Raffa sedang sibuk dengan laptopnya. Lagi-lagi dan lagi, laptop yang menjadi pusat fokus dari pria itu. Hingga Assyifa memandangnya kesal. “Laptop aja terus. Istri lagi hamil bukannya dimanja malah dikacangin," dumel Assyifa lirih.
“Bentar,” balasnya singkat tanpa menatap Assyifa.
“Biasanya juga ngomong gitu," cibir Assyifa.
Raffa menghentikan gerakan jarinya. Dia menatap ke arah Assyifa yang nampak sangat tidak senang dengannya. “Cuma masalah laptop, nggak mungkin, 'kan, kamu cemburu sama laptop?”
“Cemburulah, Mas! Benda tepos aja dipegang terus, akunya kapan?” ucap Assyifa yang tanpa sadar telah berbicara hal-hal berbau intim.
Raffa tersenyum tipis hingga kekehan ringan dapat didengar oleh Assyifa.
Assyifa pun lantas menatap tajam Raffa. “Malah ketawa," kesal Assyifa.
Raffa meletakkan laptopnya di nakas samping ranjangnya. Dia menggeser tempat duduknya untuk lebih dekat dengan Assyifa. Dengan sekali hentakan dia mengangkat tubuh Assyifa ke dalam pangkuannya. Assyifa sendiri jelas terkejut dengan tindakan tiba-tiba dari Raffa.
Raffa merengkuh tubuh mungil yang ada di pangkuannya dari arah belakang. Bahkan sebelah tangannya menelusup masuk ke dalam baju dan mengusap lembut perut yang masih rata itu. “Jangan cemburu, posisi kamu di hati aku tetap ratu, tidak bisa diganti ataupun kamu tinggal pergi. Posisi itu, harus kamu yang isi.”
“Kalo aku pergi?”
“Aku kejar.”
“Kalo kamu yang pergi?”
“Nggak bakal.”
“Awalnya kamu bilang gitu, tapi nggak tahu ke belakangnya gimana, 'kan?” tanya Assyifa.
“Semua sudah ada yang mengatur, nggak usah pusing-pusing mikir itu.”
Raffa kembali mengambil laptopnya. Namun, karena kini Assyifa ada di pangkuannya, dia pun meletakkan laptopnya di pangkuannya Assyifa. Kepalanya bersandar dipundak wanita itu dengan sesekali menyandarkan kepalanya ke kepala wanita itu. Sementara jemari tangannya tetap bergerak menari di atas keyboard laptop.
“Lagi ngerjain apa, sih, Mas? Udah malem ini,” kesal Assyifa.
“Pelacak,” balasnya singkat.
Alis Assyifa tertaut. “Pelacak?” ulangnya.
Raffa bergumam sebagai jawaban.
“Pelacak buat apa, Mas?”
“Kamu inget, tamu ummik sama abah yang dari Kairo?” tanya Raffa.
“Ohh, yang kemarin itu?” tanya Assyifa balik.
“Iya, anaknya yang ajarin aku buat ini. Pelacak ini fungsinya buat ngelacak hape-hape yang nyala di area pondok. Seluruh pondok tanpa terkecuali, entah itu pondok cabang atau pondok induk. Kalo ketahuan, tinggal dita'zir.”
Mata Assyifa melebar. Ucapan Raffa benar-benar bagai bom yang meledakkan degup jantungnya. Sahabat-sahabatnya dalam posisi yang tidak aman. Mereka bisa saja terkena masalah jika sampai ketahuan.
“Kamu kenapa tegang gitu? Ada yang kamu sembunyiin?”
🍁🍁🍁🍁🍁
Assyifa menghela napas untuk ke sekian kalinya. Dia melirik ke arah Raffa yang masih saja sibuk dengan laptopnya. Dia menyandarkan kepalanya ke bahu Raffa. Namun, lelaki itu tetap pada kesibukannya.
“Mas ....”
“Dalem,” sahutnya singkat dengan tetap menatap ke arah laptop.
Assyifa memutar bola matanya malas. Diam dan tak ingin menyahut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafassya & Assyifa [END]
RomanceGeng yang terdiri dari pria-pria tampan mungkin cukup umum dan sering menjadi sorotan hayalak juga alur cerita. Lalu, bagaimana jika cerita ini justru menceritakan geng yang terdiri dari enam orang perempuan? Di pondok pesantren Mambaul Ihsan terdap...