Bukan tentang secangkir kopi hitam. Namun, tentang kisah sebuah kehidupan, layaknya seseduh kopi hitam. Hidup itu tentang pendirian, sekeras apapun ujian dan seberapa tegar awak mampu bertahan.
(INSYAA ALLAH)Kala senja memupuk indahnya angkasa, meraja menguasai belantara. Tuai buta menerobos seisi raya. Sepoi- sepoi angin meniup daunan hijau, menepuk halus menjernihkan kalbu yang dulu pernah sayu. Ada senyum yang terlukis hangat, bak mentari pagi yang bersinar menemani ayunan siang. Terlepas bahagia dengan senyum merekah.
"Mas.."
Sapa Zahra saat ia melihat suaminya berada tak jauh dari tempatnya berdiri, lalu Ia mendekati sang suami yang tengah menatap wajahnya. Sedangkan tangannya memegang ponsel yang biasa ia gunakan."Assalamu'alaikum."
Tegur Rakan saat Zahra mencium punggung tangannya. Menyadari itu, Zahra malu ia lupa mengucap salam, hingga ia mendapat teguran halus dari sang suami. Zahra tertunduk malu."E..eummm..mmm wa'alaikumussalam warohmatullah.."
"Dari mana?"
Tanya Rakan tanpa menoleh kepada sang istri, karena ia tengah sibuk melepas kemeja miliknya."Mas udah lama?"
Tanya Zahra mengabaikan ucapan Rakan, entah mungkin ia tak menyadari kesalahannya. Rakan sangat tidak suka jika perkataannya tersebut di abaikan."Dari mana?"
Tanya Rakan lagi dengan nada suara sedikit naik, namun terkesan menyindir. Zahra yang tadinya membersihkan sofa lalu berbalik menghadap ke arah Rakan, sambil tersenyum ragu."Eumm.. asrama, mau Zahra buatin Teh?"
Zahra lalu menghampiri sang suami, yang tengah duduk memerhatikan Zahra. Namun, saat dirinya hendak meniggalkan tempat berniat menuju dapur. Rakan mencekal tangannya. Zahra menoleh dan"Duduk sini."
Perintah Rakan, sambil menepuk- nepuk kasur di sebelahnya, memberi isyarat agar sang istri ikut duduk di sampingnya."Hah?"
Zahra tercengang, aishhh zahra salting. Entah kenapa ada saja rasa gemetar saat ia berada bersama suaminya."Ga perlu, temani mas sini"
"Eummm."
"In syaa allah minggu depan, resespi akan di laksanakan."
Ucap Rakan, saat zahra tengah duduk tertunduk di sampingnya.Zahra terdiam, menunggu sang suami melanjutkan ucapannya.
"Kamu siap?"
Zahra manggut- manggut, sambil membayangkan bagaimana nanti ketika ia bersanding bersama mantan gurunya itu. Sungguh Zahra sangat malu, apalagi ini di area pesantren, bisa- bisa seisi pesantren heboh karena berita ini.
"Kamu kenapa tersenyum, hm?"
Sadar dengan ucapakan Rakan barusan, sontak Zahra termangu, dan gelagapan malu karena kepergok suaminya."Kamu ga minta sesuatu gitu sama mas?"
Tanya Rakan saat Zahra tertunduk malu, ia sungguh merutuki dirinya.Zahra bingung, sambil mengerutkan alisnya. Sadar dengan tingkah sang istri, ia pun memilih untuk mengalihkan pembicaraan.
"Ahhh lupakan, mas mandi dulu."
Zahra hanya memerhatikan sang suami, ia masih tidak faham dengan maksud perkataannya barusan. Lamunan zahra buyar,saat Rakan menyuruhnya untuk mengambilkan handuk di almari.
**********
Malam yang sejuk, di temani kilauan bintang dan tiupan angin menerpa lembut jiwa. Seuntai kata menyerap sejuta makna, lembut dan kian merajai semesta. Indah sayu bersiteru, menopang setiap deretan aksara yang terucap bak indah di dengar telinga. Melepas penat terbayar kasih, mereda amarah terganti. Sejenak mata memandang hanya senyum yang selalu terbayang,wajah indah berseri bak mentari di pagi hari. Hangat dan menyejukkan hati. Langkah demi langkah terdengar sayup- sayup di telinga, suara ketukan sepatu yang membentuk nada menyatu padu.
Ckrekkkk...

KAMU SEDANG MEMBACA
IN SYAA ALLAH
CasualeIni sebuah kisah tentang seorang gadis cantik bernama Dzakira Talita Zahra. Seorang gadis berusia delapan belas tahun, ia juga seorang murid pindahan dari Jakarta. Disela-sela penyesuaiannya dengan sekolah barunya tersebut, Lita bertemu dengan seora...