Delapan

45.8K 2.8K 10
                                    


"Mas Arga dari mana? Kenapa mukanya bonyok gini?" tanya Alia yang baru membuka pintu untuk Arga.

Tadi ia mendengar suara mobil Arga yang berhenti tepat di parkiran rumahnya. Alia terkejut melihat Arga yang masuk dengan keadaan langkah gontai dan wajah yang babak belur, apa mungkin ia berantem?

Tapi melihat dari sisi ia sebagai istri dari Arga, pria itu bukanlah tipe yang suka berantem. Alia meraih tubuh Arga dan memapahnya. Namun,  belum satu langkah ia gerakkan kakinya Alia menutup mulut dan hidungnya kala indra penciumannya menerima bau tidak sedap dari Arga, ini seperti bau minuman yang tidak biasa dikonsumsi oleh masyarakat banyak. Salah satu bagian dari miras, katakan saja seperti itu.

"Mas, kamu minum ya?" tanya Alia yang sudah pasti tidak akan dijawab oleh Arga.

Pria itu hanya diam seraya menyenderkan bobot tubuhnya pada Alia. Alia menggeleng, jika dalam keadaan kurang sadar seperti ini maka seribu kali pun ia tanya Arga pasti tidak menjawab dengan pasti. 

Alia merebahkan tubuh Arga ke kasur dengan susah payah. Ia memegang pundaknya yang lumayan terasa berat akibat tadi Arga menyenderkan kepalanya di sana. Tentu saja seperti itu. Tubuh Alia yang mungil memapah tubuh Arga yang kekar dan sekarang lemas.

"Jangan pergi," kata Arga sembari menarik tangan Alia.

Alia melihat pada Arga yang ternyata masih terpejam. Dahinya mengernyit heran, apa Arga hanya mengigau? Arga menarik tangan Alia hingga kini mata bening itu membola karena posisi tubuhnya sudah berada tepat di atas tubuh Arga. Matanya semakin membola saat Arga melahap habis bibirnya, dan menekan tengkuk Alia agar tidak terlepas darinya.

"Mmm ... Mas," ujar Alia saat nafasnya mulai tersenggal-senggal.

Tangannya yang mungil memukul pelan dada bidang Rafa. Arga melepas bibir Alia dan membuat Alia sedikit bernafas lega. Tapi hanya sebentar karena selanjutnya jantungnya di buat semakin berdebar saat Arga dengan sangat mudah merubah posisinya hingga kini tubuh Alia berada di bawahnya.

Tangannya yang kekar mengurung tubuh mungil Alia. Pandangannya syarat akan gairah dan bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman.

"Ma ... Mas ... Arga mau ngapain?" cicit Alia gugup.

Jantungnya semakin berdetak tidak karuan saat sebelah tangan Arga mengelus pipinya dan memberi sebuah kecupan di sana. Entah karean terbawa perasaan atau apa Alia ikut menikmati pemandangan yang ada di depan matanya. Yakni manik mata Arga yang terbalut kilatan gairah. Hingga tanpa sadar ia mengalungkan tangannya pada leher Arga dan menarik tengkuk pria itu untuk kembali merasakan benda mungil dan kenyal yang ada di bagian wajah pria itu.

"Engghh," erang Alia saat kedua kakinya terasa di pisahkan agar Arga.

"Boleh aku minta hak aku sebagai suami kamu?"
kata Arga dengan posisi yang sudah duduk dan membawa Alia berada di pangkuannya.

Pipi Alia terasa panas menahan malu karena merasakan ada yang terbangun di bawah sana.

Alia mengabaikan rasa malunya. Ia menyandarkan kepalanya pada dada bidang Arga dan tersenyum senyum saat ternyata Arga membalas pelukannya.

"Mas Arga, aku ini istri kamu. Jadi aku sudah siap untuk melakukannya denganmu Mas. Kewajibanku adalah melayani kamu lahir dan bathin. Jadi Mas engak perlu minta izin lagi untuk itu," tutur Alia dengan yang senyum terus menghiasi wajah cantiknya.

"Ya sudah aku mau sekarang ya," kata Arga. Alia mengangguk dan kini ia digulingkan lagi oleh Arga ke kasur.

"Ini pertama kali untuk aku Mas, jadi aku mohon pelan ya," ujar Alia.

Ia tau mungkin Arga melakukan ini dalam keadaan setengah sadar. Tak apa, mungkin dengan ini Arga bisa merasakan kehadirannya dan mungkin juga dengan penyatuannya nanti, ia dan Arga akan semakin dekat.

"Iya, kamu tahan. Aku pelan kok, kalo sakit teriak aja. Kamar ini kedap suara jadi nggak akan kedengaran ke luar," ucap Arga. 

"Kalau sakit banget aku lepasin aja ya, kasian kamunya kesakitan begitu," Kata Arga dengan suara lembut.

Sebenarnya ia tidak benar-benar ada di  dalam pengaruh Alkohol dan mabuk. Ia ingat semua ini. Dan yang terpenting ia sadar.

Duda Tampan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang