Raffa berjalan menuruni tangga. Seperti pagi-pagi sebelumnya, Assyifa selalu mengalami morning sickness. Tubuh wanita itu terduduk lemas di atas sofa ruang tamu.
Raffa mendatanginya. Sebelum duduk, sebelah tangannya terangkat mengusap dahi Assyifa hangat. “Belum enakan?” tanyanya.
Assyifa menggeleng samar. “Kepala aku masih pusing,” keluhnya.
Raffa menghela napas. Dia sangat mengerti kebiasaan wanita itu yang sudah sebulan ini dia alami. “Aku mau ke supermarket, beli keperluan dapur. Kamu nggak ikut?”
Assyifa lagi-lagi menggeleng samar. “Nggak, deh, Mas ... aku di rumah aja.”
“Yaudah, aku pergi dulu. Kamu baik-baik di rumah,” ucapnya sambil bangun.
Assyifa hanya menganggukkan kepalanya. Dia lantas mencium punggung tangan Raffa sebagaimana kebiasaannya. “Hati-hati.”
Raffa hanya menganggukkan kepalanya. Dia lekas pergi dengan menggunakan mobilnya.
Beberapa menit berselang, terdengar suara pintu diketuk. Assyifa tampak berpikir sejenak. Setelahnya dia melihat ke arah jam dinding. “Asisten rumah tangga yang biasa ke sini paling,” gumamnya.
Dia lantas bangun dan berjalan menuju pintu utama. Satu dari dua pintu dia buka. Mata membola saat tamu tak diundang justru datang.
“Sedang menikmati pagi yang cerah, ya, Keponakanku?” tanya orang itu.
Assyifa tanpa ba-bi-bu langsung mencoba menutup pintu kala dia tahu orang itu adalah pak leknya--Liam.
Namun, sayang ... Liam justru mendorong kuat pintu itu. Tubuh Assyifa terhuyung ke belakang hingga beberapa langkah mundur terpaksa dia ambil. Liam berhasil menerobos masuk.
Assyifa mulai panik. Tidak ada orang di rumah. Dia harus keluar dari rumah lewat pintu belakang. Dia lantas berlari, namun, dia kalah cepat. Liam mencengkram tangannya kuat.
Assyifa merintih, “Arghh ... sakit, Pak Lek.”
“Mau lari ke mana, hah?!” sentak pria itu, “Ikut aku!”
Liam menarik paksa tangan itu. Namun, Assyifa tidak tinggal diam. Dia tetap mencoba melawan meski kemungkinan bisa lepas dari pria itu begitu kecil.
“LEPAS!!” pekik Assyifa beronta.
Assyifa yang sudah kalang kabut dengan ketakutannya meraih segala sesuatu yang bisa menahan dirinya untuk tetap di posisinya. Dia tidak ingin mengikuti Liam. Firasatnya mengatakan hal buruk akan terjadi.
“LEPAS!!” pekiknya lagi.
PRANK!
BRAK!
Assyifa meraih meja kecil yang terdapat vas di atasnya. Liam yang terlalu kuat menyeretnya membuat meja itu terguling berserta dengan vasnya yang seketika pecah kala menyentuh lantai.
“Pak Lek, Assyifa mohon, lepas ...,” mohon Assyifa masih beronta. Dia benar-benar ketakutan sekarang. Matanya sudah berkaca-kaca, dia ingin menangis karena sangking takutnya.
“Kali ini kau nggak akan lepas dariku, Bocah Tengil,” ucapnya dingin.
Assyifa menggeleng samar saat dia giring masuk ke dalam mobil Liam. “Nggak, Pak Lek, lepasin ... Assyifa mohon.”
“DIAM!!” sentak pria itu.
Tubuh Assyifa tersentak. Dia lantas semakin ketakutan. Dia akhirnya memilih menangis dalam diam dengan harapan semoga dia dan anaknya bisa selamat. Hingga akhirnya mobil berwarna hitam itu melesat pergi meninggalkan rumah megah kepemilikan Assyifa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafassya & Assyifa [END]
عاطفيةGeng yang terdiri dari pria-pria tampan mungkin cukup umum dan sering menjadi sorotan hayalak juga alur cerita. Lalu, bagaimana jika cerita ini justru menceritakan geng yang terdiri dari enam orang perempuan? Di pondok pesantren Mambaul Ihsan terdap...