"Halo Sayang,"
Arga mengerutkan dahinya mendengar suara yang sangat ia kenal, yang memanggilnya dengan sebutan itu selain orang tuanya tentu saja hanya Erna. Dan benar saja saat ia lihat nama yang tertera di layar handphonenya. Nama Erna dengan jelas tertulis di sana.
Menghela kasar Arga berusaha menarik tangannya dari bawah kepala Alia dan menggantikan dengan bantal. Setelah dirasa Alia kembali tidur dengan pulas. Arga bangun dan menuju balkon untuk mengangkat telepon dari Erna.
"Apa? Ini udah malem kenapa telpon malam-malam?" tanya Arga langsung.
Terdengar kekehan dari seberang sana.
"Sabar dong Sayang, kalo nanya itu satu-satu. Oh iya Sayang, aku cuma mau bilang kalau-"
"Aaaaa."
Padamnya lampu disertai suara teriakan dari dalam kamarnya membuat Arga menjauhkan handphone dari telinganya.
Itu suara Alia, Arga tau wanita itu phobia dengan gelap. Dengan cepat ia mematikan hpnya dan melangkah masuk ke dalam. Keadaan kamar yang gelap membuat Arga berjalan dengan pelan dan hati-hati. Ia arahkan senter hpnya pada tempat tidur di mana Alia tengah meringkuk ketakutan.
Arga menggapai tubuh Alia dan membawanya kepelukan. Suara isak tangis Alia terdengar seperti ketakutan. Alia langsung membenamkan kepalanya pada dada bidang Arga dan mengeratkan pelukannya.
"Mas ... hiks ... aku ... takut hiks," kata Alia disela tangisnya.
Ia tenggelamkan wajahnya pada dada bidang Arga. Arga mengelus pelan punggung Alia untuk menenangkan istrinya.
"Udah, udah ini ada aku di sini, maaf ya tadi aku ninggalin kamu ada yang telpon Dear," ucap Arga tidak henti memberikan kecupan di pujuk kepala Alia.
"Dear," bisiknya lagi.
Akhirnya Alia menghentikan tangisnya tinggal isakannya yang tersisa. Alia mengeratkan pegangannya pada bagian pinggang Arga.
"Iya ... hiks ... ta-pi su-sah Mas ... hiks," ujar Alia dengan terbatanya, susah payah ia menahan isakan.
"Pelan-pelan ya," kata Arga lagi.
Alia mengangguk. Keduanya bernafas lega saat lampu kembali menyala. Alia mengangkat kepalanya dari dada Arga. Pria itu tersenyum melihat wajah berantakan Alia yang terkesan lucu. Ia pegang kedua pipi Alia dan memberi kecupan di sana.
"Lihat kamu nangis bukannya ngerasa sedih Al tapi malah lucu," ujar Arga sedikit terkekeh.
"jahat banget sih, katanya cinta," sungut Alia mencubit pelan kulit bagian perut Arga. Pria itu mengaduh kesakitan.
"Ya kan emang cinta. Btw ini sakit banget Dear," ucap Arga mengusap bekas cubitan Alia.
"Cinta kok malah suka liat aku nangis? " balas Alia lagi dengan wajah cemberutnya.
"Yang bilang aku suka lihat kamu nangis siapa Dear? Aku cuma bilang lucu liatnya," geram Arga tangannya ingin memegang dagu sang istri tapi dengan cepat ditepis Alia.
Wanita cantik itu berbaring dan membelakangi Arga dengan segala dumelannya.
Arga menggeleng pelan tapi senyum terus terpatri di bibirnya. Ternyata ini sifat asli Alia, wanita tegar dan lembut itu ternyata memiliki sifat manja juga. Kenapa tidak dari dulu ia merasakan cinta untuk Alia. Arga juga ikut berbaring di belakang sang istri dan memeluk Alia dari belakang.
"Sweet dream Dear," bisiknya. Arga mencium pelipis Alia dengan lembut dan ikut menutup mata saat mendengar suara nafas Alia yang teratur.
***
"Semua udah siap Sayang? Gak ada yang ketinggalan kan?" tanya Alia pada Rara yang akan berangkat sekolah dan Arga yang mengantarkannya.
"Udah Ma, yaudah Rara pergi sekolah dulu ya Mama cantik,"
Rara mencium punggung tangan dan pipi Alia.Setelah itu gadis kecil itu menyalami Rina dan Bima yang sudah datang sejak subuh tadi. Bahkan saat semua penghuni rumah ini masih ada di tempat tidur masing-masing.
"Oma, Opa, Rara berangkat dulu ya,"
kata gadis kecil manis itu lagi kali ini pada Rina dan Bima."Iya Sayang, sekolah yang bener ya. Nanti pulangnya Oma sama Pak supir yang jemput," jawab Rina sembari mengusap rambut Rara.
"Dear, aku antar Rara dulu. Kamu siap-siap gih," kata Arga pada Alia.
Pipi wanita itu langsung bersemu saat Arga memanggilnya seperti itu di depan Rina dan Bima.
"Iya Mas, kamu hati-hati ya. Sayang nanti Mama sama Papa langsung pergi ke Bandung, jadi Rara tinggal sama Oma dan yang baik ya Sayang," Alia mengusap kepala Rara dan mengecup puncak kepala Rara.
"Iya Ma," jawab Rara dan pergi bersama Arga.
"Oh iya Ma, Alia ganti baju dulu ya," pamit Alia pada Rina yang sudah duduk santai di sofa dengan anggunnya.
"Iya Sayang, Mama sama Papa juga mau jemuran dulu. Kayanya matahari cerah hari ini,"
***
Alia dan Arga sudah sampai di tempat Oma Arga. Oma Arga tinggal bersama cucunya Karin, yang berarti sepupu dari Arga. Ayah dari Arga adalah kakak dari Ibunya Karin.
Karin tinggal di rumah Oma sejak kecil karena Omanya hanya tinggal sendiri semenjak Opa meninggal dunia. Mereka tinggal berempat dengan satu asisten rumah tangga dan satu satpam yang juga merupakan suami dari asisten rumah tangganya.
Karin dan Oma menyambut kedatangan Arga dan Alia dengan suka cita dan bahagia, apalagi mereka sudah diberitahu dahulu kemarin.
Karin memang baru kali ini melihat Alia karena saat pernikahan mereka ia tidak bisa hadir."Kak Arga pinter banget sih istri, cantik gini. Boleh iri nggak Kak?" celetuk Karin yang sedang menatap penuh puja pada Alia yang duduk diapit oleh Oma dan Arga.
"Boleh dong, tapi itu semakin menunjukan kalo kamu enggak mampu jadi cantik seperti Alia kan?" kata Arga sesuka hatinya.
"Udah pasti kalo itu mah, lo ketemu Kak Alia di mana Kak? Kok bisa sih secantik ini?" kata Karin lagi,
Alia sampai tersenyum malu karena terus menerus ditatap oleh Karin.
"Dari syurga dia mah, kalah kan lo? Mana katanya orang tercantik di Bandung tapi sama istri gue lewat ka," ujar Arga sembari menyandarkan tubuhnya pada badan sofa dengan sombong.
"Iya kalo di daerah sini emang gue paling cantik tapi kalo sama Kak Alia kan lain cerita Kak. Jangan dibandingkan dong," sahut Karin.
Gadis itu bangun dari duduknya dan menyelip di tengah-tengah antara Alia dan Oma,
"Hehe bentar ya Oma, Karin mau minta foto sama Kak Alia aja kok, boleh ya kak,"
"Gak boleh!"
Arga memeluk Alia dan membuat wanita cantik itu terkekeh pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duda Tampan (Tamat)
RomanceSEBAGIAN PART DIPRIVATE! FOLLOW AKUN AUTHOR DULU AGAR BISA BACA LENGKAP!!! Alia harus menahan pahit saat cintanya pada Arga, si duda tampan di awal pernikahan yang hanya bertepuk sebelah tangan. Segala cara ia tempuh agar Arga mau menatapnya sebaga...