Sepuluh

48.1K 2.4K 17
                                    

Alia duduk di kursi meja makan yang kini sudah tersaji nasi goreng buatannya,  pagi ini ia hanya memasak nasi goreng karena bahan-bahan makanan tidak ada lagi.

Pagi tadi ia sempat merasa malu saat bangun dan ada dalam pelukan Arga, ditambah tubuh mereka saling menyentuh dan jangan lupakan jika tadi malam mereka berada di dalam selimut yang sama.

Yang membuat Alia bersyukur adalah ia lebih dulu membuka mata saat pagi tiba jadi tidak ada adegan pipinya merona saat dilihat oleh Arga dan tidak ada pula adegan Arga yang mengendongnya untuk masuk ke kamar mandi.

"Ehem," dehem seseorang yang membuat Alia tersentak dan menoleh pada seseorang yang tidak lain adalah Arga sudah duduk manis di kursi depannya dihalangi oleh meja.

Arga tampak lebih segar dan rapi. Pria itu memakai pakaian yang tadi sudah ia sediakan, hari  ini Arga berangkat ke kantor seperti biasa. 

"Ngelamunin apa?" tanya Arga untuk membuka pembicaraan.

Alis pria itu terangkat sebelah dengan mata lurus menatap pada Alia. Padahal jelas saja ia tahu.

"Eng ... enggak Mas, aku nggak ngelamun kok ... eh ini Mas," jawab Alia sembari menyodorkan piring untuk Arga dengan sedikit gugup.

"Maaf ya Mas, aku cuma buat nasi goreng. Bahan masakan habis dan bibik bilang nanti baru belanja," lanjut Alia. Arga mengangguk dan mulai menyantap makanannya.

"Mas udah berdoa?" tanya Alia hati-hati, takut Arga tersinggung.

Karena Alia tau bagaimana gaya hidup seorang Arga yang jauh dari religi.

"Lupa, emangnya kalo udah terlanjur makan gini masih bisa baca doanya?" jawab dan tanya Arga membuat Alia tersenyum manis, sangat manis malahan.

"Ya bisa dong Mas, asal belum sampe habis," ujar Alia dengan lembut.

Arga tertegun mendengarnya. Selama ini jangankan untuk mengingatkannya untuk membaca doa sebelum makan atau akan menjelang tidur bahkan berbicara selembut dan sepengertian Alia juga tidak ada.

Hatinya semakin bimbang dengan apa yang ia lakukan, yaitu mengkhianati pernikahan mereka dengan perselingkuhan. Tapi ia tidak punya pilihan lain.

"Mas Arga, kok diem sih?" ucap Alia seraya melambaikan tangannya pada kamera, eh bukan. Melambaikan tangannya di hadapan Arga. Arga tersentak lantas tersenyum kecil.

"Hah, iya ini udah mau dilanjutin kok. Tadi lagi baca doa," jawabnya dan melanjutkan memakan nasi goreng yang rasanya tidak perlu untuk diragukan lagi.

Alia tersenyum melihat Arga makan dengan lahap terlebih itu adalah nasi goreng buatannya. Beda sekali dengan awal mereka menikah, jangankan untuk memakan masakannya dan duduk berdua di meja makan bahkan untuk sekedar menghargai Alia yang membuatkan teh hangat untuknya pun tidak.

Awalnya Arga menikahi Alia hanya untuk mengabulkan permintaan Rara dan kedua orang tuanya. Tapi mungkin seiring berjalannya waktu perasaan siapa pun bisa berubah. Nothing is imposible kan di dunia ini? Oleh karena itu Alia terus berusaha untuk meluluhkan hati Arga.

"Oh iya Rara kapan pulangnya Al?" tanya Arga setelah meletakkan gelas yang isinya tinggal setengah.

"Emm kata Mama sih lusa Mas," jawab Alia membuat Arga manggut-manggut paham.

Alia ikut bangun dari duduknya saat melihat Arga yang kini sudah berdiri. Dengan telaten Alia mengambil jas Arga dan membantu memakaikan pada tubuh tegap Arga. Setelah itu ia perbaiki simpul dasi suaminya agar terlihat semakin rapi. Lagi-lagi Arga tertegun mendapati sifat Alia yang sangat jelas terasa tulus.

Bibirnya tersenyum dan melingkarkan sebelah tangannya pada pinggul Alia tepat setelah Alia selesai merapikan jas serta dasinya. Alia yang merasakan itu pun langsung didera rasa gugup yang luar biasa. Ia sampai menahan nafasnya dalam.

Matanya membola dan jantungnya semakin berdetak tidak karuan saat merasakan Arga menempelkan bibirnya pada kening Alia. Rasa haru datang menyelimuti hati Alia, ini momen penting dalam hidupnya. Alia memejamkan mata seolah meresapi kecupan hangat Arga pada keningnya.

Arga yang melihat Alia memejamkan mata pun ikut menutup matanya. Sebelah tangannya memegang kepala bagian belakang Alia dan sebelah lagi masih bertengker di pinggul wanita itu.

"Terima kasih untuk semua Alia. Aku pegi dulu ya, telpon aku kalo ada apa-apa," ujar Arga setelah melepaskan kecupannya. Alia tertunduk malu dan mengulum senyum.

"Emm iya Mas, Mas Arga juga hati-hati ya," jawab Alia, setelahnya ia menyalami tangan Arga dan Arga pergi dari sana.

Alia memegang dahinya yang tadi dikecup Arga lalu memegang dadanya yang berdetak kencang. Perutnya seperti dihinggapi kupu-kupu yang beterbangan. Alia tidak bisa menahan kedua bibirnya untuk tidak tersenyum.

"Tadi beneran Mas Arga kan yang cium kening aku, huh aku semakin yakin kalo aku pasti bisa buat Mas Arga untuk cinta sama aku ... tapi-"  ucapannya terputus saat mengingat jika pada kenyataannya Arga memiliki kekasih dan mungkin mereka saling mencintai.

Meski ia dan Arga sudah melakukan hubungan suami istri yang sebenarnya tapi itu saja tidak bisa menjamin akan tumbuhnya rasa cinta kan?

Alia tersenyum getir mengingat cintanya yang mengambang, demi Rara dan hatinya ia harus benar-benar kuat untuk menunggu Arga. Arga masih manusia yang memiliki hati yang mudah terbolak-balik, dan pasti hati Arga juga perlahan akan luluh padanya.

"Apa siang ini aku anter makanan ke kantor Mas Arga aja ya, biar dia enggak usah payah-payah ke Cafe," gumam Alia pada dirinya sendiri.

***

Arga sedang memeriksa beberapa laporan yang harus ia tanda tangani, tiba-tiba pintu ruangannya langsung dibuka tanpa ada ketukan terlebih dahulu.

Arga menoleh pada pintu dan terlihat di sana seorang wanita dengan pakaian yang tidak layak di sebut pakaian. Karean hanya menutupi sebagian dari tubuh wanita itu. Arga menghela nafas kasar melihatnya. Rupanya wanita ini tidak berhenti untuk terus mendekati bahkan mengggodanya. Siapa lagi kalo bukan Erna, pacarnya.

Erna dengan senyum di bibirnya yang merah menyala dengan polesan lipstik. Membuat bibir penuh itu terkesan seksi. Erna berjalan dengan cara yang menggoda kearah Arga dan berhenti tepat di belakang kursi sang kekasih.

"Siang Baby," bisiknya tepat di telinga Arga sebelah kiri. Tangannya mengelus pundak Arga dengan gerakan yang dibuat menari.

"Siang," jawab Arga seadanya bahkan terkesan datar. Entah kenapa ia tidak tertarik dengan cara Erna yang mendekatinya.

"Sibuk banget ya? Pasti capek kan, aku pijitin dulu mau? Atau kamu mau kita saling pijit?" tawar Erna lagi-lagi berbisik dan menghembuskan sedikit nafasnya pada area leher Arga.

Melihat Arga yang terdiam dengan tubuh kaku wanita itu semakin berani. Erna menarik sedikit kursi yang Arga duduki dan tanpa aba-aba mendaratkan dirinya pada pangkuan Arga.

"Udah selama ini kita pacaran, masa kamu enggak pernah penasaran sama tubuh aku Ga, kita bukan anak kecil lagi loh dan mustahil kalau kamu enggak tau gimana gaya pacaran orang dewasa," ujar Erna sembari membuka beberapa kancing kemeja bagian atas Arga.

Duda Tampan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang