Chapter 21| Berkemas

2.1K 80 0
                                    

Bermimpilah setinggi mungkin.
Jangan pernah lelah untuk berjuang, karena semua yang kau korbankan tidak akan sia-sia.
Jika perlu, bermimpilah setinggi langit karena jika jatuh,  kau akan jatuh di atas bintang-bintang.

IN SYAA ALLAH

19:00 WIB

Semilir angin malam seakan ikut andil mendengarkan kata demi kata yang kala itu diucapkan oleh seorang pria paruh baya. Mulutnya komat-kamit tengah memberi keputusan kepada sang buah hati terkait masalah masa depannya kelak. Hawa dingin disertai indahnya pemandangan malam, yang subhanallah sangat indah.

"Lit, gimana kamu mau ke pesantren kapan?" tanya Ismail setelah menyesap teh hangat.

Lita menoleh ke samping kiri, menemukan sang ayah yang duduk bersila di atas sofa coklat.

"Mmmm... terserah ayah aja deh, Lita ngikut," jawab Lita penuh keyakinan.

"Yeee...kamu kira apaan ngikut-ngikut, emang Ayah mau ke minimarket?" sahut Revan tiba-tiba, sembari berjalan menuju ruang tengah dan duduk bersama adik kesayanggannya tersebut.

"Revannn..." sela Sheila memperingati dan hanya dibalas cengiran kuda olehnya. Sedangkan Lita tersenyum melihat tingkah kakaknya itu.

"Hehehehhe...maaf, Bun."

"Gimana nak?" tanya Sheila lagi.

"In syaa allah Lita siap ayah, apapun keputusan ayah, pasti itu yang terbaik buat Lita."
Lita mengangguk mantap seakan menyetujui apa pun keputusan ayahnya nanti.

"Alhamdulillah Ayah seneng dengernya."

"Bagaimana kalau seminggu lagi?"

"Hah? Apa gak terlalu cepat ayah?" tanya Revan sedikit terkejut, memandang sang ayah dan bundanya  bergantian.

"In syaa allah tidak, lebih cepat 'kan lebih baik."

"Tapi ayah..." ucap Revan lemah, seakan tak menerima.

Ayah hanya tersenyum menyikapi.

"Ini yang mau ke pesantren kamu apa adek kamu sih Van? Kok seperti gak ikhlas gitu?"
Kali ini Sheila ikut angkat suara, pasalnya dia sudah geram dengan tingkah anaknya itu.

"Tau nih kakak, prasaan aku B aja," sambung Lita membenarkan membuat Revan memalingkan wajahnya kesal.

"Oh gitu... ok fine awas ya kalo kamu kangen sama kaka!" ancamnya sengaja menakut-nakuti sang adik. Namun, dugaannya salah, bukannya merasa takut malah mengejek dirinya.

"Ishhh kePD-an."

"Sudah -sudah, bagaimana kamu setuju, Nak."

Sheila menatap ke Lita sembari menyeruput teh yang ada ditangannya.

"In Syaa Allah, Ayah."

"Baiklah kalo begitu, nanti Ayah sampaikan kepada pengasuh pondok, kebetulan beliau sahabat karib Ayah dulu."

"Iya, anaknya temen baik aku," balas Revan membanggakan diri.

IN SYAA ALLAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang