Chapter 56 | Aku tidak Cemburu

152 7 0
                                    

"Tidak ada gunanya kita meluapkan emosi, sebaiknya tenangkan hati dan pikiran. Percayakan semuanya pada-Nya, yakinlah apa yang kita alami ini sudah ditetapkan. In Syaa Allah, pelan-pelan kita akan menemukan jalan keluar, asal kita mau bersabar."

IN SYAA ALLAH









Zahra bergeming, netranya hanya mampu mengabsen kedua orang di depannya ini dengan hati yang entahlah tidak bisa dijelaskan. Wanita yang mengaku bernama Viola itu masih setia memandang dan mengoceh tiada henti seakan tidak peduli dengan keberadaan Zahra, Umi Salma, juga Kyai Abas yang sedari tadi memerhatikan.

Beruntung beberapa sanak keluarga dan tamu sudah pulang sehingga pergerakan mereka tidak terganggu.

"Rakan... jelasin sekarang juga siapa perempuan ini," jari telunjuk Viola mengarah pada Zahra dengan lirikan mata meminta penjelasan. Nada bicaranya sangat manja, sangat feminim.

"Adik kamu? Bukannya kamu bilang cuma punya satu adik ya?" tebaknya. Rakan diam, "oh aku yakin pasti sepupu atau saudara jauh, atau kak---"

"Dia---"

"Dia menantu kami," Umi Salma menyela sekaligus mempertegas dengan tangan kanan merangkul pundak Zahra.

Apakah Viola akan percaya begitu saja? Tentu saja tidak.

"Oh menantu, kamu punya kakak kok ngga bilang-bilang sih? Ngga undang lagi pas acara nikahannya." Viola mencubit pinggang Rakan gemas.

"Vi..."

"Oh iya, By the way kamu belum kenalin aku loh sama keluarga kamu." Rakan menginterupsi melalui sorot matanya agar Viola diam. Namun, sepertinya gadis itu tidak peka. "Oh ini pasti mama kamu 'kan?" Umi Salma melotot tidak terima dirinya ditunjuk-tunjuk seperti itu, "mmm dan bapak berjanggut putih ini pasti papa kamu iya? Ngga mungkin kakek kamu lah ya hehe..." Viola terkikik sendiri merasa lucu dengan pikirannya sendiri.

Tidak ada yang bersuara, di antara mereka sama-sama diam. Diam dengan hati terbakar. Umi Salma sebenarnya sudah geram, irasnya merah padam. Sebenarnya beliau tidak tahan lagi andai saja tangan sang suami tidak menahannya dari tadi sembari memberi peringatan kala istrinya hendak melakukan pergerakan. Mengisyaratkan agar tetap diam sebentar, menunggu sejauh mana perempuan ini mengepakkan sayapnya.

"Mbak!" Zahra menoleh. "Ngga ada makanan nih? Minuman kek, gue haus tau..." Viola mengusap leher jenjangnya.

Zahra yang hendak bangkit seketika terduduk kembali. Didapatinya sorot mata elang milik Rakan memancarkan penolakan.

Selanjutnya, terdengar helaan napas dari gadis Belanda itu, lagi-lagi mulutnya gatal jika tidak bersuara. Hatinya teramat riang begitu bertemu dengan sang pujaan. Rakan meneguk salivanya begitu merasakan tangan lembut melingkar di lengannya. Belum sempat protes dengan cepat kepala sang dara menempel di pundaknya, memeluk erat seakan-akan takut kehilangan.

Gigi Umi Salma menggelatuk geram, wajahnya bersungut-sungut, serta tatapannya sangar ke arah Viola, sudah cukup dia sudah tidak tahan.

"HEH! KAMU---" Sial, lagi-lagi Abi Abbas menghalangi.

"Abi... Dia sudah keterlaluan...." celetuknya dengan suara rendah menahan emosi. Abi Abbas menggeleng, wajahnya tetap tenang dan bibirnya tak hentinya bergerak melantunkan istighfar.

"Oh iya lupa ini 'kan pondok." Seperti tidak berdosa Viola hanya memberikan senyum paling cantiknya.

"Ra..." Manik mata Zahra menatap wajah pualam sang suami. Mata Rakan berkaca-kaca sangat kontras dengan tatapan Zahra yang begitu hangat dihiasi senyum manisnya. Melihat Zahra setegar ini membuat Rakan semakin frustrasi, dia yakin istrinya tidak baik-baik saja. Perempuan itu hanya pura-pura tegar, pura-pura sabar, pura-pura tenang. Rakan yakin hatinya pasti sangat terluka, hatinya hancur, perasaannya kecewa.

IN SYAA ALLAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang