Dia menoleh menatap ke arah Raffa. “Sama mbak pengurus aja, ya?”
Raffa hanya mengangguk.
Dengan sangat terpaksa, Assyifa mendatangi tempat para pengurus. Memintanya untuk segera menjalankan perintah Raffa.
“Oh, baik, Ning ... saya akan ajak salah satu teman saya untuk membantu,” ucapnya begitu sopan.
Assyifa tersenyum kikuk. Panggilan 'Ning' yang disematkan oleh orang-orang padanya sungguh membuatnya sangat tidak nyaman. Meski sudah hampir dua bulan--termasuk masa sebelum dia menikah dengan Raffa saat di Aceh, dia menyandang nama itu.
Assyifa pun mengikuti mereka. Mengetuk pintu. “Assalamu'alikum ... Mbak ... tolong buka pintunya,” perintah pengurus itu. Sementara dirinya hanya diam mengamati.
“Bentar, Mbak ...!” pekik dari dalam.
Tak berselang lama pintu terbuka. Dua mbak pengurus juga Assyifa masuk, sementara Raffa hanya menunggu diluar.
Assyifa mengernyitkan dahinya heran.
“Kenapa lihat-lihat?” sengit gadis yang kini menjadi sorotan Assyifa.
Assyifa menghela napas kasar. Dia harus segera menyelesaikan perang dingin di antara The Sadis dan Fatim. Rosyid yang dulu menjadi akar permasalahan tidak mungkin lagi diperebutkan oleh Fatim juga Aini. Jadi, tidak ada salahnya berdamai.
Namun, dia bingung ... mengapa ada Fatim di sini? Sementara kamar gadis itu ada di kamar khusus para khadimah.
“Kamu ngapain ke sini? Bukannya kamar kamu di Al-Hussein?” tanyanya mencoba bersikap lembut.
Al-Hussein adalah nama kamar khusus para khadimah di asrama putri juga khodam di asrama putra.
Walaupun Fatim memiliki kamar sendiri, dia juga tetap diperbolehkan untuk ke kamar lain jika ada keperluan.
Alis Fatim tertaut. “Kesambet apa lo segala pake aku-kamu?” sarkasnya.
Assyifa sama sekali tidak sakit hati mendengar hal itu. Dia justru curiga dengan sampah bungkus snack yang berada di belakang punggung Fatim. Mengapa tidak dibuang ke tempat sampah?
“Mbak, bisa ambil bungkus snack itu?” tanya Assyifa sambil menunjuk ke arah bungkus snack yang ada di balik punggung Fatim.
Fatim yang mendengarnya sontak memucat. Saat mbak pengurus itu mendekat, dia justru menjauh dengan menggenggam erat bungkus snack itu.
“Berikan!” titah pengurus itu.
“Nggak, Mbak ... ini cuma--”
“Berikan Fatim!” ucap pengurus itu sembari meraih kasar bungkus snack yang sempat dipertahankan oleh Fatim.
“Mbak--”
Pengurus itu membuka bungkus snack yang ternyata snack itu cukup besar. Sebelah tangannya masuk dan mengambil sesuatu. “Ketemu,” ucapnya dengan menunjukkan benda pipih.
“Ini, Ning,” ucapnya sembari memberikan ponsel itu kepada Assyifa.
Assyifa pun menerimanya dalam keadaan masih menyala. “Baru dipakek pasti, ya?" celetuknya.
Fatim hanya memandangnya dengan sorot penuh kebencian juga permusuhan.
Ponsel itu bergetar. Ada pesan masuk dari ....
“Pak Liam ...,” gumam Assyifa.
Dengan sangat penasaran dia membuka roomchat milik Fatim tanpa izinnya. Tangannya bergetar hebat kala mengetahui fakta, Fatim adalah mata-mata dari pamannya--Liam. Mata-mata dari musuh bebuyutannya. Yang berati Fatim juga adalah musuh bebuyutannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafassya & Assyifa [END]
RomansaGeng yang terdiri dari pria-pria tampan mungkin cukup umum dan sering menjadi sorotan hayalak juga alur cerita. Lalu, bagaimana jika cerita ini justru menceritakan geng yang terdiri dari enam orang perempuan? Di pondok pesantren Mambaul Ihsan terdap...