Tiga Puluh Satu

20.3K 1K 22
                                    

Jangan lupa kasih vote dan follow akunnya❤️

"Kalau anak Ibuk punya harga diri, tentu saja ia tidak akan mau melakukan hal yang belum diperbolehkan sebelum halal. Dan apa ibuk juga tidak sadar? Ibuk datang ke sini untuk mengatakan hal yang terjadi pada anak Ibu itu adalah salah satu tindakan yang juga menjatuhkan harga diri Risa bahkan kalian juga sebagai orangtuanya, saya lebih memilih untuk menjadi wanita tidak punya hati dari pada harus berbagi suami dengan wanita lain," setelah mengatakan itu Alia melangkah dengan tertatih ke kamarnya. 

Arga bangun dari duduknya.

"Maaf Pak, Buk. Pintu keluar ada di sana sebaiknya kalian pulang. Dan saya mohon untuk jangan mengikutsertakan nama saya atas kehamilan Risa. Karena saya tidak tau apa-apa soal itu. Saya sudah memilih Alia sebagai istri dan dia juga yang kelak akan mengandung anak saya, permisi!" ucap Arga tegas.

Selanjutnya ia ikut pergi meninggalkan kedua orangtua Risa dengan Karin yang sedari tadi membisu.

***

"Alia, hey Dear," panggil Arga pada Alia yang menumpukan wajah pada kedua lutut.

Wanita itu menangis, terlihat dari kedua bahunya yang bergetar. Arga memegang bahu sang istri dan saat itu juga Alia mendongak lantas memeluk tubuh tegap Arga yang tengah membungkuk karena ia sendiri duduk di atas kasur. Alia menyembunyikan wajahnya pada perut Arga. Menumpahkan segala emosi yang sedari tadi ia tahan.

Arga membalas pelukan istrinya dengan melingkarkan tangannya pada punggung Alia. Mengusap punggung itu dan sesekali mengecup ubun-ubun sang istri lembut.

Berulang kali ia lakukan itu sampai Alia sendiri yang melepaskan pelukannya. Tangis wanita itu terhenti hanya isakan yang masih terdengar tersenggal-senggal. Arga membantu mengusap pipi Alia dari lelehan air mata dan merapikan anak rambut yang menempel di pipinya.

"Udah tenang?" tanya Arga lembut dan menangkup wajah sang istri.

Dahinya bergelombang saat melihat gelengan kepala dari Alia.

"Udah sini peluk lagi biar tenang," Arga  mendudukkan dirinya di depan Alia dan merentangkan tangannya.

Alia mendekat dan menyandarkan kepalanya pada dada bidang Arga.

"Kalau lagi sama Mas gini aku tenang Mas, tapi kalau Mas pergi mana bisa aku tenang. Aku takut Mas ... sebagai istri aku wajar kan bersikap kaya gini?"  kata Alia.

Wajahnya ia dongakkan agar menatap Arga. Matanya di kecup oleh Arga secara bergantian.

"Aku suami kamu Al dan aku tau gimana perasaan kamu, mungkin aku juga melakukan hal sama bahkan lebih kalau ada di posisi kamu Dear,"

"Aku janji, aku akan jaga cinta dan hati ini cuma buat kamu karena memang cuma kamu yang aku cinta. Nggak ada yang lain," kata Arga sembari mengeratkan pelukannya.

"Tapi Risa gimana Mas? Jujur aku kepikiran sama kondisinya yang sakit dan keadaannya. Aku takut dia berbuat nekat yang nanti berakibat fatal pada dirinya dan bayi yang ada dalam kandungannya," ujar Alia pelan.

"Aku nggak tau Al. Tapi mana mungkin aku menanggung akibat dari hal yang tidak aku perbuat,"

"Tapi dia begitu karena kamu Mas,  karena rasa cintanya sama Mas Arga dan mungkin karena ia frustasi. Apalagi lelaki itu pergi gitu aja setelah mengambil kehormatan Risa, bagaimana kalau anak itu lahir nanti terlebih aku dengar dari Karin kalau keluarga Risa bukanlah orang kaya. Mereka pasti akan merasa terbebani dengan lahirnya anak itu nanti."

Perkataan Alia membuat Arga terdiam dan seolah bisu. Setiap kata yang dilontarkan Alia ia cerna dengan teliti. Hatinya semakin berdenyut nyeri membayangkan apa yang dikatakan  istrinya. Kemungkinan yang akan terjadi kedepannya membuat rasa takut menghampiri Arga.

"Terus menurut kamu aku harus gimana Dear? Menikahi Risa?" tanyanya dengan marah yang tertahan.

Air mata Alia langsung luruh begitu saja mendengar kalimat yang sebenarnya tidak ingin ia dengar terlontar dari bibir Arga. Cengkeraman tangannya pada kain baju bagian pinggang Arga semakin mengerat.

"Mas ... ak ... aku,"

"Apa semua yang kamu bilang tadi sebagai kode agar aku menikahi Risa? Aku akan menuruti semua yang diinginkan oleh wanita yang aku cintai ini. Apapun yang wanitaku ini mau akan aku lakukan, tapi apa kamu mau berbagi-"

"Hiks Mas, aku yakin cinta kamu cuma buat aku dan aku yakin-"

"Gimana kalau nanti Risa bisa buat aku cinta sama dia? Banyak yang bilang rasa cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu. Apa kamu siap untuk berbagi cintaku juga? Heh, aku yakin kamu nggak siap Al dan aku yakin kamu nggak bisa,"

"Tapi Risa-"

"Kita bisa kirim uang buat kebutuhan anak yang ada dalam kandungan Risa berapa pun nanti Dear. Nggak harus dengan menikahi Risa," kata Arga sembari mengeratkan pelukannya pada Alia.

Alia masih menangis di pelukan Arga. Hatinya berkecamuk tidak menentu.

"Mas," panggil Alia pelan. Arga berdehem pelan.

"Emm ... kita jenguk Risa yuk. Buat pastikan apa kondisi Risa benar kaya yang Ibunya dan Ayahnya tadi bilang? Atau mereka cuma bohongin Mas aja. Aku nggak tenang Mas," gumam Alia. Dengan berat hati Arga mengangguk.

"Iya tapi nanti aja. Kamu tenangin pikiran dulu. Aku juga mau mandi Dear, " kata Arga.

Mereka secara bersamaan melepas rengkuhan masing-masing. Arga mengecup lebih Alia sebelum masuk ke dalam kamar mandi.

***

Arga menggenggam erat tangan Alia seolah berkata semua akan baik-baik saja. Mereka melangkah bersama memasuki sebuah kamar yang kecil menurut ukuran Arga dan Alia. Di sana, di ranjang yang juga berukuran kecil terbaring seorang wanita dengan wajah pucat dan mata terpejam. Mereka diizinkan oleh Buk Nining untuk melihat kondisi Risa.

Alia mendahului Arga untuk menghampiri Risa. Tangannya terulur mengusap kening dan berhenti di pipi Risa. Hatinya dan pikirannya ikut prihatin dengan kondisi Risa ini.

"Risa udah minum obat Buk?" tanya Alia dengan suara pelan pada Buk Nining. Buk Nining duduk di tempat kosong di samping Risa yang terbaring.

"Belum Nak Alia. Tapi tadi sudah Ibuk panggilkan dokter, dan tadi sempat Ibuk suapin makan tapi nggak mau minum obatnya, dan-" Buk Nining menatap Alia bergantian dengan Arga.

"Dan dia bilang dia cuma mau minum obat kalau ada Arga di sini, maafkan Ibu Nak Alia. Ibuk nggak bisa cegah semua keinginan Risa karena Ibuk nggak tega sama dia Nak Alia," kata Buk Nining.

Ah iya, sebelum mereka memasuki kamar Risa tadi mereka sempat ngobrol ringan di depan teras rumah Buk Nining. Saling memaafkan atas apa yang sempat terjadi di rumah Oma tadi.

Alia mengngguk saja. Sementara Arga terus menggenggam sebelah tangan Alia. Perhatian mereka mengarah pada Risa yang mengerjapkan matanya.

Perlahan mata wanita itu terbuka, Risa menatap sekeliling kamarnya dan tersenyum saat melihat ada Arga di sana. Dengan cepat wanita itu bangun dari baringannya dan langsung memeluk Arga.

"Kang Arga," katanya sambil memeluk Arga erat bahkan dengan Arga yang masih menggenggam tangan sang istri.

Duda Tampan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang