Empat

46.7K 3.2K 14
                                    

Rani pacarnya Arga." seru wanita bernama Erna itu dengan senyum yang terus di wajahnya.

Alia mematung tak percaya, jadi pacar yang Arga ceritakan itu adalah Erna? Wanita yang lebih pantas untuk ia jadikan ibu angkat daripada seorang pacar. Seperti apa memangnya kriteria wanita idaman menurut Arga? Apa seperti Erna, yang ternyata lebih tua darinya. Pantas saja selama ini Arga tidak pernah mau melirikkan hatinya pada Alia.

"O ... oh. Aku panggil Mas Arga dulu. Rumah saya masih berantakan jadi kalian bisa ngomong di luar aja."
ujar Alia terdengar ketus.

Tanpa meminta persetujuan dari Erna, ia langsung masuk ke dalam. 
Perasaannya tidak senang menerima kenyataan ini. Memangnya perasaan siapa yang akan baik-baik saja saat ada wanita yang datang ke rumah dan mengaku sebagai pacar dari suami yang sangat ia cintai.

Ya meski cintanya masih bertepuk sebelah tangan. Fix, kisahnya mirip dengan kisah suara hati para istri yang ada di layar kaca yang sering ia lihat sebelum menikah.

Alia menaiki tangga dan melangkah menuju kamarnya, mendapati Arga yang ternyata sudah rapi dengan baju santai. Sepertinya pria itu tidak ingin pergi hari ini.

"Mas Arga," panggilnya pelan, Arga menoleh padanya yang masih berdiri di ambang pintu.

"Ada PACARNYA Mas Arga di depan. Aku nggak kasih masuk rumah tapi aku suruh tunggu di luar," kata Alia dengan sengaja menekankan kata pacar.

Arga terlihat kaget mendengar ucapan Alia. Arga mengerutkan keningnya dan mengambil handphone miliknya untuk sekedar melihat apa ada notifikasi pesan dari Erna. Tapi tidak ada dan biasanya wanita itu akan menghubunginya terlebih dahulu sebelum bertemu seperti ini.

Tanpa ditanya pun Arga paham dengan sifat Alia yang terkesan tidak senang atas kedatangan Erna. Tapi Erna masih pacar Arga dan Arga harus menemui pacarnya itu.

"Aku keluar dulu," nyaris tidak terdengar.

Arga melangkah pergi dari kamar, Alia menarik nafas kasar dengan tidak sengaja air matanya turun sendiri. Dan Alia benci itu, di mana ia tidak kuasa menahan laju air matanya ketika sesuatu hal tepat mengenai Arga atau semua yang ia sayang.

"Pacarnya Mas Arga ternyata wanita yang berumur dan aku tidak yakin kalau mereka tidak pernah melakukan hal yang berakhir di atas ranjang," gumam Alia lirih. Ia dekap dadanya dan berjalan keluar dari kamar.

"Mama," seru seorang gadis kecil berusia enam tahun.

Gadis kecil yang dari awal kenal telah membuatnya jatuh cinta. Gadis kecil yang sangat manja padanya, dan gadis kecil yang selalu menyebutnya Mama bahkan sebelum ia menikah dengan Arga.
Ya, gadis kecil itu adalah Rara, putri sulung Arga dari pernikahan sebelumnya.

Alia menghentikan langkahnya di anak tangga paling bawah dan merentangkan tangannya dengan senyum yang terukir indah dibibir gadis itu. Menyambut gadis kecil yang berlari ke arahnya dan langsung memeluk erat tubuhnya.

"Duh anak Mama udah bangun ya?" ucap Alia setelah mengecup kedua pipi Rara secara bergantian.

Telapak  tangannya kini beralih pada pucuk kepala gadis kecil yang sangat menggemaskan itu.

"Tadi Rara udah bangun lama Ma, tapi Rara mandi dulu terus baru deh keluar kamar," celoteh gadis yang merupakan anak dari Arga itu.

Alia mengusap pipi gembul Rara yang terlihat lucu.

"Emm jadi anak Mama udah mandi, pinter banget sih Sayang. Yuk kita sarapan, mama udah masak buat sarapan kita. Ayo Nak," ucap Alia sambil menggandeng tangan Rara.

Mereka berjalan sambil sesekali Alia terkekeh mendengar celotehan yang ada saja dilontarkan eh Rara. Tiba di meja makan Alia mendudukkan Rara di atas salah satu kursi yang ada di sana.

"Papa belum bangun ya Ma?" tanya Rara dengan wajah manisnya.

Pertanyaan Rara membuat Alia menghentikan kunyahannya, mengambil gelas berisi air putih dan meminumnya agar lehernya kembali seperti semula yang tadi terasa agak seret.

Sanking menikmatinya sarapan sembari mendengar celotehan Rara sampai ia seolah lupa pada ayah dari anak itu. Seketika perasaan Alia tidak enak dan hatinya berdenyut nyeri mengingat kini Arga tengah berduaan dengan Erna, pacarnya yang tidak lagi muda itu di depan rumah mereka.

"Mama," seru Rara sambil berusaha menggoyangkan tangan Alia. Alia tersentak dan menatap Rara bingung.

"Mama kanapa jadi melamun? Kata Buk guru enggak boleh melamun loh Ma, nanti kerasukan," kata Rara yang membuat Alia tidak sanggup untuk tidak menarik kedua sudut bibirnya untuk tersenyum. Ia gapai kepala Rara dan mengusapnya lembut.

"Enggak kok Sayang, Mama enggak melamun. Ehm Papa tadi keluar
bentar ada temennya Sayang. Jadi sekarang Rara sarapan sama Mama aja ya," ujar Alia dengan lembut. Ia lihat gadis kecil itu mengangguk.

"Iya Ma," kata Rara menyembunyikan wajah sedihnya.

"Udah jangan sedih, lanjut makan lagi ya Sayang," ucap Alia menunjukan piring Rara yang masih berisi setengah nasi gorengnya.

Gadis kecil itu menyuapi sedikit demi sedikit dengan kurang semangat lantaran  pagi ini tidak ada sang ayah di meja makan ini.

Tidak lama kemudian Arga memasuki area dapur dan langsung duduk di kursi samping Alia. Ia selalu begitu jika di depan orangtuanya atau Rara.

Ia tahu Rara sangat menyayangi Alia maka dari itu ia akan berusaha bersifat seolah menyayangi Alia. Dahinya mengernyit melihat anak dan istrinya hanya diam tidak seperti biasanya yang kalau di meja makan pasti saling berbicara.

Kadang juga Alia sering terkekeh atau tertawa lepas saat Rara mengeluarkan ocehan super lucunya.
Tidak seperti sekarang yang Alia dan Rara sama-sama diam sehingga keadaan ruang makan itu hening tanpa suara.

Arga menerima piring yang di sodorkan Alia padanya. Gadis cantik itu masih tanpa suara dan menunjukan ekspresi wajah yang terkesan dingin.

Dalam hati Arga bertanya-tanya apa sifat Alia ini ada hubungannya dengan kedatangan Erna tadi? Kalau iya berarti benar Alia memang mencintainya. Dan mungkinkah Alia cemburu?

"Kenapa pada diem," kata Arga.

Ia tidak tahan untuk tidak membuka suaranya. Padahal ia yang biasanya bersifat dingin dan ia tidak peduli dengan perasaan orang lain terhadap sifatnya. Memang semua baru terasa jika sesuatu hal itu terjadi pada diri sendiri.

Duda Tampan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang