Chapter 54| Bukan Aku?

1.2K 54 1
                                    

"Jika harapku tentangmu itu akan berbuah kekecewaan. Lantas, mengapa kau selalu menorehkan tawa dalam setiap duka yang kurasakan? Aku tahu sekarang, itu sebabnya Tuhan mengatakan jikalau berharap pada makhluk ciptaan-Nya itu sama saja menabur luka yang disengaja."

IN SYAA ALLAH

"Kata Umi besok ada acara empat bulanan," ucap Rakan. Zahra menoleh lalu mengambil tempat di samping kiri Rakan.

"Acara kecil-kecilan, sebagai rasa syukur atas rezeki yang Allah kasih."

Zahra mengelus lembut tangan sang suami, dua pasangan itu saling bertatap untuk beberapa lama.

Tok...tok...tok...

Baik Rakan maupun Zahra kompak menoleh ke arah sumber suara. Zahra beranjak dan mendapati ada sosok mertuanya di balik pintu. Gadis itu tersenyum lalu mempersilakan Salma masuk.

"Udah dikasih tau sama suami kamu?" Zahra menoleh kepada Rakan yang kini berdiri di belakangnya. Detik berikutnya, ia tersenyum sembari mengangguk pelan.

"Syukurlah. Gak banyak yang Umi undang, cuma beberapa dari sanak saudara, selebihnya ya anak santri." Salma mengelus wajah Zahra lembut lalu beralih pada perut menantunya.

"Mau iku umi?" tanya Sheila menatap kedua anaknya bergantian.

"Kemana?" Rakan mengambil langkah di samping istrinya.

"Ke asrama Farah dan Aida." Untuk sepersekian detik Zahra diam, mencerna baik-baik penuruturan sang umi. Kedua matanya mengerjap beberapa kali.

"Inget Azka?" Zahra mengangguk cepat. Sedangkan Rakan masih setia menyimak percakapan sang umi dan istrinya.

"Ada yang mau khitbah Farah," jelas Salma dan diakhiri senyum.

"Malik gak salah denger?"

Salma menggeleng. "Sebenarnya niat ini sudah lama, setelah Azka pulang dari pesantren dulu."

Entah mengapa, dada Zahra terasa sesak, asupan oksigen disekitarnya tiba-tiba menipis. Rakan menoleh kepada Zahra saat mengetahui mimik wajah sang istri mendadak berubah. Lelak itu membuka mulut untuk bersuara, tapi Zahra dengan cepat menyela ucapannya.

"Kam---"

"Zahra ikut!" sela Zahra cepat.

Salma mengangguk pelan lalu merangkul pundak menantunya, melangkah pergi dari kamar putranya itu.

"Kenapa dia?" tanya Rakan seorang diri, dengan pandangan masih tertuju pada dua orang beda usia itu.

***

Zahra mengedarkan pandangannya, menatap lekat-lekat sebuah bangunan minimalis yang pernah menjadi bagian terpenting dalam hidupnya. Kenangan akan masa remajanya kembali terungkit, saat-saat indah yang tak akan pernah kembali bersua.

"Ayo sayang..." ajak Salma yang sudah dulu berada di depannya. Zahra mengagguk pelan lalu ikut berjalan mengikuti Uminya.

Setelah membuka pintu asrama, Zahra dan Salma masuk ke dalamnya dan menunggu penghuninya keluar.

"Assalamu'alaikum..."

IN SYAA ALLAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang