10. Curiga

2.7K 245 12
                                    

Dengan langkah lebarnya dia segera memasuki rumahnya. Karena urusan yang menghambatnya di dapur tadi, membuatnya dia hampir saja tidak sempat mengucapkan salam kepada ke kedua orang tuanya juga adiknya.

Di dalam rumahnya kini dia dapat melihat adiknya yang membawa tas juga koper yang berisi pakaian miliknya juga pakaian ayah ibunya. Mereka akan pergi ke Jawa tengah untuk beberapa hari ke depan. Ada acara haul sekaligus reuni di sana.

Alexandra memandang jengah kepada anaknya sulungnya yang selalu tidak bisa diandalkan soal waktu. "Kamu ke mana aja? Ditungguin dari tadi," ocehnya kesal.

Raffa menghembuskan napasnya lelah. Andai saja ada waktu untuk bercerita, mungkin dia akan menceritakan semuanya tanpa terkecuali kepada Ummiknya itu. Namun, karena Ummiknya itu hendak pergi meninggalkan pondok, lebih baik dia tida mengetahui soal permasalahan ini.

Kecurigaannya mengarah pada geng Assyifa yang mungkin punya hubungan yang lebih dari kata teman dengan salah seorang kang santri Mamba'ul Ihsan. Jika Alexandra ibunya mengetahui hal ini, ummiknya pasti tidak akan merasa tenang di sana. Dan akan terus terpikirkan dengan permasalahan di sini. Dia yakin, dia bisa mengatasinya sendiri.

"Maaf, Mik ...," ucapnya apa adanya.

"Yaudah, Ummik pamit, ya?" ucap Ummiknya.

Raffa tersenyum tipis. "Iya, hati-hati, Mik."

Kini, giliran sang Abah yang mendatangi putra sulungnya. "Abah titip pondok, ya! Jaga baik-baik!" ucap Azriel lantang.

"Nggeh, pasti, Bah ...."

"Yaudah, kami pamit, assalamu'alaikum ...." Azriel berangkat keluar rumah dan berjalan menuju mobilnya.

"Bang! Jangan kangen sama aku, ya! Tapi, kalo rindu ngomong, jan dipendem aja," ucap Fiya sambil berjalan mengikuti orang tuanya yang sedang berjalan menuju mobil dengan cekikikan.

Raffa memutar bola matanya malas. "Salam dulu!"

Fiya menujukkan senyum tiga jarinya. "Assalamu'alaikum, Mas! Ati-ati di rumah ... nanti kepincut sama Assyifa lagi!" teriaknya.

"Adek kurang didikan!" hardik Raffa dalam hati. Bisa-bisanya adiknya itu mengingatkannya pada gadis bar-bar itu. Padahal, tanpa diingatkan pun, Raffa selalu saja memikirkan gadis itu.

Akh! Dahlah ....

"Fiya ...," tegur Alexandra dengan halus meski dengan tatapan membunuh.

Fiya yang mendapat teguran itu hanya menunjukkan senyum tanda maaf. Dia segera memasuki mobil. Mobil bergerak perlahan, berputar dan pergi meninggalkan pekarangan rumah setelah klakson mobil dinyalakan sebanyak dua kali, sebagai tanda perpisahan.

Raffa berbalik menuju ke dalam rumah. Napasnya terhembus lelah. Kini, dia di rumah sendiri. Dia yang mengurus pondok sendiri. Akankah dia sanggup? Entahlah ... semoga saja memang sanggup.

🍁🍁🍁🍁🍁

"Assalamu'alaikum ...," ucap seseorang dengan memasuki rumah.

Raffa yang tengah duduk bersantai di sofa dengan tangan yang memegang benda persegi panjang berwarna hitam pun menoleh ke arah suara berasal. "Akhirnya, datang juga," ucap Raffa pada lelaki itu.

"Iya, maaf baru bisa dateng. Masih ada urusan tadi di madrasah putra," ucap lelaki itu santai.

"Iya, aku paham."

"Ada urusan apa?" tanya lelaki itu.

Raffa merogoh saku jasnya dan mengeluarkan beberapa lembar kertas yang telah disatukan menggunakan Staples.

Rafassya & Assyifa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang