Chapter 13| M. Rakan Malik A

2.4K 101 0
                                    

"Tak semua yang ada di hati harus diceritakan bukan?
Karena tak semua orang menginginkan penjelasan, melainkan hanya sekedar sandaran pemuas rasa penasaran."

IN SYAA ALLAH

03.00 WIB

Embusan angin malam menusuk sampai ke urat nadi, hawa dingin masih menyertai, disepanjang jalan yang terdengar hanya suara kerikan jangkrik beserta serangga kecil lainnya, merdu sekali. Netra Lelaki berkopiah hitam itu tak sekali pun mengalihkan pandanga, tetap menatap lurus ke depan sembari memejamkan matanya.  Dengan tangan kekar yang masih menggenggam benda pipih persegi panjang itu.

"Hallo? Assalamu'alaikum Umi, ini Rakan. Umi sekarang ada di ruangan apa?"

"Wa'alaikumus salaam. Kamu datang juga nak. Umi ada di Ruangan VIP Anggrek no.9"

"Na'am um.. in syaa allah sekitar satu jam lagi Rakan sampai."

"Baik nak, Umi tunggu..hati - hati dijalan ya, jangan lupa baca sholawat."

"Pasti um, Rakan tutup Um . Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumus salaam warohmatullahi wabarokatuh."

Satu jam dirasa cukup bagi Rakan untuk mengistirahatkan tubuhnya, dengan mata sayu ia pun mulai menyusuri alam bawah sadar. Pukul tiga tepat dini hari adalah waktu keberangkatanya, apa boleh buat tiket pesawat yang ia beli hanya tersisa pukul sekian.

***

"Assalamu'alaikum Umi..." sapa Rakan sambil membuka knop pintu kamar rumah sakit.

"Wa'alaikumus salaam..." Salma menoleh ke arah pintu, "Eh anak umi," ujarnya bahagia sambil menghampiri putra sulungnya itu.

"Gimana keadaan Abi, Um?" tanya Rakan khawatir, matanya menatap lekat tubh seorang lelaki yang tengah terbaring lemah di hadapannya itu.

"Alhamdulillah, keadaan Abi sudah membaik, Nak," balas Salma. Rakan menghampiri Abinya itu lalu menarik kursi. Kemudian, Salma mengelus puncak kepala Abbas-suaminya.

"Oh...iya Fatimah mana Um?" tanya Rakan tiba-tiba, sedari tadi ia tidak melihat batang hidung adik kesayangannya tersebut.

"Adik kamu lagi beli minum di kantin."

Rakan manggut-manggut, tatapannya masih tertuju pada sang Abi. Entah mengapa hatinya serasa sangat ngilu saat melihat orang yang sangat ia sayangi, kini terbaring lemah tak berdaya. Salma ikut memandang sang suami, lantas beralih pada Rakan dengan tatapan nanar. Pemuda itu tiba-tiba menitikkan air mata, cepat-cepat ia mengusapnya sebelum sang Umi melihatnya. Sebenarnya Salma mengetahui, tapi ia sengaja pura-pura tak melihat. Ia juga tahu bagaimana perasaan putranya saat ini.

"Nak," panggil Salma kemudian.

"Iya, Um." Lelaki itu tampak mengembuskan napas pelan, sebelum mendongak.

Salma tersenyum lembut, "Istirahat gih, kamu kelihatan capek banget."

Rakan menggeleng cepat, ia masih ingin menemani sang Ayah. Salma yang melihatnya pun langsung menghampiri sang putra lalu mengelus puncak kepalanya, "Kamu gak boleh egois, Nak. Tubuh kamu juga butuh istirahat." Salma menatap Abbas sebentar, "Nanti masalah Abi 'kan ada umi."

IN SYAA ALLAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang