Sebagaimana dugaan Raffa, Liam benar-benar datang di esok harinya. Raffa tentu menyambutnya dengan hangat sebagai tuan rumah. Bagaimana pun, Liam adalah tamu, dan Raffa berkewajiban memuliakan Liam.
“Ada keperluan apa, Pak Lek?” tanyanya.
Dari sorot mata Liam terlihat banyak kilat amarah. “Seenaknya saja kamu, ya? Kembalikan harta saya, dengan begitu, saya tidak akan menganggu keluarga kalian.”
Raffa tersenyum tetap terlihat tenang. “Itu bukan harta Pak Lek, dan lebih baik, Pak Lek tidak meributkan properti atau aset apa pun yang kini sudah saya atas namakan Assyifa.”
Lengan berotot Raffa melingkari tubuh mungil Assyifa. “Karena memang itu miliknya,” lanjutnya.
Liam semakin emosi. Dia menatap tajam ke arah Assyifa. Seolah siap menerkam gadis itu.
Assyifa meremas sebelah tangan Raffa yang kini juga menggenggam erat tangannya. Dia ketakutan jika harus dihadapkan dengan pria ini lagi. Dia menatap lelaki itu, yang ternyata juga tengah menatapnya. “Lo kuat, Syif!” soraknya dalam hati. Dari sorot Raffa dia mendapatkan dorongan untuk tetap tegar dan tidak kenal takut.
Liam tersenyum miring. “Kau semakin berani, ya?” tanyanya.
“Aku nggak akan seperti ini kalau Pak Lek mau ngasih tahu di mana Mas Shakeel. Jadi, aku mohon, kembaliin Mas Shakeel,” pintanya.
Liam terkekeh sinis. “Akan dapat aku? Nggak ada untungnya sama sekali.”
Assyifa memejamkan matanya menarik napas dalam mencoba bersabar menghadapi Liam. “Pak Lek bakal dapat semua properti dan aset yang sekarang milik aku,” ucap Assyifa lantang.
Raffa terkejut mendengar penuturan itu. Dia menoleh dan menatap tidak percaya kepada Assyifa. “Gimana bisa kamu ngomong gitu?” tanyanya tidak terima.
Raffa sudah mengorbankan banyak hal untuk bisa mengambil alih properti dan aset itu. Waktu, uang, keringat, semua dia korbankan. Semua juga demi Assyifa agar dia bisa bertemu lagi dengan Shakeel.
Assyifa menggeleng samar. “Aku nggak mau memperumit masalah, Mas. Aku cuman mau Mas Shakeel balik ke aku,” ucapnya jujur.
Raffa menghela napas berat. Dia akhirnya menurut dan tak ingin berkomentar apa pun. Itu sudah pilihan isterinya, dan dia menghargai itu.
Lagi-lagi Liam tertawa. “Jangan harap aku bakal kasih tahu soal Shakeel, kamu itu emang anak nggak tahu diuntung.”
“Pak Lek, aku udah nurutin semua keinginan Pak Lek, apa masih kurang?” tanyanya sendu, “Pak Lek tiap hari kasar sama aku, tapi aku diem aja, apa itu masih kurang?!” tanyanya lagi.
Secara reflek dia menyentuh perutnya. Dia tidak sanggup jika harus hidup dengan Liam lagi, terutama dengak keadaan dia yang hamil. Dia tidak ingin janin dalam rahimnya harus menanggung resiko sebesar itu.
Liam mendapati hal itu pun justru menautkan alisnya. “Apa kau hamil?” tanyanya tajam.
Di tengah tangisnya dia tersenyum sebagai jawaban.
Liam menyeringai. “Anaknya ternyata kayak gini, hamil diluar nikah, itu yang buat kamu kabur dari Rosyid, 'kan? Pantes orang tuanya milih bunuh diri, ternyata ... ck, ck,” sindirnya.
Assyifa membulatkan matanya tidak percaya. Emosinya memuncak kala orang tuanya dihina seperti itu. Orang tuanya tidak akan mungkin melakukan hal serendah itu. Mereka tidak mungkin bunuh diri. Karena jelas-jelas Liam adalah pembunuh orang tuanya.
“Beruntung Luqman sama Emma nggak liat tabiat anaknya. Keputusan mereka buat bunuh diri memang tepat,” ucapnya.
“CUKUP!! UMMIK SAMA ABAH NGGAK GITU, PAK LEK! MEREKA NGGAK SERENDAH ITU!! PAK LEK YANG UDAH BUNUH MEREKA SEMUA!! PAK LEK!! PAK LEK PEMBUNUHH!!” pekik Assyifa histeris.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafassya & Assyifa [END]
RomanceGeng yang terdiri dari pria-pria tampan mungkin cukup umum dan sering menjadi sorotan hayalak juga alur cerita. Lalu, bagaimana jika cerita ini justru menceritakan geng yang terdiri dari enam orang perempuan? Di pondok pesantren Mambaul Ihsan terdap...