Lima Belas

36.8K 2K 5
                                    

"Iya, aku bilang kaya gitu karena aku pikir kamu nggak sungguh-sungguh cinta sama aku Al, dan yang perlu kamu tau juga aku pacaran sama Erna itu karena balas jasa aja bukan karena cinta," ujar Arga, dahi Alia seketika mengerut membentuk beberapa lipat.

"Balas jasa? Mas ada hutang sama dia? Atau gimana sih Mas?" tanya Alia penasaran tanpa sadar jika ia tengah menunjukan ekspresi yang sangat menggemaskan.

Arga sampai tertegun melihatnya, rugi sekali ia tidak menyadarinya sedari ia menikah bahkan mengenal Alia dari dulu. Terlalu terbawa jalan hidup bersama Erna membuatnya sulit membuka mata untuk Alia. Dan kini Arga benar-benar menyesalinya.

"Ekspresinya bisa nggak kalo nggak usah kaya gitu?" cetusnya berusaha bersikap dingin dan menunjukan wajah yang datar.

"Hah? Lah terus gimana Mas? Ini emang muka aku kenapa sih? Apa ada sesuatu ya?" tanya Alia sembari memegang dan mengusap pipinya.

Dan dengan tindakannya yang seperti itu membuat Arga berkali-kali menahan nafas. Bukannya menghentikan kesan menggemaskan Alia malah tambah terlihat imut kini. Ingatkan Arga agar tidak menggendong Alia segera ke kamar mereka. Sebelum pembicaraan mereka usai.

"Ada cinta." ucap Arga singkat.

Alia langsung menoleh padanya dengan mata yang membulat dan dahi yang sedikit berlipat.
Wanita itu diam sejenak sebelum sebuah senyum terukir di bibirnya.

"Iya ada cinta untuk Mas Arga," ujarnya membenarkan apa yang dikatakan Arga tadi.

Percayalah Alia itu wanita yang peka dan pasti akan cepat terkoneksi dengan hal-hal yang berbau perasaan.

"Huh, mulai," ucap Arga sembari mengembangkan sudut bibirnya. Pria itu mengacak pelan rambut Alia.

"Jangan diberantakin dong Mas, lagian aku ngomongnya bener kok," ujar Alia sembari mengambil tangan Arga dan meletakkan di atas paha bersama dengan kedua tangannya. Arga tidak keberatan malah pria itu menggenggam tangan mungil milik sang istri.

"Ya deh iya aku percaya kok, jadi ini gimana? Mau lanjut aku jawab atau-"

"Ya iya lah Mas, masa udah cerita setengah juga enggak sampe kelar,"

Arga mengangguk lantas kembali menormalkan ekspresi wajahnya seperti biasa.

"Tiga tahun yang lalu nyawa Rara dalam bahaya dan Erna yang nyelamatin Rara dan sebagai imbalannya aku harus mau pacaran sama dia," cerita Arga singkat.

Ia tidak tau harus memulai dari mana makanya lebih baik ia langsung menceritakan inti dari semuanya saja. Alia terlihat mengangguk.

"Aku boleh tanya Mas?" ujar Alia.

Tangan Arga semakin ia genggam dengan erat. Arga hanya mengangguk.

"Kalo Mas udah pacaran sama Erna dari tiga tahun lalu itu berarti usia Rara masih empat tahun dong ya, dan itu artinya Mas masih sama Mamanya Rara?" kata Alia masih dengan wajah penasarannya. Arga menghela dan menghembuskan nafasnya panjang.

"Enggak Al," ucapnya kembali singkat.

"Enggak? Enggak apa sih Mas, maksud Mas Arga Rara itu nggak punya Mama? Dan yang lahirin Rara itu Mas?" cerocos Alia yang langsung membuat Arga mengumandangkan tawanya tanpa segan.

Bahkan pria itu sampai harus menyeka air yang ada di sudut matanya.Tidak habis pikir kenapa Alia bisa segitunya berpikir tentang dia.

"Apa sih Al, kamu ngomongnya ngaco deh. Mana mungkin Alia," geram Arga sambil menggeleng kepala.

Matanya menyusuri setiap sudut rumah sementara kepalanya celingukan seperti mencari sesuatu atau barang hilang.

"Cari apa sih Mas? Mas Arga jangan coba-coba menghindar dari pembicaraan kita ini ya Mas, aku masih penasaran loh," kata Alia dengan wajah yang ia buat sesangar mungkin.

"Nggak Al, aku cuma pastiin aja kalo enggak ada Rara di sini. Jadi Rara itu bukan anak kandung aku, dia anak dari sahabat aku yang istrinya meninggal, dua bulan setelah pemakaman istrinya dia ikut menyusul dan Mama nggak tega sama Rara, lalu diasuh dan saat udah bisa bicara Rara panggil aku Papa jadi keterusan sampai sekarang," jelas Arga pelan sambil menatap Alia.

Berbagai ekspresi ditunjukkan Alia saat ia berusaha menjelaskan tadi. Tapi lebih dominan pada ekspresi kaget dan seolah tidak percaya.

"Ja ... jadi Mas Arga belum pernah nikah?" tanyanya lagi dengan hati-hati.

Jauh di dalam lubuk hatinya Alia berharap jika Arga memang pernah menikah. Arga tersenyum dan meraih tangan Alia lalu mengangguk pelan. Alia tercengang dan terdiam tidak percaya.

"Mmm ... Mas Arga serius?" ujarnya dengan mata yang kini sudah saling bersitatap dengan Arga.

"Iya aku serius. Selama ini wanita yang mengenal aku pada awalnya langsung bergerak cepat untuk bisa cari perhatian lebih dari aku tapi setelah mereka tau aku punya Rara maka mereka semua mundur secara teratur," ujar Arga.

"Dan di situ aku tau kalau ternyata mereka semua cuma mau sama aku dan semua yang aku punya tapi, enggak dengan kamu yang justru lebih dulu sayang sama Rara ketimbang sama aku," lanjutnya menatap lembut mata Alia.

"Ya kan karena aku awalnya ketemu Rara dulu Mas, baru sama kamu dan pas ketemu kamu seminggu aku langsung suka kan, terus semakin lama rasa itu tumbuh menjadi cinta untuk Mas Arga," ucap Alia dengan semu di pipinya.

Arga mengusap pipi Alia dan sorot matanya tepat pada manik mata Alia hingga wanita itu bungkam seketika. Tidak menyangka wanita secantik dan sebaik Alia mau mencintainya, mungkin ini adalah suatu keberuntungan bagi Arga.

Sispa yang tidak mau dicintai oleh wanita yang nyaris sempurna seperti Alia. Tentu semua pria akan menunjuk tangannya sendiri seraya berkata mau, bahkan mungkin mereka akan saling berlomba-lomba untuk mendapatkan wanita seperti Alia.

Kurang syukur apa lagi menjadi Arga yang tidak perlu melakukan itu semua ia sudah dengan mudah mendapatkan Alia. Yang terpenting lagi ia telah mendapatkan cinta dari wanita itu.

Benar kata Gio, Alia akan terlihat cantik bahkan sangat cantik di mata para lelaki tak terkecuali Gio, sahabatnya sendiri. Tapi Arga akan berusaha menggenggam cinta Alia hanya untuknya seorang. Ia baru sadar dengan semua yang dimiliki Alia itu sangat istimewa. Arga akan menata hati agar dengan segera bisa melabuhkan cintanya pada Alia juga.

Duda Tampan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang