menyembunyikan dalamnya rasa sakit hati tapi wanita tidak akan sanggup menahan dan menyembunyikan walau sedikit dari rasa cemburunya.

"Udah tenang?" tanya Arga melihat Alia yang berusaha melepaskan diri dari kukungannya.

Wanita itu menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan sebelum mengangguk.
Arga meraih sebelah tangan Alia dan sebelah tangannya bergerak merapikan anak rambut Alia yang berantakan di sekitaran pipi wanita itu.

"Risa siapa?" tanya Alia tenang setelah berhasil menguasai dirinya.

"Risa temen Karin Dear," jawab Arga seadanya dan ternyata Alia tidak puas dengan itu.

Bibir wanita itu terangkat membentuk senyuman sinis.

"Bagi Mas Arga," ucap Alia lagi, sungguh bibirnya tidak bisa tahan untuk tidak berbicara.

"Temen sebatas adik," jawab Arga sambil manatap dalam mata sang istri.

"Temen atau adik?"

"Dua-duanya, Karin bukan adik sepupu atau adik dari keluarga aku makanya ada kata temen di sana,"

"Dia suka sama Mas Arga," kata Alia.

Tentu saja itu bukan pertanyaan melainkan pernyataan. Arga menghela kasar tidak belum tersenyum pada Alia. Alia melihat dan mendengar semua yang Alia katakan tadi dan itu  sudah bisa untuk Alia membuat kesimpulan jika gadis tadi memang suka sama Arga.

"Iya, dan aku suka Alia. Aku cinta Alia," ucap Arga tanpa ragu.

"Iya tapi ada gadis lain yang juga cinta Mas Arga, bahkan dia berharap Mas untuk lamar dia," tungkas Alia cepat.

Arga mengangguk, membenarkan apa yang dikatakan istrinya.

"Yang penting aku enggak Dear, aku cintanya sama kamu dan aku nggak mungkin bisa larang Risa buat ngatur perasaannya kan?" kata Arga sambil menyelipkan sejumput rambut Alia pada belakang daun telinga wanita itu.

"Tapi aku takut Mas, aku takut Mas akan tertarik sama perasaan Risa dan lama-lama Mas balas," kata Alia mengutarakan kegundahan hatinya.

Mungkin ia bisa dengan mudah membuat Arga berpaling padanya dari Erna yang memang sifat dan sikapnya berbeda jauh darinya. Tapi tidak dengan Risa yang juga lembut serta terlihat sekali sikap sopannya.

Jika Arga bisa jatuh hati padanya yang lembut serta selalu bertutur kata manis kenapa tidak pria itu juga akan jatuh pada pesona Risa nantinya. Dan Alia tidak mau itu semua terjadi. Meski ia tau tidak ada yang bisa memaksakan perasaan seseorang.

Duda Tampan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang