22. Rencana

2.3K 232 4
                                    

Seorang gadis dengan santai tengah tidur tengkurap. Dirinya sedang asik bermain laptop, berselancar di dunia maya. Hingga ponselnya bergetar. Dia abaikan, dia tidak ingin diganggu sekarang. Namun, dia merasa aneh. Sepertinya, ini bukan nada dering teleponnya. Dia menoleh ke samping kanan. Matanya melebar, ternyata bukan ponsel miliknya, melainkan milik salah seorang sahabatnya--Assyifa.

Dia segera bangun dan mengambil posisi duduk. Menarik napas panjang, dengan hati yang berdegup kencang, dia mengangkat telepon itu. “Ass--”

“HALO!”

Tubuh Aini tersentak medengar bentakan itu. Dia menghembuskan napas panjang untuk menetralkan degup jantungnya.

“HEY! JAWAB!” bentaknya dari seberang telepon.

Aini menelan salivanya. Dia benar-benar  ketar-ketir meski belum mengucapkan sepatah kata pun. “Maaf, Om ... ini saya Aini, temennya Assyifa. Saya lagi di rumah, Assyifa-nya di pondok,” jelas Aini apa adanya.

“Ck, kenapa nggak di bawa Syifa aja hapenya?” ucapnya ketus.

Aini memutar bola matanya malas. Seenaknya saja orang tua itu. Memangnya, pondok itu punya dia? Sok-sokan ngatur ... punya hak apa coba?

Aini menarik napas panjang. Kemudian  melepasnya. Dia harus ekstra sabar menghadapi lelaki ini. “Maaf, Om ... di pondok nggak boleh bawa hape.”

“Alah, ribet amat! Katimbang gitu aja nggak boleh,” ketusnya tidak suka.

“Ya, terserah pondoklah, Om. Sok ngatur,” gerutu Aini kesal dengan mejauhkan mulutnya dari smartphone di genggamannya.

“APA?!?” tanyanya dengan nada tidak santai.

Mata Aini melebar. Degup jantungnya kembali mengeras. Apa jangan-jangan ... lelaki itu mendengar ucapannya? Ya Allah ... semoga saja tidak.

“HEH! KAMU NGOMONG APA?!? YANG JELAS NGOMONGNYA?” ucapnya dengan nada tidak sabar.

Aini menghembuskan napas lega. Dewi Fortuna masih berpihak padanya. “Saya nggak ngomong apa-apa, Om.”

“Huh, terserah,” ucapnya kesal.

“Ye,” ucapnya dengan memenor-menorkan bentuk bibirnya akibat kesal dengan lelaki itu.

“Kalo gitu, omongin ke Syifa.”

“Omongin apa, Om?” tanya Aini.

“Liburan idul adha, saya bakal ngenalin dia sama lelaki pilihan saya.”

Deg!

Manik Aini melebar. Apa dia tidak salah dengar? Assyifa akan dijodohkan?

“Paham?” tanya lelaki itu karena tidak mendapat sahutan apa pun.

Aini tertarik kembali dari dunia khayalannya. Dia dengan gelapan mencoba fokus pada pembicaraan. “P ... pa ... paham, Om.”

Telepon dimatikan secara sepihak oleh papa Assyifa. Tangan Aini yang memegang ponsel itu turun. Dia pandang nomer yang baru saja menelponnya. Apa sahabatnya akan benar-benar dijodohkan?

Yeah, Assyifa belum sama sekali berbicara sepatah kata pun setelah telepon di matikan tadi siang. Dia dan yang lain memaklumi sikap sahabatnya itu. Jelas, gadis itu pasti masih membutuhkan waktu untuk menenangkan diri. Dia pasti syok dengan sesuatu yang baru saja dia dengar dari ayahnya. Meski nyatanya, dirinya dan sahabat-sahabatnya merasa penasaran tentang obrolan itu.

🍁🍁🍁🍁🍁

Jam sudah menunjukkan pukul 00.09 waktu istiwa'. Di jam itu, para santriwati tengah beristirahat dan mencari jajanan untuk mengganjal perut mereka. Namun, tidak untuk Assyifa. Dia sedang asyik mencuci dan bersiap untuk menjemur cuciannya di lantai tiga.

Rafassya & Assyifa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang