26. BERBOHONG

3.5K 384 137
                                    


Elang turun dari tangga dengan pakaian yang jauh dari kata rapih. Memakai almamater sekolah dengan membiarkan kancing kemeja terbuka sepenuhnya. Memperlihatkan kaos polos berwarna hitam yang Elang pakai. Dan jika di buka tas yang Elang bawa hanya berisikan satu buku dan satu pena.

"Selamat pagi, semuanya."

Elang menyapa semua orang yang ada di meja makan. Agra, Dena dan juga Leon.

"Hai sayang, mau sarapan apa?" tanya Dena.

Elang hanya mengambil segelas susu yang sudah ada di meja, "Elang ini saja sudah cukup."

"Kau harus makan Elang, lihat tubuh kurusmu itu." ujar Agra memerhatikan tubuh Elang.

Elang berdecak, "Berhenti mengatai tubuhku Pa!" geram Elang.

"Kau mana kemana?" tanya Leon. Seperti sindiran bukan pertanyaan.

"Gak liat gue pake seragam?" balas Elang cuek.

"Elang, yang sopan." tegur Dena.

Elang menghela nafas pelan.

"Dengan pakaian itu kau pergi ke sekolah? Sekolah mana yang menerima murid dengan pakaian yang tidak rapih, kau seperti anak berandalan." ujar Leon begitu sinis.

"Ada, SMA Cakrawala menerima murid seperti ku." Elang terkekeh, "Bukan seperti itu, Pa?"

Agra mengangguk, "Kau seperti tidak pernah SMA saja Leon." ujar Agra membela Elang.

"Kak Leon tentu saja berbeda, dia anak yang terlalu menuruti semua peraturan yang ada, sangat terlihat membosankan." cibir Elang.

"Di masa depan, orang seperti itu yang di cari untuk mengurus sebuah perusahaan." ujar Leon dengan mengangkat sebelah bibir kanannya.

Elang sangat jengah mendengar kata perusahaan apalagi kata itu keluar dari mulut Leon.

"Hidup tidak terus tentang perusahaan dan kekayaan, Leon. Terkadang kita perlu menikmati hidup yang sekarang kita jalani ." ujar Dena sambil menaruh satu roti di atas piring Elang.

Elang tersenyum puas mendengar ucapan Dena yang secara tidak langsung membela dirinya, "Terima kasih Ma, untuk rotinya." dan juga pembelaannya.

"Setelah ini kau mau kemana, Elang?" tanya Agra.

Elang tampak berfikir, "Sehabis pulang sekolah mungkin Elang akan mampir ke warung belakang sekolah." jawab Elang dengan santainya. Padahal Elang tahu arah pertanyaan dari Papanya itu.

"Elang, Papa serius!"

Elang menghela nafas, "Belum terfikir, Pa."

"Bagaimana bisa ia memikirkan akan lanjut di mana nantinya jika ke sekolah dia hanya mengisi absen setelah itu bolos pergi ke warung belakang sekolah." sindir Leon, lagi.

"Bisa berhenti mengurusi hidupku? Urus saja perusahaan besarmu itu." ujar Elang datar.

"Selalu seperti ini pemandangan sarapanku jika kalian di satu meja yang sama." Agra menghela nafas pelan.

"Benar, Mama jadi tidak selera makan mendengar perdebatan kalian." Dena mendorong piringnya pelan.

"Apa kalian tidak bisa akur seperti saudara?" tanya Agra.

"Papa sudah tahu jawabannya," Leon beranjak berdiri, "Aku duluan, harus ada hal penting yang aku urus." pamit Leon.

Pemuda tinggi dengan pakaian rapih telah pergi meninggalkan meja makan. Membuat Elang bernafas lega karena wajah datar Kakaknya itu terlepas dari pandangannya.

ElangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang