42. Kembali

72 32 8
                                    

──•~❉♡❉~•──

──•~❉♡❉~•──

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•~❉᯽❉~•

Laki-laki berumur dua puluh dua tahun berdiri di depan pohon yang rindang. Dedaunannya berguguran di atas rumput yang hijau. Pohon itu biasanya di tumbuhi oleh bunga merah cerah, tapi tidak ada satu pun bunga yang tumbuh di pohon Flamboyan itu saat ini.

"Bang Ega" lirih Leo.

Sudah tiga tahun sejak kepergian Megantara. Leo selalu dihantui rasa bersalah pada Megantara. Hidup Leo benar-benar hampa. Dia tidak bisa menjalani hidup tanpa kehadiran Megantara.

"Leo kangen bang Ega"

Kata-kata itu selalu keluar dari mulut Leo setiap harinya.

Tangan Leo memegangi batang pohon itu, di sana ternyata ada sebuah tulisan yang di ukiran kecil.

Pohon milik Megantara & Leo

Benar. Pohon ini milik mereka. Milik Megantara dan Leo. Pohon yang selalu menjadi tempat mereka bermain sewaktu kecil. Tapi Megantara lebih banyak menghabiskan waktunya bermain di pohon ini di banding Leo.

Lagi-lagi Leo hanya bisa menghela nafasnya. Dan di benaknya selalu memutar adegan masa lalu yang membuat luka di hatinya dan penyesalan yang mendalam. 

Apakah dirinya terlalu kejam di masa lalu? Apakah dirinya tidak berperasaan? Apakah dia akan hidup sendirian untuk selamanya? Apakah Vanilla sudah ikhlas dengan kepergian Megantara?

Semenjak Megantara pergi untuk selamanya, Leo tidak pernah melihat Vanilla lagi. Tapi setiap Leo mengunjungi pemakaman Megantara, dia selalu melihat sebatang bunga mawar putih di dekat nisan abangnya.

Entahlah, tiba-tiba Leo jadi memikirkan tentang Vanilla. Mungkin dia sudah bersalah karena mengklaim Vanilla penyebab semua masalahnya. Leo tidak bisa mengelak lagi dari kenyataannya sekarang.

Angin kencang menerpa wajahnya, dan perlahan Leo menutup kedua matanya menikmati angin sejuk itu. Dan berharap ada seseorang yang datang untuk menyelamatkannya dari keterpurukan.

15 detik....

20 detik.....

30 detik....

1 menit...

Leo tidak menghitung berapa lama dia menutup matanya, dia telah tenggelam dalam pikirannya.

Sampai pada akhirnya, ada seseorang yang berjalan menghampirinya. Mungkin Leo tidak menyadari kehadiran seseorang itu yang berdiri di belakangnya.

Perempuan itu tersenyum tipis melihat Leo yang berdiri di bawah pohon favoritnya. Pohon favoritnya bersama Megantara; dulu.

"Leo"

Suara panggilan itu tidak asing di telinga Leo, suara yang dulu sering memohon padanya, suara yang pernah rekat pada masanya, suara yang sudah lama tidak dia dengar. Dan akhirnya, Leo kembali mendengar suara itu.

[✓] Merangkul Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang