Chapter 51| Bismillah, Aku Siap!

899 43 3
                                    

"Seharusnya sejak dulu aku sadar, betapa rapuhnya aku tanpamu. Kamu adalah obat dari setiap luka yang menganga. Kamu adalah seseorang yang dikirim Tuhan untuk menjadi jodohku. Semoga kau mampu mengantarkanku menuju surga-Nya."

IN SYAA ALLAH

"Ke sana yuk Ayah laper..." sela Ismail sambil menunjuk ke arah tempat duduk yang sudah tertera dengan aneka makanan. Sheila menyenggol lengan suaminya.

Zahra, Rakan, pun kedua kakaknya lantas tertawa pelan. Merasa lucu saja dengan ulah Ayahnya.

Detik berikutnya, keluarga Zahra berjalan menuju tempat yang telah ditunjuk oleh Ismail. Zahra tak berhenti mengulas senyum bahagia, ia sangat bersyukur karena Allah masih memberikan kesempatan padanya dan keluarga untuk bisa selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan-Nya.

"Aku bersyukur sekali, lihat keluarga kita tampak sangat akur," ucap Rakan dengan tatapan lurus ke arah keluarga Zahra juga keluarganya yang tengah asyik bercengkrama ria. Zahra menoleh ke arah Rakan sebentar lalu mengangguk pelan.

***

21.00 WIB

Aula yang tadinya penuh dengan para tamu undangan, kini telah kembali tenang. Tidak ada suara bising, hanya ada suara lentingan   wadah makanan yang tengah beradu dalam rak besar yang akan dibawa menuju tempat penyucian.

Zahra dan Rakan telah lenyap, mereka berdua telah berada dalam kamarnya. Rasa letih, penat, pusing, dan segala macamnya tengah dirasakan oleh kedua pasutri itu. Namun, semuanya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kebahagiaan yang terjadi pada hari ini.

"Mas capek..." keluh Rakan dengan posisi tubuh terbaring di atas kasur. Zahra menoleh menghadap suaminya, ia lantas membelai lembut wajah Rakan memebuat empunya tersenyum merasakan kenyamanan.

"Hari ini Zahra bahagia banget Mas," ucap Zahra seadanya. Rakan mengangguk pelan dengan bola mata menatap dalam wajah sang istri.

"Sudah sana ganti baju dulu," perintah Rakan. Memang benar, keduanya sama sekali belum mengganti baju, masih tetap dengan baju dan gaun pengantin yang setia melekat di tubuh keduanya. Mereka teramat lelah hingga tak menghiraukan pakaiannya sama sekali.

Zahra melangkahkan kaki menuju kamar mandi. Sekitar tiga puluh menit kemudian, perempuan itu keluar dengan kondisi masih sama seperti sebelumnya. Rakan yang tadinya asyik memejamkan mata demi merilekskan pikirannya mendadak melebarkan mata. Jujur ia terkejut.

"Astaghfirullah, kok masih belum ganti?" heran Rakan, Zahra nyengir tak berdosa.

Rakan menepuk dahinya keras, lalu bangkir dari tidurnya dan menghampiri sang istri yang tengah berdiri sekitar tujuh langkah dari tempatnya.

"Tiga puluh menit lo Mas nunggu kamu."

Lagi-lagi Zahra nyegir kuda membuat Rakan gemas sendiri dengan tingkah istrinya itu.

"Gemes..." ucap Rakan sambil mencubit keras kedua pipi Zahra hingga membuat empunya meringis kesakitan.

"Kenapa kok belum ganti baju?" tanya Rakan. Zahra masih sibuk mengelus-elus pipinya yang memanas, bahkan memerah.

"Sakit," balas Zahra singkat.

"Apanya? Kan Mas belum apa-apain, kok udah sakit aja." Zahra langsung menepuk keras pundak Rakan, ia kesal dengan ulah suaminya yang tiba-tiba berkata ambigu.

IN SYAA ALLAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang