Sebelas

39.5K 2.4K 28
                                    

"Udah selama ini kita pacaran, masa kamu enggak pernah penasaran sama tubuh aku Ga, kita bukan anak kecil lagi loh dan mustahil kalau kamu enggak tau gimana gaya pacaran orang dewasa," ujar Erna sembari membuka beberapa kancing kemeja bagian atas Arga.

Tangannya mulai bergerilya di dada bidang Arga. Arga sedikit menolak tubuh Erna tapi dengan cepat wanita itu meraih tengkuknya dan menyatukan bibir mereka.

Tangan Erna kini berhasil meloloskan sampai tiga kancing kemeja Arga. Arga sedikit mengeram, ia lelaki normal yang bisa saja akan tergoda jika disuguhi wanita apalagi wanita seperti Erna ini yang terkesan liar.

Akhirnya bibirnya juga ikut menikmati apa yang tadi dimulai oleh Erna, tapi itu tidak berlangsung lama. Tengah asyik saling bertukar saliva pintu ruangan Arga kembali terbuka dan suara benda terjatuh yang membuat Arga serta Erna tersadar.

Arga langsung membola melihat siapa yang berdiri di ambang pintu dengan keadaan kaku. Alia, ya istri dari Arga yang ada di sana. Alia meletakkan tangannya pada mulut, membungkam mulutnya agar tidak terdengar jelas Isak tangis yang kini sudah menguar.

"Alia," ucap Arga seraya bangun dari duduknya.

Erna kini terlihat bingung dan berdiri di samping meja Arga.
Alia dengan cepat mengusap pipinya yang berair dan mencoba tersenyum pada Arga. Tentu saja bukan senyum senang tapi senyum yang teriris getir.

"Ma ... maaf aku ganggu, silahkan dilanjutkan," ucap Alia sembari berbalik badan.

Dengan langkah yang cepat ia berusaha berlari menuju lift sembari beberapa kali menyeka air matanya. Samar - samar ia mendengar suara Arga yang memanggil namanya. Tapi dengan cepat ia memasuki lift. Alia tau ini bukan salah Arga karena memang Arga sudah memberitahukan padanya perihal wanita selingkuhannya itu tapi sebagai wanita yang begitu mencintai Arga tentu saja hati Alia terasa sakit.

***

"Alia!" teriak Arga yang melihat Alia berbalik dan wanita cantik itu langsung berlari menuju lift.

Sebisa mungkin Arga mengejar Alia sembari terus meneriaki nama wanita itu namun telat, Alia sudah lebih dulu masuk ke dalam lift.

Mengusap wajah kasar Arga melangkah kembali ke ruangannya. Matanya terpaku melihat sebuah tempat makanan  yang tergeletak dengan menyedihkan di lantai. Sedikit membungkukkan badannya, Arga mengulurkan tangan untuk mengambil tempat makanan itu dan menatapnya dengan tatapan hampa. Pasti masakan itu terasa enak.

"Ga," panggil Erna yang membuat Arga mendongak dan kembali berdiri dengan tempat makan tadi di tangannya. 

"Itu tadi siapa? Bukannya dia adik kamu ya? Soalnya aku pernah jumpa sama dia pas di rumah kamu," tanya Erna sembari duduk di sofa ruang kerja Arga.

"Erna, kamu tau kan kalau udah nikah sama gadis yang sangat mencintai aku? Nah itu tadi Alia, istri sah aku," jawab Arga kemudian mengusap wajah gusar. Erna mengerutkan melihat sikap Arga yang tampak gusar.

"Dia pasti sedih tadi lihat apa yang kita lakukan Na," kata Arga lagi menatap kosong pada tembok ruangannya.

"Kamu kok aneh gitu sih Beb? Kamu nggak cinta sama dia kan? Meskipun aku tau dia itu istri kamu tapi aku ini tetap pacar kamu Ga," tanya Erna, Arga menghela nafasnya kasar.

"Aku nggak tau Na, sekarang aku minta kamu pergi dulu ya,"
kata Arga.

Erna berpindah menjadi duduk di samping Arga dan mencoba menyentuh pundak lelaki itu tapi langsung dicegah oleh Arga.

"Stop Na, tolong ya, aku minta kamu pergi dulu," cegah Arga sembari menatap pada Erna.

Erna menghela nafas pasrah dan panjang kemudian ia mengangguk dengan tidak ikhlas. Ia beranjak dari tempatnya dan benar-benar keluar dari ruangan Arga.

"Maafin aku Al," gumam Arga dan membuka tutup kotak makanan yang tadi dibawa oleh Alia. 

Arga mencicipi makanan itu dan rasanya sangat pas di lidahnya. Tanpa terasa Arga menghabiskan semua makanannya, entah karena lapar atau memang doyan.

"Masakan Alia selalu enak memang," ujar Arga menatap kotak makanannya dan tersenyum tipis.

"Huh, seenggaknya masakan kamu aku habiskan Al dan kamu enggak sia-sia masak buat aku. Thanks Alia," gumam Arga. Pria itu kembali ke meja kerjanya dan melanjutkan kegiatan yang tadi tertunda.

***

Sementara di tempat lain, Alia tengah mengusap kasar air mata yang ada di pipinya. Rasa sakit hatinya melihat Arga yang tengah bermesraan dengan pacarnya tadi membuat Alia banyak menguras air mata kini.

"Tahan Alia, kamu hanya perlu sabar dan jangan tunjukan pada siapa pun kalau kamu lemah, karena semakin banyak kamu menunjukkan kelemahanmu maka semakin banyak pula orang yang akan menganggap rendah dirimu," gumam Alia sendiri.

Ia berusaha untuk menyemangati dirinya sendiri.

Tidak lama pintu kamarnya dibuka oleh orang yang ternyata Arga. Arga menatap khawatir pada Alia yang kini duduk bersandar pada kepala ranjang. Mata wanita itu terlihat sembab dan sedikit berair. Ia tau jika wanita itu habis menangis terlebih tadi ia melihat Alia beberapa kali menyeka air mata saat hendak keluar dari ruangannya bahkan saat wanita itu berlari kecil menuju lift.

"Alia," panggil Arga berjalan mendekati Alia setelah menutup pintu dan langsung menguncinya.

Alia yang mendengar namanya dipanggil pun menoleh dan tersentak kaget melihat Arga yang ternyata ada di sana. Otaknya mulai bekerja, sejak kapan Arga ada di sini? Kenapa ia tidak sadar jika pria itu masuk lewat pintu? Apa ia saat ini tengah tidur dan bermimpi?

"Hey kok bengong?" kata Arga melambaikan tangannya di hadapan Alia membuat wanita itu mengerjapkan matanya lalu membulat dan setelah sadar dengan kehadiran Arga yang benar adanya, Alia dengan cepat merubah ekspresi wajahnya menjadi sebiasa mungkin.

"Mas Arga udah pulang? Kok aku gak tau ya?" tanya Alia menatap bingung pada Arga.

Pria itu tersenyum simpul dan mengacak gemas rambut Alia,
meski merasa ada desiran aneh tapi Alia berusaha untuk tidak terlalu memasukkan ke dalam hati alias baper.

"Mm Mas Arga mau makan? Biar aku masakin ya," kata Alia sembari bangun dari posisinya tapi tangannya langsung di tahan oleh Arga. Melihat pria itu menggeleng bahu Alia seketika merosot.

"Aku udah makan tadi sama klien di Cafe," jawab Arga, sementara Alia hanya mengangguk pelan.

"Hem terus apa Mas Arga mau mandi? Biar aku siapin air hangatnya ya, pasti Mas Arga udah gerah kan," ujar Alia. 

Duda Tampan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang